Share

6

Libur sekolah akhirnya tiba, selama 2 Minggu kedepan aku bisa sedikit bersantai dan menjernihkan semua pikiran ku dari hal-hal yang memusingkan. Untuk memulai hari pertama libur sekolah aku memutuskan untuk lebih banyak membaca buku, menyiram tanaman, dan duduk santai sambil menonton film kesukaan. Tidak ada jadwal bangun siang karena Bi Sumi akan mengetok pintu kamarku tepat setelah adzan subuh berkumandang. Biasanya ibu yang akan melakukan semua itu, sembari berteriak-teriak membangunkan semua anggota keluarga untuk segera sarapan. Sarapan akan dimulai ketika adik ku yang sangat susah di bangunkan berhasil bergabung dimeja makan dengan mata yang masih setengah menutup dan rambut yang acak-acakan. Ya, tapi itu dulu.

Sekarang semuanya berubah begitu bisnis ayahku dikabarkan naik diangka yang tidak pernah terbayangkan. Membuat ibuku juga tiba-tiba ikut mengurus semua bisnis yang membutuhkan campur tangan banyak orang, bisnis properti. Sedangkan adiku, kini ia lebih sering keluyuran sehabis pulang sekolah dan akan pulang sebelum jam sembilan malam. Ia memilih untuk pergi ke tempat gym atau jogging disore hari bersama teman-temannya. Tapi tak apa, selagi yang di lakukan tidak membahayakan keselamatan nya.

Ibu dan Ayah selalu bertanya kabar kami berdua dan selalu berjanji untuk segera pulang secepat mungkin. Tapi tidak, semuanya masih berupa janji.

Aku menghembuskan nafas panjang setelah mengingat mimpi waktu aku tertidur diruang ujian kemarin. Seandainya semua itu bisa kembali lagi.

" Bibi mau kemana? "

" Beli sayur, mbak Rinda mau ikut? "

" Emm... Boleh "

Tanpa berpikir panjang Aku dan Bi Sumi langsung pergi ke tukang sayur langganan komplek Beringin Asri sembari membawa tas belanja sendiri. Mengingat kini sudah jarang sekali disediakan plastik disetiap toko perbelanjaan membuat semua orang wajib membawa tas belanja sendiri sendiri. Demi mengurangi pencemaran lingkungan. Namun, bagi Bi Sumi yang usianya hampir setengah abad membuat nya terkadang lupa membawa tas belanja ketika pergi ke pusat perbelanjaan. Karena tak ada pilihan lain, akhirnya Bi Sumi kembali membeli tas belanja yang bahkan sudah menumpuk di dapur rumah.

" Kayaknya kita bisa buka toko tas belanja buat ibu-ibu komplek dengan harga miring mbak "

" Ahahah, bener juga bi."

Disepanjang perjalanan aku dibuat tertawa oleh cerita Bi Sumi tentang tas belanja yang selalu membuatnya pusing tujuh keliling. Akhirnya Pak Andi memasang gantungan didekat pintu agar Bi Sumi tidak lupa membawa tas belanja, karena bagaimanapun pak Andi yang akan menjadi sasaran marah marahnya Bi Sumi.

" Pagi pak."

" Pagi Bi Sumi, ini Anaknya..."

" Iya, ini anaknya Ibu sama Bapak. Namanya, Arinda. "

Aku tersenyum saat bi Sumi memperkenalkan namaku kepada bapak tukang sayur. Sudah sering aku melihatnya berkeliling didepan komplek ini tapi baru kali ini aku bertegur sapa secara langsung kepada nya. Sudah banyak ibu ibu yang kini tengah sibuk memilih bahan makanan yang akan mereka olah untuk hari ini. Bi Sumi pernah bilang, kalau mau beli sayur itu bagusnya pagi-pagi, sebelum kena sinar matahari jadi gak cepet layu. Percaya nggak percaya ada benarnya juga sih, sayuran akan bertahan lebih lama dari biasanya. Kalau di kulkas. Ahahahah

" Arinda kelas berapa sekarang?"

" Mau kelas 11 pak."

" Waah, bentar lagi lulus terus kuliah ya."

" Doain aja yang terbaik pak."

Bi Sumi terlihat sibuk memilih sayur bayam mana yang akan dia beli, padahal menurutku semuanya terlihat sama saja.

