Share

Bab 3

Author: Septianisa C
last update Huling Na-update: 2021-08-29 14:05:40

***

"Kak, nggak jadi sop duren. Beliin kebab aja." suara Aji dari jok belakang. Arjuna hanya nyengir kemudian membelokkan motor untuk mencara kebab yang Aji maksud. 

Lepas dhuhur, Arjuna langsung bertolak pulang. Tentu saja setelah menuruti Aji yang pengen kebab. Dan, yah. Aji tuh kalo jajan nggak pernah mikir harga. Nggak peduli banget kalo duit kakaknya tinggal selembar merah. 

"Kak, ice cream. Mampir Indomaret aja." 

"Kan kamu udah jajan kebab?" teriak Arjuna. 

"Tambah ice cream. Buat Ali, Setiyaki sama Lana. Kasihan mereka." 

Arjuna ingin menenggelamkan Aji ke cairan kecap setelah ini. Namun entah magnet apa Arjuna tetap membelokkan motor ke Indomaret paling dekat dengan komplek perumahan. 

Ingin tahu kenapa Arjuna sesayang itu dengan Aji? Karena Mami. Itu jawab yang akan Arjuna lontarkan pada siapa saja yang bertanya. 

Ingatan tentang kematian Mami masih tergambar jelas. Arjuna memang masih berumur empat tahun ketika kejadian itu. Namun ingatannya seolah begitu jelas dan enggan memburam. Bahkan setiap ucap yang Mami lontarkan Arjuna masih mengingatnya dengan baik. 

"Arjuna, kamu sayang sama kembar, nggak?" tanya Mami hari itu. Yah, hari itu. Hari dimana Arjuna begitu marah dengan Papi dan Mami hingga dia ingin tinggal bersama neneknya saja di Depok. Awalnya Papi marah namun Mami dengan lembut bilang tidak apa-apa dan tetap mengantar Arjuna ke rumah nenek.

"Enggak. Juna benci kembar. Benci Ali yang sering ngompol, benci Aji yang sering nangis." jawab Arjuna kecil. 

"Tapi dia adik-adik kamu." 

"Tapi Juna nggak pernah mau punya adik!" 

"Dulu, bang Banyu sama Mas Abim juga gitu pas Arjuna lahir. Mereka benci sama Arjuna." 

Arjuna kecil hanya terdiam. Kalo Mas Abim benci, mungkin Arjuna bisa paham. Soalanya Mas Abim memang nakal. Tapi Bang Banyu? Bang Banyu itu superhero yang pernah Arjuna kenal. Yang bisa manjat pohon buat ngambil layangan, yang berani ngambil bola kasti di halaman rumah pak Joko yang kumisnya nyeremin juga cuma Bang Banyu yang bisa marahin anak anak nakal yang selalu ganggu Arjuna waktu belajar naik sepeda. Jadi Bang Banyu jelas nggak mungkin benci sama Arjuna. 

"Bang Banyu marah banget pas Juna lahir. Dia nangis sampe tiga hari. Nggak mau ngomong sama Mami, nggak mau berangkat sekolah, marah-marah terus." mobil Mami berkelok di sebuah persimpangan. Mami fokus pada jalanan sejenak kemudian kembali berujar. "Bahkan paling parahnya, Juna mau di kasih makan ke burung Beo Papi. Jahat, kan?" 

Arjuna cemberut. Tidak menyangka Bang Banyu yang dia segani sebegitu kejam pada dirinya. 

"Tapi kamu lihat sekarang? Bang Banyu adalah yang paling sayang sama kamu. Kalo kamu digangguin sama anak-anak, Bang Banyu bakal jadi orang pertama yang marah marah. Bahkan kalo ada semut yang berani gigit kamu, bang Banyu pasti juga marah marah sama semutnya, iya, kan?" 

Mobil Mami berhenti di perempatan jalan. Menunggu lampu yang sedang menyala merah. 

