Share

Bab 3

***

"Kak, nggak jadi sop duren. Beliin kebab aja." suara Aji dari jok belakang. Arjuna hanya nyengir kemudian membelokkan motor untuk mencara kebab yang Aji maksud. 

Lepas dhuhur, Arjuna langsung bertolak pulang. Tentu saja setelah menuruti Aji yang pengen kebab. Dan, yah. Aji tuh kalo jajan nggak pernah mikir harga. Nggak peduli banget kalo duit kakaknya tinggal selembar merah. 

"Kak, ice cream. Mampir Indomaret aja." 

"Kan kamu udah jajan kebab?" teriak Arjuna. 

"Tambah ice cream. Buat Ali, Setiyaki sama Lana. Kasihan mereka." 

Arjuna ingin menenggelamkan Aji ke cairan kecap setelah ini. Namun entah magnet apa Arjuna tetap membelokkan motor ke Indomaret paling dekat dengan komplek perumahan. 

Ingin tahu kenapa Arjuna sesayang itu dengan Aji? Karena Mami. Itu jawab yang akan Arjuna lontarkan pada siapa saja yang bertanya. 

Ingatan tentang kematian Mami masih tergambar jelas. Arjuna memang masih berumur empat tahun ketika kejadian itu. Namun ingatannya seolah begitu jelas dan enggan memburam. Bahkan setiap ucap yang Mami lontarkan Arjuna masih mengingatnya dengan baik. 

"Arjuna, kamu sayang sama kembar, nggak?" tanya Mami hari itu. Yah, hari itu. Hari dimana Arjuna begitu marah dengan Papi dan Mami hingga dia ingin tinggal bersama neneknya saja di Depok. Awalnya Papi marah namun Mami dengan lembut bilang tidak apa-apa dan tetap mengantar Arjuna ke rumah nenek.

"Enggak. Juna benci kembar. Benci Ali yang sering ngompol, benci Aji yang sering nangis." jawab Arjuna kecil. 

"Tapi dia adik-adik kamu." 

"Tapi Juna nggak pernah mau punya adik!" 

"Dulu, bang Banyu sama Mas Abim juga gitu pas Arjuna lahir. Mereka benci sama Arjuna." 

Arjuna kecil hanya terdiam. Kalo Mas Abim benci, mungkin Arjuna bisa paham. Soalanya Mas Abim memang nakal. Tapi Bang Banyu? Bang Banyu itu superhero yang pernah Arjuna kenal. Yang bisa manjat pohon buat ngambil layangan, yang berani ngambil bola kasti di halaman rumah pak Joko yang kumisnya nyeremin juga cuma Bang Banyu yang bisa marahin anak anak nakal yang selalu ganggu Arjuna waktu belajar naik sepeda. Jadi Bang Banyu jelas nggak mungkin benci sama Arjuna. 

"Bang Banyu marah banget pas Juna lahir. Dia nangis sampe tiga hari. Nggak mau ngomong sama Mami, nggak mau berangkat sekolah, marah-marah terus." mobil Mami berkelok di sebuah persimpangan. Mami fokus pada jalanan sejenak kemudian kembali berujar. "Bahkan paling parahnya, Juna mau di kasih makan ke burung Beo Papi. Jahat, kan?" 

Arjuna cemberut. Tidak menyangka Bang Banyu yang dia segani sebegitu kejam pada dirinya. 

"Tapi kamu lihat sekarang? Bang Banyu adalah yang paling sayang sama kamu. Kalo kamu digangguin sama anak-anak, Bang Banyu bakal jadi orang pertama yang marah marah. Bahkan kalo ada semut yang berani gigit kamu, bang Banyu pasti juga marah marah sama semutnya, iya, kan?" 

Mobil Mami berhenti di perempatan jalan. Menunggu lampu yang sedang menyala merah. 

"Dan sekarang, bang Banyu malah jadi superhero buat kamu. Kamu malah sayang banget sama Bang Banyu. Kalo Mas Abim nakal, pasti kamu belain Bang Banyu." Mami berucap santai. "Emang kamu nggak mau jadi superhero buat Aji sama Ali? Nanti kan, kalo Mas Abim nakal sama kamu, Aji sama Ali bakal jadi orang yang paling belain kamu. Nanti Mas Abim dikeroyok sama kamu, Aji sama Ali. Pasti Mas Abim kalah."

Tapi Arjuna tetep nggak suka Aji sama Ali. Mereka berisik. 

