Share

Baby

Biasanya pada dinding kamar mandi terdapat paku yang sengaja ditancap di sana untuk gantungan; cantelan; dan kegunaan yang lain sebagainya. Dan pada kamar mandi yang digunakan Rio saat ini pun sama. Ia menggunakannya untuk menggantung handuk selama ia melaksanakan ritual mandi. Usai mandi lelaki itu menyambar handuk yang tercantel tersebut dan memakainya untuk menutupi bagian pusakanya. Rio melilitkan handuk tersebut di pinggangnya sambil menuju ke arah kaca. Di depan kaca Rio menyugar rambutnya yang basah lalu mengacak-acaknya secara asal. Rambutnya yang panjang untuk ukuran laki-laki itu jadi menutupi sebagian wajahnya, pun airnya mengalir dari kening dan menetes sampai di bawah dagu.

Tampak fresh sekali dan bahkan ciptakan kesan cool yang sangat keren. Rio tersenyum smirk, penuh gaya di depan kaca entah apa faedahnya.

Setelahnya tiba-tiba saja Rio terbahak, ia geleng-gelengin kepala dan segera keluar dari kamar mandi. Entah apa yang sedang ia pikirkan, hanya Rio dan tuhan saja yang tahu.

Ya, usai dia diomeli oleh bibinya perkara kipas angin, ah ... mengingatnya lagi hanya bikin Rio gondok saja. Setelah itu Rio benar-benar masuk kamar dan mandi. Mood main game-nya menghilang seketika! Ya, bagaimana juga mau lanjut main game, 'kan? Kalau dirinya tetap di sana, bibinya itu tak berhenti ngomel. Nambah pening kepala Rio saja. Main di kamar, kamar yang diberikan oleh paman dan bibinya di rumah ini suasananya sangat sumpek, panas, dan pengap. Mana betah Rio berlama-lama di sini. Ibaratnya tempat yang harusnya jadi kamar, tapi cuma jadi tempat simpan baju. Rio lebih suka beraktivitas di ruang tamu. Seperti tidur, main game, makan, main hape, dan apapun itu yang lainnya. Ruang tamu lebih mending, sih. Walau sama panasnya, tapi setidaknya angin bisa masuk sedikit dari celah ventilasi yang tersedia. Ganti baju entah di mana-mana, bebas saja bagi Rio. Lelaki itu tak ada malu sama sekali di sini.

Rio pakai baju kaos dengan bawahan celana setengah lutut. Cowok itu menggosok-gosok rambutnya dengan handuk ijo tadi. Akan tetapi, tetap saja tak bisa kering benar, masih saja ada sisa-sisa air menggenang. Rio malas ribet dan membiarkannya saja. Nanti juga kering sendiri.

Cowok itu nyambar dompet hitamnya yang tergeletak di atas lemari. Tanpa perlu mengeceknya lebih dulu Rio juga sudah tahu bahwa dompetnya itu memang tak ada isi. Rio memasukkannya ke dalam kantong celana. Gak papa, buat gayaan aja.

Kepalanya menunduk, lebih tepatnya menatap pada perut. Tangan putih mulusnya yang sedikit berurat itu menyentuh bagian tersebut perlahan.

"Bentar, ya, nyolong dulu makan di RM," celetuknya lalu terkekeh-kekeh tak jelas.

Bibinya memang sudah rampung masak tadi. Namun, lauknya cuma tempe, sayur, dan sambal saja. Sangat mengecewakan sekali. Rio tak mau makannya.

"3 biji doang yang dimasak lamanya minta ampun. Dasar lemot!" katanya menghina.

Cowok itu petantang-petenteng keluar dari kamarnya. Ia menemukan anak yang masih berumur 1 tahun tengah berbaring di lantai beralas kasur mini juga. Heboh sendiri mengangkat-angkat kaki dan tertawa tak jelas. Saat anak tersebut menatap Rio, Rafa langsung mengangkat tangannya dan mengarahkannya pada Rio yang berdiri di depan pintu kamar.

"Aaa, bwua baba," gumamnya tak jelas.

Rio menggaruk rambutnya yang tiba-tiba saja gatal. Ia tak paham apa yang bocil itu katakan. Dengan malas-malasan ia berjalan menghampiri adik sepupunya itu. Sementara kepalanya celingak-celinguk pada seisi rumah. Decakan kesal keluar dari bibir pink yang memang ia pakai liptin sedikit tadi.

Rio be like: Biar kayak hyung-hyung:v

"Emaknya mana, sih!" kesalnya. "Ditinggal mulu anak. Udah nangis gue yang disalahin. Kan, anjing!" Rio ngomel.

Kini obsidian Rio tertuju pada Rafa, bocil 1 tahun yang berpipi gembul. Kedua bibir bocah itu sibuk mengemut dot. Rio mengangkat dagu memandangnya.

"Apa?" tanyanya songong.

"Bwaa bababwa ...." Rafa menjawab dengan celotehan tak jelas. Matanya menatap Rio seperti minta dikasihani. Kedua tangannya terangkat ... seperti minta gendong? Entahlah, Rio hanya menebaknya saja.

Maka dari itu Rio meraih bocil itu, mengangkat tubuh mungilnya dari posisi berbaring hingga buat Rafa berteriak karena kegirangan. Bahkan dotnya sampai terjatuh. Rio memperhatikan Rafa yang sibuk sendiri dengan dunia kecilnya. Tanpa sadar sudut bibir Rio tertarik hingga ciptakan sebuah senyuman tipis. Sangat tipis sampai tak ada yang menyadari bahwa Rio baru saja tersenyum.

"Kayaknya enak, deh, kalo gue punya anak," gumam Rio sambil menghayal. Tak berapa lama matanya melotot. Ekspresinya tunjukkan raut terpukau. "Waaah ... ck, ck, ck!" Rio geleng-geleng kepala. "Enakan bikinnya, sih ... bwuahahaha!"

"Aaaaaa!" Teriakan bayi itu begitu melengking hingga menyakiti gendang telinga Rio. Saking kagetnya sampai bocah itu lepas dari gendongannya dan berakhir jatuh terjungkal ke lantai.

"Anjir!" kaget Rio. Tanpa bertanggung jawab ia langsung ngacir kabur melarikan diri keluar dari rumah. Tepat saat itu juga tangisan Rafa melengking memenuhi seisi rumah bahkan sampai ke luar.

Tak lama setelahnya menyusul amukan menggelegar dari bibinya itu.

"GAK ADA HABIS-HABISNYA LO GANGGUIN ANAK GUE, RIO! GUE LAGI BOKER PUN JADI GAK BISA TENANG GEGARA LO!"

Lia menarik kerah bajunya sambil berjalan ke pintu utama. Ekspresinya pun sudah sangat mengerikan.

"KEMANA LO, HAH?! SINI BALIK. BETUMBUK SAMA GUA!"

Di sisi lain Rio sudah berlari secepat mungkin. Percayalah jantungnya seperti berdisko di dalam sana. Dag dig dug-nya sampai terdengar di telinga Rio. Setelah merasa sudah cukup jauh ia menoleh ke belakang seraya mengelus-elus dada.

"Huft ... alhamdulillah."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status