"Dan sekarang, bang Banyu malah jadi superhero buat kamu. Kamu malah sayang banget sama Bang Banyu. Kalo Mas Abim nakal, pasti kamu belain Bang Banyu." Mami berucap santai. "Emang kamu nggak mau jadi superhero buat Aji sama Ali? Nanti kan, kalo Mas Abim nakal sama kamu, Aji sama Ali bakal jadi orang yang paling belain kamu. Nanti Mas Abim dikeroyok sama kamu, Aji sama Ali. Pasti Mas Abim kalah."

Tapi Arjuna tetep nggak suka Aji sama Ali. Mereka berisik. 

Saat lampu menyala hijau Mami kembali tancap gas, "Aji sama Ali itu butuh kasih sayang seorang kakak. Apalagi Arjuna. Arjuna itu tokoh wayang yang kuat. Ganteng dan baik hati, jadi kamu harus jaga...." 

Kalimat itu terhenti. Bertepatan dengan sebuah sedan yang menghantam mobil Mami. Dalam ingatan itu Arjuna hanya terdiam kaget. Terpejam karena enggan tahu apa yang akan terjadi setelahnya. 

Dan ketika Arjuna membuka mata, hanya ada sesak. Napasnya tersengal seolah udara sedang menjauhinya. Dan dengan cepat Arjuna menyingkap selimut. Hanya untuk mendapati adik-adiknya yang sedang main Uno di dalam kamarnya. 

"Kak Juna udah bangun?" sapa Lana pertama kali. Anak itu memberi senyum paling sumringah yang pernah ada. 

Mas Abim berdiri dari kursi belajar Juna. Mendekat kemudian perlahan menyentuh dahinya. Kenapa? Arjuna kenapa? 

"Panas kakak udah turun. Sekarang masuk kamar kalian masing-masing. Kak Juna perlu istirahat." 

Ucap Mas Abim otomatis mendapat respon tidak terima dari adik adiknya. Namun dengan berat mereka tetap meninggalkan kamar. Termasuk Aji yang katanya mau tidur di kamar Banyu. 

"Juna kenapa, Mas?" 

"Kamu tadi ketiduran di sofa setelah makan eskrim. Mas juga nggak tau. Kata Aji, kakak ngigau. Trus pas dipegang jidatnya panas." Mas Abim membuka bungkus obat kemudian mengulurkannya bersama air putih. 

"Ketiduran?" 

"Iya, kamu kecapean, mungkin. Udah, tidur lagi aja. Mas Abim tidur di kamar kamu malem ini." 

"Mas?" panggil Juna lirih. 

"Kenapa?" 

"Pengen teh manis." 

Kalimat itu cukup membuat Mas Abim mendesah. Kemudian keluar kamar demi segelas teh manis. Ini adalah bagian yang Arjuna suka. Ketika dia demam atau sakit, Mas Abim tidak bisa nakal pada Arjuna. Justru sebaliknya, Mas Abim bisa dijadikan babu sementara.

***

"Arjuna belon telfon lagi?" tanya Saka saat Raina baru selesai mandi. 

"Belom. Sekhawatir itu sama mereka?" 

"Lo nggak tau gimana berantemnya, sih. Kalo tau lo juga pasti yakin mereka bener-bener putus." Jawab Saka kemudian. 

Pertengkaran yang Saka maksud, Raina memang tidak menyaksikan secara langsung. Jadi dia tidak tau pasti separah apa hingga membuat banyak orang yakin bahwa keduanya betulan putus. Namun ketidak tahuan Raina bukan berarti dia harus memancing informasi dari Saka. Raina tidak seperti itu. Dia akan setia menunggu hingga Arjuna sendiri yang bercerita. 

Raina sedang duduk di kursi belajar milik Saka saat ponselnya bergetar. Sebuah panggilan masuk dari Arjuna yang memang Raina tunggu sejak tadi. 

"Rainaaaaaaa." Panggil seorang di ujung sana. 

"Apa?" 

"Gue mau curhat. Lo dimana?" tanya Arjuna membuat Raina menoleh pada Saka yang sedang tiduran sambil bermain laptop di atas ranjang. 

"Gue di kos Saka. Mau nginep sini malem ini. Kenapa? Mau ketemu?" 