" Kalau bisa jangan pacaran dulu deh mbak. Bahaya buat anak perempuan."

" Iya betul. Masih kecil jangan kenal dulu sama laki-laki. "

" Ngga kok Bu."

" Soalnya kemarin saya liat anaknya pak Ahmad naik motor sama cowok. Dianterin sampe depan rumah malahan. Padahal kan bapaknya guru agama, apa nggak di kasih tau kalau itu tuh salah? Iya nggak Bu?"

" Iya bener banget. Atau pak Ahmadnya yang gak tau mungkin. Kan jam segitu jam jamnya lagi ngajar disekolah. "

" Iya mungkin ya. "

Pantas saja Bi Sumi selalu uring-uringan sehabis belanja sayur, ternyata pembicaraan mereka sangat mematikan. Dan lebih parahnya lagi mereka saling mendukung satu sama lain.

" Mereka memang selalu begitu mbak, nggak akan selesai kalau terus diladenin."

Kami berdua langsung pergi meninggalkan gerombolan ibu ibu yang masih saja bergosip ditukang sayur. Padahal kami berdua yang datang paling akhir, tapi malah kami berdua yang pulang duluan.

" Apa jangan-jangan kak Bara yang nganterin Nadia ke rumahnya?"

Aku bergumam didalam hati sembari mengulang kejadian beberapa hari yang lalu bersama Nur dijalan raya. Itu artinya apa yang Nur lihat itu memang benar, dua orang yang dia lihat itu memang kak Bara dan Nadia. Tidak salah lagi.

Ada sedikit rasa sesak didalam hati ku setelah mendengar kebenaran itu.

" Rinda ke kamar dulu ya bi."

" Iya, kalau butuh sesuatu panggil bibi aja."

" Oke."

Aku langsung berjalan menaiki tangga setelah menyerahkan semua belanjaan kepada bi Sumi.

Arinda : Yang Lo liat bener, ternyata yang boncengan itu kak Bara sama Nadia.

Nur : Apa gw bilang... Tapi kayaknya mereka nggak balikan deh. Dia cerita banyak ke gw soalnya. Nanti deh kapan kapan gw ceritain kalau kita ketemu. Kalau lewat chat mah kelamaan. Gw males ngetiknya."

Arinda : Gak penting juga sih buat gw

Nur : Ya udah gak jadi gw ceritain deh.

Arinda : Terserah.

Drrrtt drrrtt

Satu panggilan video masuk sesaat setelah aku merebahkan tubuhku diatas kasur.

" Hai, lagi ngapain?"

" Ngga"

" Rebahan mulu perasaan, orang mah olahraga, masak, atau apa kek. "

" Terserah lah."

" Ahahaha, becanda Rin... Kamu ada rencana liburan nggak?"

" Sejauh ini sih nggak ada ."

" Mau ikut Kaka gak?"

" Kemana?"

" Seminar."

" Kapan?"

" Besok "

" Besok? "

" Iya. Kamu mau nggak?"

" Kan Kaka di Jakarta "

" Orang Kaka udah pulang dari lama. "

" Oh masa?"

" Iya, jadi mau ikut nggak? Mumpung Kaka sendirian."

" Emm, aman gak nih?"

" Insyaallah, kalau gak mau juga gak papa."

" Oke. "

" Beneran nih?"

" Iya."

" Besok Kaka jemput di depan gang ya. Jam 8 "

" Oke. "

" Sampai besok. Byee."

Kak Bara terlihat melambaikan tangan ketika tengah melakukan panggilan video. Aku membalas melambaikan tangan kepadanya. Panggilan berakhir dan aku mulai memikirkan pakaian apa yang harus aku gunakan untuk besok.

***

" Cinta memang membutakan. Seseorang menjadi terlihat bodoh ketika tenggelam didalamnya. "

Gadis dua puluh tahun itu masih bisa merasakan apa yang dia rasakan hari itu. Bahkan percakapan 4 tahun yang lalu masih ia ingat dengan jelas. Walaupun ada sedikit perasan sakit yang kembali muncul di dalam hatinya. Tapi ia berusaha menyingkirkan semua itu, dan tetap fokus akan tujuannya.

" Aku hanya berharap orang lain tidak jatuh ke dalam ucapannya."

Gadis dua puluh tahun itu membetulkan posisi duduknya dan kembali menggerakkan jari-jari nya menyambung cerita.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status