Home / Romansa / ASI Untuk Bosku / Bab 5 Elina Rindu Anaknya

Share

Bab 5 Elina Rindu Anaknya

Author: Manila Z
last update Last Updated: 2025-03-01 18:21:43

Elina menghela napas lega begitu berhasil keluar dari kamar Radit. Rasa takut dan cemas yang tadi menyelimuti dirinya kini sedikit mereda, meskipun tetap ada perasaan aneh yang mengganjal. Dia merasa seperti baru saja terlepas dari situasi yang bisa berakhir sangat buruk. Tapi, ada satu hal yang terus menghantui pikirannya. Apa maksud wanita itu menyuruhnya masuk ke kamar Radit?

"Kenapa Lisa suruh aku masuk tadi?" batin Elina, matanya menatap kosong ke depan. Semua ini terasa seperti sebuah teka-teki yang belum terpecahkan, dan Elina tahu dia harus mencari jawaban.

Baru beberapa langkah keluar, matanya bertemu dengan Lisa. Wanita itu berdiri di ujung koridor, menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan. Sepertinya, Lisa tahu lebih banyak dari yang Elina kira, dan itu membuatnya semakin penasaran.

"Ah, kamu sudah keluar?" tanya Lisa dengan nada yang agak terkejut, meskipun Elina bisa melihat sedikit kelegaan di wajahnya.

Elina langsung menatap Lisa dengan sorot mata tajam. Dia merasa ada yang disembunyikan oleh wanita itu, dan dia tak akan berhenti sebelum menemukan jawaban.

"Apa maksudnya kamu menyuruh aku masuk ke dalam kamar Pak Radit tadi?" tanya Elina langsung, tanpa basa-basi, suaranya terdengar lebih dingin dari yang dia niatkan.

Lisa tampak terkejut, dan terlihat sedikit gugup. Namun, dia segera mencoba menyembunyikan kegugupannya dengan senyum kecil. "Ah, iya... tadi Pak Radit memanggil kamu," jawab Lisa sambil menghindari tatapan Elina.

Elina merasa ada yang aneh dengan jawaban itu. Dia tahu betul bahwa Radit baru saja keluar dari kamarnya dan tidak ada tanda-tanda bahwa pria itu memanggilnya. Sifat Lisa yang cenderung memendam rahasia membuatnya semakin ragu dengan penjelasan yang diberikan.

"Benarkah?" tanya Elina lagi, suaranya terdengar lebih tajam. "Kamu yakin Pak Radit yang memanggil aku?"

Lisa tampak semakin gelisah. Dia menggosok-gosok tangannya seolah mencoba mencari alasan lain. "Ah, mungkin aku lupa," ujarnya terbata-bata. "Pak Radit tidak marah padamu, kan?" tanya Lisa dengan hati-hati, seolah mencoba mencari celah.

Elina hanya menggelengkan kepala. "Tidak, dia tidak marah," jawabnya singkat, merasa semakin tak nyaman dengan kebohongan yang Lisa coba bangun. "Kalau begitu, aku pamit pulang."

Dengan keputusan yang sudah bulat, Elina langsung berbalik dan melangkah pergi tanpa menunggu jawaban lebih lanjut dari Lisa. Dia tidak mau terjebak dalam permainan yang tidak jelas ini. Terlebih, dia merasa ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi di balik semua kejadian ini, sesuatu yang melibatkan Lisa, Radit, dan dirinya sendiri. Mungkin dia tidak tahu seluruh ceritanya, tetapi Elina merasa instingnya tak salah.

Lisa melihat kepergian Elina dengan perasaan kesal. Rencananya untuk mengusir Elina dari rumah ini gagal total. Padahal, Lisa sengaja menyuruh Elina masuk ke dalam kamar Radit, dengan harapan wanita itu akan dimarahi atau bahkan diusir. Lisa tahu betul bahwa Radit selalu melarang siapapun untuk masuk ke dalam kamar pribadinya.