"Enggak. Gue demam. Pasti nggak dibolehin keluar sama Mas Abim atau bang Banyu. Btw, ngapain lo nginep di kos Saka?" 

"Pengen aja." 

"Pengen aja atau nggak pengen pulang?" 

Ah, Raina lupa. Arjuna juga tahu hubungan buruk antara dirinya dan kedua orang tuanya. Walaupun tak sespesifik Saka, namun Arjuna juga tahu banyak. 

"Apaan, sih. Jadi curhat, nggak? Kalo enggak gue mau tidur." 

"Besok aja, deh. Selamat bersenang-senang sama Saka. Bilang sama dia suruh pake pengaman." 

"Apaan, sih, babi!" 

Raina menutup telpon setelah makian itu. Jika tidak, pasti Arjuna akan semakin lama ngecengin dia. 

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • ARJUNA   After Arjuna Bag 5

    Arjuna PoV"Kabar gue baik," katanya.Gue tersenyum canggung. Cowok tadi berdiri, ke tempat yang gue lihat seperti dapur umum lantas mulai sibuk dengan dua gelas disana. Gue masih mengamati, bagaimana cowok itu yang tudak berubah sama sekali. Masih hobi mengenakam celana pendek dan kaos kebesaran. Perutnya masih sedikit menggbul seperti dulu, dan rambut sedikit ikal coklatnya juga tidak berubah sama sekali. Gue menelan saliva ketika cowok itu menyajikan kopi hitam untuk gue."Nggak usah canggung," ujarnya. Membuat gue yang tadinya ingin menyesap kopi jadi urung. Meletakkan itu kembali."Lo sendiri juga canggung." Gue berkata pelan. Mencoba menjadi tenang seperti gue yang dulu. Gue beberapa tahun lalu. "Sorry, mungkin karena gue.""Iya. Semua emang karena lo. Seandainya enggak, lo tau kita bakal jadi apa sekarang?"Gue diam. Meski jujur gue nggak paham dengan apa yang barusan gue dengar."Gue m

  • ARJUNA   After Arjuna Bag 4

    Arjuna's PoVSemarang tidak buruk. Atau gue akan bilang cukup menarik. Lebih panas dari Jogja dan sedikit lebih ramai. Rumah nenek Jeli ada di bagian atas Semarang. Daerah Tembalang atas. Perjalanan kesana tidak jauh, hanya sedikit menanjak. Namun suguhan pemandangan Semarang cukup menarik.Kami sampai di sebuah rumah tua bergaya klasik. Dengan joglo dan ukiran tiang rumah yang masih kental jaman dulu. Gue tebak, kalo rumah ini di jual, bisa menghasilkan milyaran rupiah untuk beberapa pecintanya. Belum bagaimana pemandangan semarang yang bisa sedikit terlihat dari sini."Mau teh atau sirop, Jun?" Jeli bertanya pada gue. Gue memang sedang duduk di bawah pohon mangga dimana dibawahnya ada seperti dipan kayu yang sudah cukup berumur. Tapi sejuk dan pemandangan Semarang tetap menarik bagi gue."Sirop ada? Pake es batu juga ada?""Ada. Tunggu aja situ."Semarang dan bagaimana cerita itu akan dimulai. Gue menghela napas pan

  • ARJUNA   After Arjuna Bag 3

    Arjuna PoVJogja menyenangkan. Ada banyak hal yang membuat gue lupa tentang rasa sakit. Banyak juga hal positif yang bisa gue dapat. Gue menjadi mahasiswa seni rupa sekarang. Iya, sebelum DO gue memang bukan mahasiswa seni. Tapi sekarang gue menyukai seni. Kalian tau, melakukan hal yang kita sukai jauh lebih indah dari melakukan hal yang bisa dapat banyak uang. Wait. Gue jadi kasihan sama Ali.Gue sedang berdiri di depan sebuah tembok kosong. Banyak cat di sekitar gue juga banyak orang, banyak teman."Arjuna, tembok yang itu lo urus ya? Gue sama Kevin ke tembok sebelah. Peserta yang disana mendadak out. Kosong. Kan sayang kalo nggak digambar."Gue ikut mural. Karena gue mahasiswa seni? Enggak juga. Setelah masuk seni, gue jadi suka gambar. Kata temen gue, gambar itu bisa disebut healing. Wait. Kawan gue. Sebentar."Kevin misah. Sekarang kampus jadi dua tim yang ikut. Gue sama lo dan Kevin sama Rangga berdua." Jeli berkata tenang.&

