Share

4. IBU TIRI YANG KEJAM

Setelah bertemu teman-temannya, Awan langsung pulang ke rumah.

Seperti alasan yang ia ucapkan pada Kirana dan Karina sebelumnya, ia harus segera pulang ke rumahnya. Jika tidak, ibu tirinya bisa mengamuk dan semakin mempersulitnya. 

Belum lagi masalah yang ia dapatkan di sekolahnya hari ini, semua itu semakin membuat kusut pikiran Awan.

Awan bisa memastikan jika orang yang menyebarkan berita tentang dirinya dan penyebab kegaduhan hari ini bukanlah si kembar Kirana dan Karina.

Begitupun dengan Teo dan dua temannya. Meski baru mengenal dekat ketiganya baru-baru ini dan mereka adalah tipe orang yang banyak akal dan nakal. Tapi, bukan berarti mereka licik dan suka menghalalkan cara kotor untuk menyerang dirinya. 

Teo dan dua rekannya adalah tipe orang yang gentel. Mereka bisa menerima kekalahan mereka dari Awan dan sikap ketiganya juga sangat menghargai Awan setelah pertarungan mereka.

Bagaimanapun, pertarungan mereka dilakukan dengan adil.

Sikap Teo dan dua rekannya hari ini yang menunjukkan kemarahan mereka dan ingin memberi pelajaran pada orang-orang yang telah menghina Awan juga sudah menunjukkan karakter mereka. 

Jadi, Awan membuang jauh-jauh kecurigaannya terhadap ketiganya.

Trang!

"Di mana anak sundal itu? Dia sudah berani keluyuran sekarang?"

"Apa dia sudah merasa hebat dan berani pulang terlambat?"

"Lihat saja! Kalau ia pulang, aku akan menghukumnya!"

Belum juga sampai di rumahnya, Awan sudah mendengar teriakan ibu tirinya dan beberapa benda hancur dari dalam rumah. 

Awan baru teringat, jika ia sudah sedikit terlambat untuk pulang ke rumah karena pertemuannya dengan Teo dan yang lainnya. Siapa sangka, ibu tirinya itu pulang lebih cepat hari ini dan jika mendengar dari teriakannya, sepertinya ia sedang berada dalam suasana hati yang sangat buruk.

Tiba-tiba saja, Awan mendapat firasat buruk. Apalagi, kalau bukan ia akan menjadi sasaran dari kekesalan ibu tirinya tersebut?

Tidak ingin menambah masalah, Awan segera bergegas masuk ke dalam rumah.

Namun, baru saja ia masuk, sebuah piring sudah melayang ke arah kepalanya.

Woosh. 

Trang!

Jika saja reflek Awan tidak bagus, kepalanya mungin sudah bocor saat itu. 

Siapa lagi pelakunya jika bukan ibu tirinya!

Padahal Awan sengaja lewat pintu samping yang terhubung dengan dapur. Siapa sangka, ibunya sudah melihat bayangan Awan ketika ia memasuki pagar rumah dan sudah menunggu Awan di dapur.

Sehingga, begitu melihat Awan masuk, ia tidak segan-segan untuk menyerang Awan. Kebetulan, suasana hatinya sedang buruk dan ia ingin segera melampiaskan kekesalannya.

Di rumah ini, siapa lagi yang pantas untuk jadi tempat pelampiasan emosinya jika bukan Awan? 

Tapi, melihat lemparannya yang tidak berhasil mengenai Awan, kekesalan Silvi justru semakin memuncak. Wajah cantiknya jadi terlihat mengerikan dan ia kembali menyerang Awan.

Beberapa piring dan gelas di dekatnya kembali melayang. Ia tidak peduli, apa Awan akan terluka atau mati terkena lemparannya.

Suara gaduh di dapur menarik perhatian orang-orang se isi rumah. Tanpa terkecuali saudara tiri Awan, Clara.

Clara segera berlari dari lantai dua dengan panik menuju dapur. Apalagi, suara mamanya terdengar sangat nyaring hingga ke atas. Clara menduga, jika mamanya pasti sedang menganiaya saudara tirinya lagi. Entah apa yang merasuki mamanya itu. Setiap kali ia melihat Awan, ia langsung marah-marah dan tidak ragu untuk menganiaya saudara tirinya tersebut.

Karena suatu alasan, Clara ingin cepat-cepat sampai di dapur untuk menghentikan kekejaman mamanya.

