Share

Terpesona

"Aaaaaa ganteng banget, Guys! Sumpah mau pingsan gue!!"

Teriakan histeris dari perkumpulan para cewek yang tengah duduk pada bangku yang tersedia di pinggir jalan itu benar-benar alihkan atensi sekitar. Baru saja Rio berlaku nakal. Kedipan satu mata ia lontarkan. Tak lupa dengan senyum miring penuh angkuh terukir pada bibir terbelah berwarna merah jambu miliknya itu. Sengaja menggoda perkumpulan cewek-cewek di seberang sana yang sedari tadi memfokuskan obsidian pada dirinya. Terpesona?

"Abang ganteng ke sini, dong!" Seruan melengking salah satu dari mereka terdengar memenuhi jalanan raya yang penuh lalu lalang berbagai macam kendaraan transportasi darat.

Rio menoleh pada mereka. Memberikan atensi sepenuhnya bikin cewek-cewek itu kembali belingsatan tak karuan. Merasa dikasih lampu ijo. Rio jadi terkekeh dibuatnya ketika telinganya mendengar mereka saling melempar ucapan satu sama lain. Seperti bilang ...

"Jemput ajakin ke sini, We! Biar bisa foto bareng."

"Hahaha! Bener banget, Woi. Pamerin ke mantan, ngenes lah dia pacar baru jauh lebih ganteng."

Rio menggigit bibir bawahnya, gemas sendiri pada cewek-cewek itu yang sepertinya masih menduduki bangku kuliah. Masih pelajar aja udah genit begitu. Ia menyugar rambutnya sekali. Gak ada motif apapun melakukannya, biar keren aja. Udah.

Sudah diberi banyak sekali lambaian, Rio abai saja. Ia melenggang begitu saja dari mereka, sebelumnya telah memberi lambaian pertanda ia akan lanjut pergi. Malas meladeni mereka karena Rio saat ini sedang lapar. Pun ia tak suka mereka yang masih bocah. Semisal serius hendak mencari seorang wanita, tentu Rio akan cari yang dewasa. Lebih terlihat menantang dan menggairahkan.

Samar-samar terdengar suara keluhan mereka setelah kepergian Rio bikin cowok itu geleng-geleng kepala. Mau juga mereka sama om-om?  Jika ditaksir dari umur, Rio tak masalah mengakuinya. Ia memang sudah pantas disebut sebagai om-om.

Setelah insiden ia lari dari amukan bibi-nya tadi, Rio benar-benar pergi dan sekarang sedang menelusuri jalanan ibu kota Jakarta. Ya, hanya jalan kaki saja. Ia tak punya kendaraan.

Sejujurnya ada banyak sekali gedung-gedung besar yang ia lewati sedari tadi. Akan tetapi, benar-benar ada satu yang menarik atensi Rio. Saat ini ia sudah berhadapan dengan gedung yang dari tadi sangat menarik perhatiannya itu. Perlahan, tapi pasti ... Rio mendongak ke atas. Kelopak matanya jadi menyipit akibat silau yang menerpa.

Sungguh benar adanya. Ketika Rio memandang ke atas untuk mencari ujung dari lantai tertinggi gedung ini, bagian atas sana seolah telah tertutup oleh awan. Benar-benar pemandangan yang sangat menakjubkan. Rio terpukau. Ia berdecak seraya berkacak pinggang dengan mulut yang menganga tanpa sadar memandangi arsitektur bangunan gedung tersebut yang tampak paripurna.

Akan lebih baik seandainya Rio menjadi CEO di sana. Menjadi the big bos yang memiliki banyak karyawan dan dihormati oleh semua orang. Harusnya dulu ia kuliah di managemen bisnis, bukan malah menjadi petani seperti ini. Ah orang tua hanya memaksakan kehendak mereka saja. Dipikir masa depan seorang anak ada di tangan mereka dan mereka bisa semuanya menentukan? Dasar pemikiran dangkal!

Kembali berhalu menjadi seorang CEO. Tampan juga kaya raya. Mau dapatkan wanita yang disukai tinggal main tunjuk saja.

Seolah masih berada dalam dunia halu, Rio menemukan seorang bidadari keluar dari pintu surga. Makin menganga mulutnya tak percaya dengan apa yang matanya lihat. Sungguh, ia terpesona dengan paras elok dan rupawan sang bidada–

Brak!

"Setan!" Rio terlonjak kaget ketika bahunya ditabrak cukup keras. Ia langsung menoleh dan mencari si pelaku yang sudah menghancurkan imajinasi yang telah ia susun tinggi dengan susah payah itu.

"Maksud lo apa!" Rio marah. Ia mendorong secara kasar bahu seorang cowok yang berjalan melewatinya.

"Maaf, Bang, gak sengaja. Lagian lo hampir ke tengah kalo ditabrak mobil entar meninggoy nyusahin gue doang diminta jadi saksi."

Rio mendelik. "Jahanam lo!" umpatnya. Sementara cowok itu sudah ngacir pergi. Rio berdecak kesal karenanya. Kembali lagi ia menoleh pada pintu utama gedung perusaan tadi. Alhamdulillah matanya masih menangkap siluet sosok perempuan cantik yang telah bikin ia terpesona.

Wanita berpakaian formal dengan highells ber-hak tinggi itu berjalan dengan anggun keluar dari gedung. Rambutnya tergerai indah, sangat cantik sekali. Rok yang dikenakannya pun hanya sebatas lutut, memamerkan kakinya yang putih mulus dengan ukuran pas dan ideal.

Tentu saja bikin Rio terpesona dalam sekali pandang. Netranya seolah terhipnotis untuk mengikuti tiap pergerakan yang ditimbulkan oleh wanita tersebut.

Senyuman Rio mengembang lebar kala melihat wanita tadi masuk ke dalam cafe yang berlokasi tepat di depan kantor gedung. Otak pintarnya itu dengan cepat memforsir sebuah ide. Dengan langkah cepat pula ia ikut masuk ke dalam cafe tersebut.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status