  • ARJUNA   After Arjuna Bag 2

    Saka PoV***"RAJENDRA!! KATA IBUK KAMU DISURUH PULANG. CEPETAN KATANYA!" itu teriakan yang gue dengar. Sumpah, nyaring banget."BENTAR!!" dan itu jawab gue nggak kalah ngegas. Gue masih asik nguyah jambu biji ketika cewek yang tadi berteriak menyodokkan gagang sapu kearah gue."Eh, sianjing. Jangan gitu. Nanti gue jatuh.""Kamu tuh disuruh beli bawang. Balik dulu baru maling jambu."Informasinya gue nggak lagi maling. Pohon jambu yang sekarang gue panjat tidak berpemilik. Atau, sebenernya ada, tapi goib. Soalnya di depan rumah kosong.Oh iya. Bawang. Gue belum beli. Gue turun dari pohon setelah metik satu buah jambu lagi, lantas berjalan ke toko kelontong yang jual bawang. Cewek bersuara nyaring tadi masih ngikutin."Kamu betulan nggak mau ke Jakarta?"Pertanyaan secara tiba-tiba. Gue menggigit jambu kecil kemudian mengunyahnya singkat."Kan gue udah jadi karyawan tetap disini.

  • ARJUNA   After Arjuna Bag 1

    Raina PoVHalo, gue Raina. Diluar hujan dan cukup dingin. Gue hanya ingin bertanya bagaimana kabar kalian. Semoga baik. Setelah pada akhirnya gue pergi sangat jauh, gue menemukan banyak hal baru. Tentang pertemanan, tentang luka, tentang cinta dan sesuatu yang paling gue cari, tentang pulang. California tidak begitu buruk. Gue melewati hari dengan baik-baik saja. Gue bahkan bisa jalan-jalan, sengaja tertidur di teras minimarket atau keliling dengan angkutan umum hingga gue lupa dimana gue berada.Makanan di negara ini berbeda dengan Indonesia, itu salah satu hal yang gue rindu. Iya, salah satu doang. Yang lainnya? Gue merindukan seseorang.Penerbangan gue di jam 10 pagi, dan disini gue berada. Duduk seorang diri menatap tiket penerbangan dan, oh, ponsel gue bergetar. Dari Mama."Halo, Ma." Gue menyapa dengan riang. Suara diujung sana tak kalah riang. Ah, gue jadi rindu."Udah mau terbang?" tanyanya."Bentar lagi. De

  • ARJUNA   Bab 51

    ***"Ati-ati, Rai. Kabar kabar ke kita kalo ada apa-apa." Saka berkata pelan. Menatap mata Raina yang berkaca meski dengan sekuat tenaga dia menyembunyikannya."Jangan lupa sama gue. Apalagi seblak jeletot buatan gue. Kalo lo kangen, bilang aja. Nanti gue kesana." Ecan ikutan berkomentar."Halah, kayak punya duit aja lo." Saka mengejek. Sedang Raina malah terkekeh kecil."Jual ginjal dulu nanti." Kelakarnya."Ngaco, lo." Raina memukul ringan bahu Ecan. "Cuma sampe selesai kuliah. Nanti gue langsung pulang.""Lebaran pulang, dong. Nanti gue bawain nastar dari Bandung.""Bedanya nastar Bandung sama Jakarta apa?" Lia bertanya."Sama kayaknya. Kalo yang di Bandung sih buatan nyokap."Raina tersenyum. Iya, dia akan rindu.Jam keberangkatan pesawat Raina masih satu jam lagi. Dia masih harus menunggu hingga waktu itu tiba. Dan waktu menunggu yang orang orang lakukan menjadi beda

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status