Semua orang yang bekerja di rumah ini tahu betul aturan tersebut, bahkan Lisa sendiri hampir dipecat karena pernah mencoba memasuki kamar Radit. Namun, yang membuatnya heran adalah Elina, wanita itu justru tidak mendapat amaran apa pun. Seolah tidak ada masalah sama sekali.

"Sialan, kamu masih beruntung sekarang, Elina. Tapi tidak untuk nanti," gumam Lisa dengan pandangan tajam, rasa kesal semakin menguasai dirinya. Semua rencana yang telah dibuatnya justru berbalik.

"Lisa!" Suara Radit yang tiba-tiba membuat Lisa terkejut, dan dengan cepat dia menundukkan kepalanya.

"Iya, Tuan," jawab Lisa dengan suara pelan.

"Elina mana?" tanya Radit, matanya mengamati Lisa dengan serius.

"Maaf, Tuan. Tadi katanya Elina pamit pulang," jawab Lisa dengan hati-hati, berusaha menyembunyikan kekesalan di dalam dirinya.

"Kenapa kamu tidak mencegah wanita itu pergi? Malah membiarkan dia begitu saja. Saya masih ada urusan dengan dia!" Radit mulai marah, nadanya terdengar jelas penuh frustrasi.

Lisa sebenarnya sengaja membiarkan Elina pergi. Dia ingin Radit hanya fokus padanya dan tidak terganggu oleh kehadiran Elina. Lisa merasa posisinya semakin terancam dengan kedatangan Elina ke rumah ini. Dia tidak suka dengan perhatian Radit yang kini seakan lebih terarah pada wanita itu.

"Maafkan saya, Pak Radit," jawab Lisa, berusaha menjaga wajahnya tetap tenang meski rasa kesalnya semakin sulit disembunyikan.

"Sudahlah," kata Radit dengan nada lebih dingin. "Lebih baik kamu bereskan kamar di sebelah Jiar, karena mulai besok Elina akan tinggal di sini."

Lisa melotot tajam ketika mendengar pernyataan Radit. Tidak bisa dipungkiri bahwa kata-kata itu membuatnya marah. Elina akan tinggal di rumah ini? Itu berarti persaingannya semakin berat.

"Tapi, Tuan, itu kan bekas kamar nyonya," ujar Lisa, sedikit ragu, mencoba mencari alasan agar Elina tidak tinggal di sana.

Radit menatap Lisa dengan tatapan tajam. "Ya, saya tahu itu. Tapi mulai sekarang, dia akan tinggal di sana. Atau kamu ada masalah dengan itu?"

Lisa menggigit bibirnya, menahan amarah yang hampir meledak. Dia tahu bahwa perintah Radit tidak bisa dibantah, tapi persaingan ini membuatnya merasa semakin terpojok.

Radit menatap tajam kearah Lisa. "Semua barang-barang dia sudah dibuang. Memangnya kenapa kalau kamar itu bekas kamar mantan istri saya? Apa kamu keberatan Lisa?"

Lika menyadari tatapan tajam dari mata Radit barusan. Dia tidak bisa melawan apa yang dikatakan oleh majikannya.

"Baik Tuan."

Lisa langsung pergi ke kamar yang dulunya milik istri Radit. Rasa kesal menghantuinya karena Elina bisa menempati kamar ini. Seharusnya, dia yang lebih dekat dengan Radit, karena sudah lama tinggal di rumah itu. Namun, yang terjadi justru wanita lain yang mendapat perhatian lebih.

"Sialan, awas saja Elina. Kamu tidak akan bisa tinggal dengan tenang di tempat ini," gumam Lisa dengan senyuman penuh arti. Dia sudah berniat untuk membuat Elina merasa tidak nyaman, apalagi setelah mendengar kabar bahwa Elina akan menjadi ibu susu bagi anak Radit. Itu membuat Lisa semakin kesal, merasa posisinya terancam.