"Mama? Apa yang mama lakukan? Mama bisa membunuh kak Awan?" Teriak Clara syok melihat aksi brutal mamanya. Beruntung, tidak ada lagi barang pecah belah yang bisa digunakan mamanya untuk menyerang Awan. Tapi, karena alasan itu juga, Silvi semakin gelap mata dan kini ia beralih meraih sebuah sapu dan bermaksud memukul Awan.

'Tidak!'

Clara khawatir mamanya itu semakin menjadi-jadi dan tidak terkendali. Karena itu, tanpa berpikir dua kali, Clara segera berlari ke depan Awan untuk menghentikan mamanya. Ia tahu, jika mamanya tidak mungkin memukulnya. Karena itu, Clara tanpa ragu berdiri di depan Awan untuk melindunginya.

"Mama, hentikan! Cukup, ma!"

"Clara, minggir!" Hardik Silvi sambil menarik paksa tangan Clara untuk menyingkir dan satu tangan lainnya tetap menyerang Awan.

Sejauh itu, Awan hanya diam tanpa berniat menghindar sama sekali. Beruntung ada Clara yang memaksa berdiri di depannya. Jika tidak, ia mungkin akan sangat menderita kali ini. Meski begitu, beberapa serangan Silvi tidak bisa dielakan dan cukup meninggalkan rasa sakit. 

Selama ini, Silvi belum pernah begitu bernafsu untuk menyerang Awan secara fisik seperti sekarang ini. Entah kesal karena apa, sehingga membuat ibu tirinya itu seperti orang kerasukan.

Sementara, para pembantu yang melihat langsung kesadisan Silvi, tidak dapat berbuat banyak. Mereka menatap kasihan ke arah Awan. Terutama, mereka yang telah lama bekerja lama di keluarga Mahendra dan mengasuh Awan sedari lama. Sebagian dari mereka bahkan ada yang menangis karena kasihan dengan Awan. Namun, mereka sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa untuk membela Awan.

Krak!

"Argh."

Entah pukulan ke berapa, hingga gagang sapu di tangan Silvi patah.

Silvi terangah dan ia berteriak kesal. Kemarahannya belum hilang dan sorot matanya tampak masih ingin memukul Awan. Hanya saja, karena ia sudah kelelahan, membuatnya malas untuk meneruskan serangannya terhadap Awan. Ditambah, putrinya yang terus menerus berusaha untuk melerainya. 

Sekejam-kejamnya Silvi, ia tidak mungkin tega melukai putrinya sendiri.

Sehingga yang bisa ia lakukan hanya memelototi Awan dengan tidak puas.

"Kamu, bersihkan gudang dan pel seluruh rumah tanpa ada yang terlewat!" Tunjuk Silvi ke muka Awan.

"Tapi, ma..."

Clara bermaksud untuk membela Awan. Apalagi, beberapa serangan ibunya berhasil mengenai Awan dan masih tampak beberapa bekas lebam di tangan dan bahu Awan. 

Mengapa ibunya masih tega menyuruh saudara tirinya itu bekerja berat, setelah terluka begini?

Clara merasa sangat kasihan dengan Awan dan ingin meminta ibunya agar tidak memberatkan Awan. Hanya saja, saat melihat sorot tajam mata ibunya, semua keberanian Clara langsung surut dengan cepat. 

Alhasil, ia hanya bisa melihat ibunya memperlakukan Awan dengan semena-mena.

Setelah ibunya berbalik pergi, barulah Clara berani menghampiri Awan. 

Clara bahkan sempat tertegun sejenak, begitu melihat beberapa luka lebam di lengan Awan.

"Kak Awan, tidak apa-apa? Biar Clara obati dulu lukanya!" Ujar Clara dengan tatapan prihatin.

"Tidak usah! Aku harus bekerja." Balas Awan datar dan meninggalkan Clara begitu saja.

Awan sadar kalau adik tirinya itu perhatian padanya. Perhatian Clara juga yang menjadi salah satu alasan Awan masih bisa menoleransi sikap tidak masuk akal ibu tirinya. 

Clara sangat berbeda dengan Silvi. Jika ibu tirinya itu adalah sosok iblis, maka Clara adalah malaikat. Hanya saja, Awan tidak bisa membalas sikap baik Clara terhadapnya. Bagaimana pun, Clara adalah putrinya Silvi dan Awan masih belum sepenuhnya bisa menerima perhatian Clara.

"Kak?" Panggil Clara dengan suara bergetar. 

Awan sama sekali tidak menghentikan langkahnya dan berlalu meninggalkan Clara di dapur. Ia harus buru-buru menganti pakaian dan mengerjakan semua perintah Silvi. Sebelum ibu tirinya itu mengamuk kembali dan semakin memperberat hukumannya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ahmad Urbubia
bagus jg ceritanya..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status