"Aduh itu orang tolol banget!" sarkasnya sambil memegang kepala.
"Ada apa, Neng?" tanya Bi Minah tiba-tiba yang sedang menyiram bunga.
Bi Minah diperintahkan oleh Asfha untuk memanggilnya 'Neng'. Entah kenapa jika Asfha dipanggil 'Nona' dia selalu marah, karena tidak ingin Asfha marah akhirnya dia nurut.
"Enggak, Bi. Lanjutin aja nyiramnya! Udah makan belom, Bi?" tanyanya perhatian.
Asfha adalah anak majikan dari pembantu. Tetapi Asfha selalu perhatian, tidak hanya dengan orang yang berada didalam rumah dengan orang yang diluar rumah juga. Orang tuanya selalu mendidik agar Asfha selalu adil dengan siapapun tidak memilih antara si kaya atau si miskin. Asfha juga di didik untuk memandang semua orang itu sama derajatnya.
Bi Minah adalah salah satu pembantu, dia sudah 10 tahun bekerja dengan orang tua Asfha. Sedari kecil Asfha dirawat oleh Bi Minah, makanya dia dekat dengan Bi Minah.
"Udah, Neng," jawabnya.
"Oh ya udah, aku masuk dulu dadah, Bibi," ucapnya memberi kiss jarak jauh.
"Hadeuh Neng Asfha tingkahmu itu," ucapnya sambil menggelengkan kepala.
"Ada apa Bi Minah?" tanya seorang lelaki bernama Udin, dia adalah seorang satpam.
"Eh siah," ucap Bi Minah yang kaget ditanya secara tiba-tiba dan tak sengaja menyiram muka Mang Udin, alhasil seluruh bajunya basah.
"Minah! Ini saya Udin," ucapnya yang masih diserang siraman air.
"Sok kamu teh saha? Datang-datang ngagetin hmm."
"Heh, Minah! Ini saya Udin," teriaknya. Sedetik Bi Minah merenung.
"Bentar-bentar ko kayak kenal ya suaranya," ucapnya sambil menurunkan saluran air. Setelah dilihat secara jelas, Bi Minah kaget tak menyangka bahwa Mang Udin yang telah dia siram.
"Huwalah, Udin. Kamu teh kenapa gak bilang atuh," lanjutnya menggigit jempol tangan ibu jarinya karena takut diamuk.
Mang Udin posisi sigap matanya melotot kumis yang tebalnya terangkat karena emosi yang akan meluap.
"Minah!!!" panggilnya geram.
"Iya Aa Udin? Neng Minah disini," ucapnya dengan langkah mundur.
"Sini kamu!!!"
Mang Udin mengampil saluran air dan langsung disemprotkan ke muka Bi Minah.
"Udin!!!" jeritnya.
Bi Minah pergi ke kran air dan langsung mematikan saluran air itu. Bi Minah yang tak terima, dia mengejar dan Mang Udin lari dan terjadilah saling kejar mengejar.
Asfha yang berada diruang tamu mendengar teriakan Bi Minah langsung buru-buru keluar takut terjadi apa-apa. Namun setelah dia keluar, Asfha ketawa dia disuguhkan seperti film kartun yang berjudul Tom And Jerry.
"Hahaha lagi ngapain Mang Udin? Bi Minah? Cinlok nih yeh," teriaknya sambil ketawa.
"Ada apa, sayang?" tanya Papahnya.
"Eh, Papah tuh lagi liat Tom And Jerry," tunjuknya dengan bibir.
Papahnya langsung terkekeh melihat kedua pegawai itu. Papah Asfha terlahir dari orang yang sangat kurang berada kehidupannya penuh luka liku tapi karena ada tekad yang kuat, dia mampu menerobos semua rintangan dalam hidupnya sampai sekarang Papah Asfha mempunyai segalanya.
"Mang Udin? Bi Minah? Kalian lagi main apa?" tanya Papah. Mereka berhenti dan langsung menghampiri ayah dan anak itu.
"Ini, Tuan. Dia nyiram saya," adu Bi Minah.
"Eh kamu duluan, Minah," timpal Mang Udin tak terima disalahkan.
"Cinlok kali," goda Asfha.
"Cilok?" tanya kedua pekerja itu dan saling pandang.
"Cieee barengan lagi, C-I-N-L-O-K kepanjangan dari Cinta Lokasi."
"Aduh, Neng amit-amit. Kudu cinta ka si Udin," tolak Bi Minah.
"Euh kamu belum tau jurus cinta saya? Kasih cinta dikit udah kelepek-kelepek kayak ikan mujair, Minah Markonah."