****

Elina merasa lega begitu bisa pulang ke kontrakannya. Tapi di dalam hatinya masih ada rasa bingung dan tidak nyaman tentang tawaran Radit tadi. Ada sesuatu yang mengganjal, dan dia tidak bisa membuang perasaan aneh itu begitu saja.

"Akhirnya aku bisa pulang," ucap Elina pelan, sambil melemparkan dirinya ke tempat tidur, berusaha menenangkan pikiran. Namun, saat ia baru saja membaringkan tubuhnya, ponselnya tiba-tiba berdering. Elina melihat layar dan langsung mendengus kesal.

"Astaga, kenapa dia malah menelepon?" umpat Elina, merasa kesal.

Tanpa ragu, Elina memutuskan untuk mengangkat telepon itu.

"Hallo Elina," suara Radit terdengar di ujung telepon.

"Iya, Pak Radit, ada yang bisa saya bantu?" tanya Elina, meskipun dia merasa sedikit kesal karena bosnya itu tiba-tiba menghubunginya. Ini membuatnya semakin heran dengan sikap Radit.

"Kenapa kamu pulang tanpa memberitahu saya dulu? Kamu sudah sampai rumah?" tanya Radit, terdengar seperti nada kekhawatiran.

Elina merasa kesal dengan pertanyaan itu. Apa yang sebenarnya diinginkan oleh Radit? Mengapa dia merasa harus tahu setiap langkahnya?

"Saya sudah sampai rumah kebetulan baru saja," jawab Elina, berusaha menjaga ketenangan.

"Baguslah kalau begitu. Besok kamu kemasi barang-barangmu dan mulai tinggal di rumah saya," kata Radit, dengan sedikit penekanan pada kata "tinggal".

Elina merasa sedikit kesal mendengar itu. Apa sebenarnya yang diinginkan Radit? Kenapa harus membuatnya tinggal bersama di rumahnya?

"Baik, Pak Radit," jawab Elina singkat, meskipun hatinya penuh pertanyaan.

"Oke, besok sekalian saya jemput kamu dan kita berangkat ke kantor bersama," kata Radit, seolah tidak memberi ruang untuk penolakan.

Elina terkejut. Jika dia berangkat bersama Radit ke kantor, bisa-bisa rumor buruk menyebar. Banyak orang yang sudah menatapnya dengan pandangan aneh, dan dia tidak ingin memperburuk situasi dengan berangkat bersama bosnya.

"Tidak, Pak Radit, saya bisa berangkat sendiri ke kantor," tolak Elina, berusaha menjaga jarak antara dirinya dan Radit.

Radit terdengar sedikit tegas saat berbicara. "Saya tidak menerima penolakan, Elina. Besok saya akan menjemput kamu!" ujar Radit, kemudian langsung mematikan sambungan telepon.

Elina melemparkan ponselnya ke samping tempat tidur, merasa sangat kesal. Sikap Radit benar-benar membuatnya marah.

"Sialan Radit!" Elina mengumpat dengan kesal. Dia merasa terpojok, bingung harus berbuat apa. Sikap Radit yang semena-mena membuatnya semakin tidak nyaman. Namun, di tengah rasa frustrasinya, Elina teringat pada anaknya yang sudah tiada, dan dia menatap foto anak dan mantan suaminya yang sudah meninggal.

"Mungkin aku harus mulai kehidupan baru," gumam Elina pelan, berharap suatu saat nanti hidupnya bisa berubah, jauh dari masalah yang kini menghantui dirinya.

"Kalian berdua tenang di sana yah," ujar Elina dengan lirih, menatap foto itu dengan penuh rasa rindu.

