Rian dan Kina saling tatap satu sama lain. Setelah mereka turun dan pesawat, mereka berdua terdiam sejenak. Sedangkan Radit dan Elina sudah lebih dulu pergi. “Kenapa kita tidak mengikuti mereka saja?”umpat Kina. Rian menoleh kearah Kina dengan sekilas. “Kalau kita langsung menyusul mereka, maka mereka akan curiga kalau kita mengikutinya. Jadi kita diam dulu.”"Terus kita mau ke mana? Ini kita bawa koper.""Kita pesan hotel saja untuk menyimpan barang. Setelah itu kita makan di restoran, sepertinya aku lapar,” kata Rian. “Baiklah, kita pilih hotel saja, setelah itu kita berdua pesan makan," kata Kina. Rian mengangguk sambil tersenyum, lalu mereka berdua memesan mobil untuk berangkat ke hotel. Setelah memesan mobil lewat aplikasi, Rian dan Kina menaiki taksi online menuju hotel yang telah mereka pilih tidak jauh dari bandara. Sepanjang perjalanan, keduanya masih terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Kina menatap ke luar jendela, memperhatikan jalanan kota yang tampak asing n
Elina dan Radit sekarang sudah berada di bandara, mereka akan pergi ke Lombok sekarang. Radit membawa koper bersama dengan Elina. Radit menarik koper besar berwarna hitam sambil sesekali mencuri pandang ke arah Elina, istrinya yang kini mengenakan gaun santai berwarna biru langit dan kacamata hitam yang sedikit melorot di ujung hidung. Ada senyum kecil di bibirnya, senyum yang hanya muncul ketika ia benar-benar bahagia."Deg-degan juga ya," ujar Elina sambil menggenggam tangan Radit lebih erat."Deg-degan kenapa? Ini kan bukan pertama kali kita naik pesawat," goda Radit ringan."Bukan soal pesawatnya... Tapi ini pertama kalinya kita benar-benar pergi berdua. Liburan, tanpa gangguan, tanpa kerjaan... tanpa Jio," ujarnya sambil menunduk sedikit.Radit tersenyum lembut. Ia lalu mengangkat dagu Elina dengan ujung jarinya. "Kamu benar. Tetapi kamu harus ingat dengan misi kita.""Tentu saja, aku akan selalu ingat dengan misi kita," kata Elina. Mereka masuk ke dalam pesawat dan tidak senga
Elina terbangun dari tidurnya, dia mengingat malam panas dirinya bersama dengan Radit yang memang begitu sangat manis. Mengingat itu membuat pipi Elina jadi panas. Sampai dia melirik kearah samping. Dia tidak menemukan kebenaran Radit. "Dia ke mana?" batin Elina tidak menemukan Radit. Sampai tak lama kemudian, seseorang yang dia cari langsung muncul lewat pintu kamarnya sambil membawakan sebuah sandwich. "Selamat pagi."Radit memberikan sebuah kecupan manis pada Elina. Sedangkan Elina menutupi tubuhnya dengan selimut. Dia tidak menyangka kalau Radit sudah bangun lebih dulu daripada dirinya. "Kamu sudah bangun, Radit. Aku tidak menyangka sama sekali kalau kamu sudah bangun.""Kamu lupa kalau hari ini kita akan ke lombok, koper kamu sudah aku siapkan."Radit tersenyum ketika mengatakan itu karena mereka akan pergi bulan madu. "Kamu membereskan semuanya?" tanya Elina. "Iya, habis sarapan kamu mandi yah. Kita bisa langsung berangkat ke bandara," kata Radit. Elina tidak menyangka
Bela yang memang tahu tempat di mana Rehan bekerja pun memutuskan untuk datang ke sana ditemani oleh Dani. Kebetulan Bela habis cek up dan malak kepikiran tentang kasus Elina. "Kamu yakin kalau ini adalah kantor tempat di mana Rehan bekerja?" tanya Dani. Bela hanya membenarkan semuanya. Dia yakin kalau memang ini adalah tempatnya. "Aku yakin.""Padahal aku tidak mau melibatkan kamu karena lagi hamil, sekarang aku atau melakukan ini demi kamu," kata Dani. Bela yang mendengar itu pun hanya tersenyum dengan tipis saja, dia tahu kalau memang Dani khawatir dengan dirinya sekarang. "Iya gak papa. Justru kalau ini gak selesai, aku tidak akan tenang.""Yaudah kamu tunggu aja di sini yah. Biar aku yang masuk ke dalam kantornya," saran Dani. "Kamu yakin?" tanya Bela. Dani hanya mengangguk sambil mengelus perutnya Bela. Memberikan sebuah kehangatan pada wanita itu. "Iya, kamu tenang yah. Aku ke dalam."Bela tersenyum tipis sambil melirik kearah Dani yang kini sudah akan pergi dari tempa
Rian tersenyum bahagia setelah menemukan siapa pelakunya, tetapi tentang motif itu, dia sama sekali tidak tahu. "Permisi, Rian."Rian menoleh cepat. Suara itu… akrab, tapi terasa asing di saat yang sama. Di depan pintu, berdiri Kina, perempuan yang selama ini selalu terlihat tenang, tapi kini wajahnya terlihat berbeda, tegang, bahkan sedikit ketakutan.“Kina?” Rian mengerutkan kening, mencoba membaca ekspresi perempuan itu. “Ada apa?”Kina melangkah pelan, lalu menatap Rian dalam-dalam, seolah ingin memastikan sesuatu sebelum berbicara."Aku sudah tahu kalau pelakunya adalah kekasihnya Maya." Jantung Rian berdetak lebih cepat. Suasana di ruangan itu mendadak menjadi berat. Angin sore yang menerobos jendela pun seakan ikut terdiam, menyisakan keheningan yang menegangkan."Kamu sudah tahu?" tanya Rian tidak menyangka kalau Kina akan tahu lebih cepat dari yang dia duga. "Ketika Elina menghubungi aku, mengatakan kalau ada yang meneror dia, aku langsung merasa curiga dan menyelidiki sem
Dani menoleh kearah Radit. "Apa tidak ada orang yang kamu curigai?""Aku tidak tahu, tidak ada orang yang aku curigai, semuanya sudah masuk penjara," kata Radit. "Bukannya ada satu yang tidak kamu penjarakan," kata Dani. "Maksud kamu adalah Maya?" tanya Radit mengingat satu orang yang memang belum dia penjarakan. Dia teringat dengan Maya yang memang dia suruh bekerja di Persija cabang. Tidak mungkin kalau dia melakukan hal gila seperti itu. Lagian Maya juga pasti ketakutan jika berhadapan dengan dirinya. "Dia tidak mungkin," kata Radit. "Iya Dani, walaupun begitu keliatan kok Maya sudah berubah. Aku melihat sendiri di akun sosial medianya. Kalau dia tampak senang sekarang."Bela membuka ponselnya dan memperlihatkan akun sosial media Maya, termasuk dengan kekasihnya yang memang diposting di sana. "Coba kamu lihat, ini Maya lagi bahagia, tidak mungkin kalau dia pelakunya," kata Bela yang kini memperlihatkan akun sosial media milik Maya. Dani melihat dengan seksama Maya dengan kek