"So' tau kamu tèh nya. Saya mah tetep gak mau mending cari yang lain."
"Haduh kalian ini udah tua juga. Gak malu apa sama anak saya?" sanggah Papah Asfha.
"Hehehe iya, Tuan. Kamu sih," ucap Bi Minah menyalahkan Mang Udin lagi.
"Terus aja nyalahin. Saya mah gak ada benernya nasib-nasib," pasrahnya.
"Sedari diri kamu mah selalu salah," sewot Bi Minah terus saja menyudutkan Mang Udin. Dan yang disudutkan hanya diam dengan kepala menunduk.
"Tuan. Saya ke dalem dulu mau ganti baju permisi," pamit Bi Minah dan pergi.
Ayah dan anak itu kini melihat penampilan Mang Udin yang masih menunduk dengan pakaian yang cukup basah. Sekilas Papah membisikkan kepada Asfha dan entah apa yang dibicarakan. Asfha mengeluarkan jempol dua, perlahan Asfha mendekati Mang Udin dan langsung menepuk pundaknya dengan posisi kuda-kuda.
"Mang Udin!" panggilnya mengagetkan.
"Sok siah kamu berani sama saya?" ucapnya dengan posisi langsung kuda-kuda dan tangan yang sudah siap menahan serangan.
"Haha Mang Udin! Ini Asfha, Mang! tawanya lepas apalagi melihat muka Mang Udin yang akan menangkap maling.
Mang Udin yang baru sadar telah melakukan tingkah konyol apalagi didepan majikan, dia kembali ke posisi biasa.
"Eh iya, Neng?"
"Haha itu baju basah kuyup gak dingin?"
"Lah si Eneng malah nanya ya dingin atuh. Euleuh-euleuh kenapa nggak pelan-pelan atuh Neng! Amang tadi teh tidur hehe. Saya tèh permisi aja, Tuan," pamitnya pergi.
"Aduh mereka itu ada-ada saja kelakuannya apalagi liat tingkah Mang Udin haha. Kamu juga mau maen siram-siraman?" tawar Papahnya pada Asfha.
"Ih gak mau, Papah aja sono sama Mamah," ucapnya langsung lari kedalam rumah karena takut disiram beneran.
Fika tersenyum bahagia, dia juga memeluknya kembali."Oke. Gue minta maaf, Fha. Gue udah salah paham sama lo, harusnya gue lebih sadar dan berpikir dulu sebelum dimasukin ke hati.""Gak usah minta maaf. Harusnya yang minta maaf itu gue, karena lo korban dari bentakan nada bicara gue dari kesekian orang. Hahaha, lagian salah lo juga sih apa-apa dimasukin ke hati.""Haha iya-iya. Tapi, sekarang gue lebih bersyukur punya sahabat seperti lo.""Jadi sebelumnya lo gak pernah bersyukur?" tanya menguraikan pelukan dan langsung menatap lekat sahabatnya."Hilih kebalikan nih, jadi lo yang dimasukin kehati."
Jam 8 pagi matahari sudah nampak diatas nabastala memancarkan cahaya menerangi alam semesta. Indahnya pancaran itu memberi kesejukan bagi penghuni makhluk yang berada di bumi dan langit.Dilangit Kicauan burung berbondong-bondong mengelilingi angkasa. Dibumi pohon bersemi kembali, lantas nikmat mana yang kami dustakan?"Satu dua satu dua.""Fha mau gak?" tawar Fika membawa kantung kresek hitam yang berisi makanan.Asfha menoleh lalu menghampirinya.Dua makhluk itu sedang berolahraga dibelakang rumah Asfha mengisi waktu libur dihari minggu. Sudah hampir 2 jam mereka melakukan runititas itu.
Lelaki itu memangutkan kepala. "Ya gapapa. Katanya belum beres belanjanya? Dilanjut!"Asfha menyengir kuda, sebenarnya bukan belum selesai belanja tapi karena dia ingin berlama-lama dengan lelaki itu."Ah nggak udah ko," alibinya."Oh udah? Pulang gih! Nanti orang tua lo marah. Gak baik anak gadis keluyuran lama-lama diluar tengah malem!"Asfha mendengus kesal mencibirkan bibirnya. Lelaki itu tak mengerti apa yang diinginkan Asfha. Dengan seperti itu keinginannya harus musnah tertelan sebelum waktunya, dia tak bisa mencari alasan lagi hanya pasrah.Bingung jika harus saling diam akhirnya Asfha izin untuk pamit pulang terlebih dahulu.