BERSAMBUNG

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ASI Untuk Bosku   Ektra Prat 2

    Ambulans tiba tepat saat Dina dan Elina sampai di depan gerbang rumah sakit. Elina sudah dalam kondisi lemah, wajahnya pucat dan keringat dingin membasahi pelipisnya. Dina terus berada di sisinya, menggenggam tangan Elina sambil terus membisikkan doa."Sedikit lagi, sayang... tahan ya, Elina. Kamu kuat," ucap Dina, meski hatinya sendiri penuh kegelisahan.Begitu masuk ruang IGD, tim medis langsung sigap menangani Elina. Seorang perawat muda menghampiri Dina dan berkata, "Ibu bisa tunggu di luar sebentar. Dokter akan segera memeriksa kondisi ibu dan bayinya."Dina mengangguk, meski berat hati. Ia menatap Elina yang kini mulai menangis pelan, tak kuat menahan kontraksi yang semakin sering datang.Tak lama setelah itu, langkah tergesa terdengar di lorong rumah sakit. Radit muncul, napasnya memburu, wajahnya panik tak karuan."Ma! Mana Elina? Gimana keadaannya?"Dina segera berdiri dan menenangkan anaknya. "Dokter masih memeriksa. Ketubannya pecah di rumah, tapi Mama langsung bawa ke sini

  • ASI Untuk Bosku   Ekstra Part 1

    Sudah sekitar tujuh bulan berlalu sejak hari bahagia pernikahan Dani dan Kina. Sejak saat itu, waktu terus berjalan membawa perubahan besar dalam kehidupan semua orang termasuk Elina. Kini Elina menjalani hari-harinya sebagai seorang calon ibu. Perutnya yang semakin membesar menjadi bukti nyata bahwa kehidupan baru sedang tumbuh dalam dirinya. Setiap pagi ia terbangun dengan rasa syukur, meski tubuhnya terasa lebih berat dan kadang-kadang emosinya tak menentu. "Elina.""Eh iya, maaf." Elina menundukkan kepalanya. Radit tahu kalau Elina pasti tengah menahan ingin sesuatu. Ibunya selalu bilang untuk terus menuruti keinginan dari Elina. "Kamu melamun hm? Apa kamu menginginkan sesuatu?" tanya Radit pada Elina. "Em..,""Katakan saja, jangan di tahan." Elina tersenyum ketika melihat raut wajah dari Radit barusan. Radit selalu ada di sisinya, tanpa keluhan. Ia akan buru-buru pulang dari kantor hanya demi memenuhi permintaan kecil dari istrinya yang sedang mengidam, entah itu buah mang

  • ASI Untuk Bosku   Bab 141 Elina Hamil?

    Elina senang karena melihat Rian dan Kina sudah menikah sekarang. Dia juga memberikan kado spesial untuk dirinya. Dia bahkan tidak menyangka akan mempersiapkan semuanya. "Kira-kira dia akan suka gak yah dengan kado yang aku kasih?" tanya Elina. Radit merangkul Elina dengan semangat. "Tentu saja dia akan menyukainya.""Kamu terlalu yakin," ujar Elina. "Aku selalu yakin dengan apa yang terjadi," kata Radit.Sampai mata Elina melihat kearah Dani dan Bela yang tengah makan bersama. Rasanya enak juga jika mereka makan sepiring berdua. "Radit, kamu lihat mereka?" tunjuk Elina pada Bela dan Dani. "Iya, aku melihatnya. Kenapa?""Ke sana yuk," ajak Elina. "Boleh."Akhirnya Radit mengajak Elina untuk datang ke tempat ini. Rasanya memang senang ketika semuanya saling bersatu seperti ini. Elina kembali menyapa pasangan tersebut. "Kalian sudah duluan makan, memangnya udah salaman dengan pengantin?" sindir Radit. "Kita sudah lebih dulu, asal kamu tahu," jawab Dani dengan santai. Elina hany