Saat lampu menyala hijau Mami kembali tancap gas, "Aji sama Ali itu butuh kasih sayang seorang kakak. Apalagi Arjuna. Arjuna itu tokoh wayang yang kuat. Ganteng dan baik hati, jadi kamu harus jaga...." 

Kalimat itu terhenti. Bertepatan dengan sebuah sedan yang menghantam mobil Mami. Dalam ingatan itu Arjuna hanya terdiam kaget. Terpejam karena enggan tahu apa yang akan terjadi setelahnya. 

Dan ketika Arjuna membuka mata, hanya ada sesak. Napasnya tersengal seolah udara sedang menjauhinya. Dan dengan cepat Arjuna menyingkap selimut. Hanya untuk mendapati adik-adiknya yang sedang main Uno di dalam kamarnya. 

"Kak Juna udah bangun?" sapa Lana pertama kali. Anak itu memberi senyum paling sumringah yang pernah ada. 

Mas Abim berdiri dari kursi belajar Juna. Mendekat kemudian perlahan menyentuh dahinya. Kenapa? Arjuna kenapa? 

"Panas kakak udah turun. Sekarang masuk kamar kalian masing-masing. Kak Juna perlu istirahat." 

Ucap Mas Abim otomatis mendapat respon tidak terima dari adik adiknya. Namun dengan berat mereka tetap meninggalkan kamar. Termasuk Aji yang katanya mau tidur di kamar Banyu. 

"Juna kenapa, Mas?" 

"Kamu tadi ketiduran di sofa setelah makan eskrim. Mas juga nggak tau. Kata Aji, kakak ngigau. Trus pas dipegang jidatnya panas." Mas Abim membuka bungkus obat kemudian mengulurkannya bersama air putih. 

"Ketiduran?" 

"Iya, kamu kecapean, mungkin. Udah, tidur lagi aja. Mas Abim tidur di kamar kamu malem ini." 

"Mas?" panggil Juna lirih. 

"Kenapa?" 

"Pengen teh manis." 

Kalimat itu cukup membuat Mas Abim mendesah. Kemudian keluar kamar demi segelas teh manis. Ini adalah bagian yang Arjuna suka. Ketika dia demam atau sakit, Mas Abim tidak bisa nakal pada Arjuna. Justru sebaliknya, Mas Abim bisa dijadikan babu sementara.

***

"Arjuna belon telfon lagi?" tanya Saka saat Raina baru selesai mandi. 

"Belom. Sekhawatir itu sama mereka?" 

"Lo nggak tau gimana berantemnya, sih. Kalo tau lo juga pasti yakin mereka bener-bener putus." Jawab Saka kemudian. 

Pertengkaran yang Saka maksud, Raina memang tidak menyaksikan secara langsung. Jadi dia tidak tau pasti separah apa hingga membuat banyak orang yakin bahwa keduanya betulan putus. Namun ketidak tahuan Raina bukan berarti dia harus memancing informasi dari Saka. Raina tidak seperti itu. Dia akan setia menunggu hingga Arjuna sendiri yang bercerita. 

Raina sedang duduk di kursi belajar milik Saka saat ponselnya bergetar. Sebuah panggilan masuk dari Arjuna yang memang Raina tunggu sejak tadi. 

"Rainaaaaaaa." Panggil seorang di ujung sana. 

"Apa?" 

"Gue mau curhat. Lo dimana?" tanya Arjuna membuat Raina menoleh pada Saka yang sedang tiduran sambil bermain laptop di atas ranjang. 

"Gue di kos Saka. Mau nginep sini malem ini. Kenapa? Mau ketemu?" 

"Enggak. Gue demam. Pasti nggak dibolehin keluar sama Mas Abim atau bang Banyu. Btw, ngapain lo nginep di kos Saka?" 

"Pengen aja." 

"Pengen aja atau nggak pengen pulang?" 

Ah, Raina lupa. Arjuna juga tahu hubungan buruk antara dirinya dan kedua orang tuanya. Walaupun tak sespesifik Saka, namun Arjuna juga tahu banyak. 

"Apaan, sih. Jadi curhat, nggak? Kalo enggak gue mau tidur." 

"Besok aja, deh. Selamat bersenang-senang sama Saka. Bilang sama dia suruh pake pengaman." 

"Apaan, sih, babi!" 

Raina menutup telpon setelah makian itu. Jika tidak, pasti Arjuna akan semakin lama ngecengin dia. 

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status