Tit Tit TitAsfha memalingkan wajahnya melihat kedepan ternyata benar suara mobil itu berhenti tepat didepan rumahnya."Tuh kayaknya udah dateng. Izinin yah? Bentar doang … hmm yah bener deh bentar doang. Kesian Fika udah kesini kalo aku gak diizinin," pintanya memelas."Ya udah, Pah. Izinin ajah, mereka cuma belanja," ucap Mamahnya membantu meminta izin.Papahnya dia sejenak, berpaling melirik Asfha. "Ya udah sana. Tapi hati-hati jangan ngebut apalagi sambil bercanda!""Yey oke siap, Pah," jawabnya antusias sambil hormat.Asfha berdiri dan menyalami orang tuanya. Dia juga diantar oleh
"Haduh. Huft hah huft hah."Asfha mencoba menormalkan pernapasannya. Dia berjalan kembali menghampiri meja lalu menengok kearah bawah, dia penasaran siapa yang telah bersikap tidak sopan."Keluar!" titahnya sambil menggebrakkan meja.Orang yang berada dibawah itu menoleh. "Ada apa, Neng?" tanyanya sambil keluar tanpa berdosa."Oh kamu, Mang. Cepet-cepet keluar!"Semua orang ikut keluar dan menunggu apa yang akan terjadi."Amang kentut ya?" tanya Asfha to the point.Mang Udin menyengir. "Iya hehe, tapi tadi loh kentutnya."
Deras hujan mengguyur rumah disertai gemerlapan petir, jalan basah kuyup, pepohonan ikut bergoyang karena tiupan angin.Tang kolentrang tangSuara rintikan hujan menggema berirama diatap rumah, apalagi atap rumah itu terbuat dari Asbes.Ruangan cukup redup hanya pancaran cahaya remang-remang terdapat seorang gadis sedang belajar, ralat bukan belajar melainkan melukis. Gadis itu mencoreng-coreng tinta diatas kertas putih. Lukisan itu menampakkan kepala seseorang, entah laki-laki atau perempuan yang jelas lukisan itu baru separuh.Namun ditengah kepokusan melukis, dia merasa terganggu dengan adanya suara kebisikan tang kolentrang yang terdengar keras dan semakin keras.
Pergerakan Asfha terhenti disaat dia sudah membuka pintu. Asfha menuruti dan masuk, Pak Alzam memutar dan duduk didekat Asfha tepatnya ditempat pengemudi, dia memakai sabuk pengaman. Dirasa sudah siap, Pak Alzam belum melajukan mobilnya melainkan memajukan badan yang berada didepan muka Asfha. Muka mereka hanya berjarak beberapa cm. Asfha membelalakan matanya jarak antara wajah mereka sangat dekat pergerakan Asfha pun terkunci, dia menahan napas kuat-kuat. Pak Alzam pun tak dapat terbohongi hatinya ikut berdebar, sebelum beranjak dia sempat melirik Asfha. Mata mereka saling bertemu debaran-debaran dihati mereka semakin kencang. Rasa canggung dan keringat mengajalar menusuk jiwa mereka. "Emm a-nu, Pak," lirihnya terbata-bata.  
Aksan bisa merasakan bahwa badan Sang Ibu bergetar isakan itu pun menjalar terdengar jelas. Aksan menguraikan pelukan menatatap terlihat mata sembab lalu diusap jejak air matanya dan Sang Ibu menerbitkan senyuman diterima hangat oleh Aksan."Jangan nangis!" lirihnya."Nggak sayang. Jadi bagaimana dengan gadis itu? Apakah kamu menyukainya?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.Gerakan Aksan yang mengusap jejak air mata Sang Ibu berhenti. Dia ingin sekali menjelaskan namun terselip rasa malu dalam benaknya. Selama ini juga dia tidak pernah bercerita siapapun yang sudah mengusik hatinya."Ceritalah, Nak!" titahnya seolah-olah tahu jika dia sedang malu.
Tok tok tok Ketukan suara pintu, Fika yang sedang duduk santay dengan rasa malas dia terpaksa berdiri lalu berjalan membuka pintu tersebut, disaat dibuka ternyata yang datang adalah Asfha dan seorang lelaki yang berada dibelakangnya adalah Pak Alzam. Awalnya Fika akan memarahi namun disaat dia melihat Pak Alzam, dia mengerutkan keningnya seolah-olah menanyakan kenapa bisa dengannya? Asfha tahu jika Fika menanyakan tapi dia tidak menjawabnya melainkan masuk begitu saja, dia berjalan ke brangkas melihat temanya seperti orang yang sudah tak berdaya. Dia menatap sahabatnya itu dengan tatapan biasa, dilihat dari ujung kepala sampai ujung kaki sekujur wajahnya bengkak karena pukulan matanya pun sampai tak terlihat.