  • ASI Untuk Bosku   Bab 140 Pernikahan Kina dan Rian

    Hari yang dinanti-nanti akhirnya tiba. Sebuah momen sakral yang sudah dipersiapkan sejak berbulan-bulan lalu, hari pernikahan antara Kina dan Rian. Undangan telah tersebar, dekorasi megah menghiasi ballroom hotel mewah di pusat kota Jakarta, dan para tamu berdatangan dengan penuh semangat dan senyuman. Sementara itu, di sebuah apartemen yang hanya berjarak lima belas menit dari lokasi acara, Radit terlihat berdiri tak sabaran di depan pintu kamar. “Elina, cepet! Kita bisa telat!” serunya, melirik jam tangan dengan raut cemas. Kemeja birunya sudah rapi, dasi telah terpasang sempurna, dan rambutnya disisir rapi. Tapi wajahnya tidak bisa menyembunyikan kecemasan. Dari dalam kamar, terdengar suara Elina, “Iya, tunggu dulu! Aku tinggal pakai anting!” Radit mendengus, lalu duduk di sofa sambil menatap buket bunga kecil yang ia bawa untuk Kina. Dalam hati, ia merasa sedikit aneh. Hari ini sahabatnya menikah. Elina menjadi lebih pendiam, seolah menyimpan sesuatu. Beberapa menit kemud

  • ASI Untuk Bosku   Bab 139 Kebahagiaan Memberikan Oleh-oleh

    Suasana hangat menyambut kepulangan Radit dan Elina sedikit mereda, Elina pun bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah koper kecil berwarna cokelat muda yang dia bawa dari kamar.“Aku bawa sedikit oleh-oleh dari Lombok kemarin,” ujarnya sambil membuka resleting koper dan mengambil satu tas kain kecil berisi berbagai barang. Senyumnya manis dan penuh semangat.“Wah, kamu inget bawa oleh-oleh juga,” celetuk Dani sambil tertawa kecil.“Tentu dong,” jawab Elina sambil menyodorkan satu bungkus kain tenun Sasak pada Dani. “Ini buat kamu. Katanya suka motif-motif etnik, kan?”Dani langsung girang. “Makasih banyak, Elina!”Elina terus membagikan oleh-oleh satu per satu. Untuk Bela, ia memberikan kalung kerang yang cantik.“Wah, ini lucu banget! Cocok buat dipakai ke pantai lagi,” ujar Bela, memeluk Elina.Kemudian Elina menghampiri Dina, memberikan sebuah selendang khas Lombok yang halus dan ringan.“Ini buat Mama. Waktu lihat ini di toko, aku langsung kepikiran Mama,” ucap Elina tulus.Din

  • ASI Untuk Bosku   Bab 138 Pulang Bulan Madu

    Radit dan Elina sudah duduk nyaman di bangku kelas bisnis pesawat yang akan membawa mereka kembali ke Jakarta setelah beberapa hari menikmati liburan romantis di Lombok. Elina menyandarkan kepalanya di bahu Radit, sementara tangan pria itu dengan lembut menggenggam jemari istrinya. Suasana pesawat tenang, dan mereka hanya menunggu waktu tinggal landas.“Capek?” tanya Radit pelan sambil menoleh ke arah Elina.“Sedikit,” jawab Elina sambil tersenyum kecil. “Tapi aku senang. Liburan kita kali ini menyenangkan.”Radit mengecup kening Elina. “Aku juga. Nanti kita ulangi lagi, ya?”Belum sempat Elina menjawab, terdengar suara seorang pria menyapa mereka dari arah lorong.“Eh, Radit?”Radit menoleh dan langsung menemukan sosok Rian berdiri tidak jauh dari kursi mereka. Pria itu tampak santai mengenakan hoodie hitam dan celana jeans, matanya berbinar ramah. Di sampingnya, berdiri Kina yang juga tampak kaget melihat Elina dan Radit di sana.“Wah, nggak nyangka ketemu kalian di sini,” ujar Rian

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status