Share

5. RENCANA LICIK IBU TIRI

Silvi masih uring-uringan di dalam kamarnya.

Setelah melampiaskan kekesalannya terhadap Awan, nyatanya itu tidak mengurangi emosinya sama sekali. Ia masih belum puas untuk menghukum Awan dan kalau bisa, ia berharap dapat mengusir Awan dari rumah ini.

Semua kebencian Silvi terhadap Awan, bermula dari penolakan Awan terhadap dirinya. 

Penolakan Awan sempat membuat rencana pernikahannya dengan Cipta Mahendra jadi tertunda. Semenjak itu, Silvi selalu memendam kebencian pada Awan. 

Ditambah, kenyataan bahwa Awan sebenarnya bukanlah anak biologis dari Cipta Mahendra, membuat Silvi semakin ingin untuk menyingkirkan Awan dan membuatnya bisa menguasai semua kekayaan Cipta Mahendra. 

Sekarang, setelah berhasil mengendalikan suaminya. Silvi bisa lebih leluasa menindas Awan. Hanya saja, sikap Awan yang tidak pernah membalas ataupun mengeluh, bukannya membuat Silvi senang, justru membuatnya malah semakin membenci Awan.

Saat Silvi sedang memikirkan cara lain untuk menyiksa Awan, Cipta Mahendra pulang dengan wajah kusut. Suaminya pulang lebih cepat dari biasanya. Namun, ketika melihat raut lelah suaminya, Silvi segera tahu jika sang suami sedang banyak masalah di perusahaannya.

Seminggu lagi adalah batas tenggat proyeknya. Sementara aliran dana perusahaan lagi tersendat dan membuat proyek yang sedang digarap oleh perusahaan Cipta terancam mangkrak. Jika itu sampai terjadi, perusahaannya bukan hanya akan rugi, tapi juga akan dipaksa untuk membayar kerugian klien mereka.

Jika sudah begitu, kerugiannya bukan lagi masalah modal semata. Tapi, juga akan berdampak pada citra perusahaannya.

Cipta Mahendra sudah berupaya mengajukan pinjaman ke beberapa Bank untuk mendapatkan kucuran dana. Hanya saja, beberapa pinjaman perusahaan yang sempat macet membuat pihak Bank tidak mau meminjamkan uang pada perusahaannya.

Melihat ekspresi suram sang suami, Silvi dengan cepat merubah penampilan dan raut wajahnya. Dengan sedikit rayuan dan tingkah manja-manja nakal yang selama ini menjadi senjata andalannya untuk menaklukan sang suami, membuat Cipta bisa melupakan masalahnya untuk sementara waktu. Tanpa diminta, Cipta sudah menceritakan sendiri semua masalahnya. 

Mendengar keluhan suaminya, Silvi seketika mendapatkan ide.

"Kenapa mas harus pusing memikirkannya. Aku punya solusi untuk masalah yang sedang mas hadapi."

"Pertanyaannya, mas mau tidak melakukannya?" Ujar Silvi dengan senyum yang dipenuhi oleh maksud tersembunyi.

"Maksudmu apa, sayang? Cepat katakan padaku! Aku sudah pusing memikirkan masalah ini seminggu ini. Proyeknya hampir jatuh tempo, jika sampai mangkrak, perusahaan akan mengalami kerugian yang sangat besar." Ucap Cipta Mahendra tidak berdaya.

Melihat respon suaminya, Silvi tahu jika rencananya pasti akan berhasil kali ini.

"Mas, bukankah kamu hanya kekurangan uang sepuluh milyar untuk suntikan dana proyek?"

"Ya, apa kamu tahu darimana aku bisa mendapatkannya?" Tanya Cipta berharap.

Cipat berpikir, jika istrinya memiliki banyak relasi dan siapa tahu, ia bisa memanfaatkan relasi istrinya itu sebagai penyuntik modal sementaranya.

Silvi tersenyum licik dan berkata, "Jual saja rumah ini, mas!"

Mendengar usulan istrinya, kening Cipta berkerut tajam. Ada sedikit keengganan dalam dirinya dan Silvi sangat paham apa alasan yang membuat suaminya enggan untuk menjual rumah yang sedang mereka tempati sekarang.

"Mas, rumah ini bernilai empat puluh milyar lebih. Kamu bisa menutup kekurangan modal untuk proyekmu. Sementara sisanya, kita bisa menggunakannya untuk membeli rumah lain yang sama mewahnya dengan rumah ini. Ya, meski rumahnya sedikit lebih jauh dari pusat kota."

Sekilas, rencana Silvi terkesan sangat masuk akal dan bijak. Bagaimanapun, mereka tidak akan kehilangan rumah dan hanya memindahkannya ke lokasi yang agak jauh dari pusat kota, namun dengan nilai yang sama. Hanya saja, rumah yang mereka tempati sekarang atas nama mendiang istrinya Cipta. 

Dengan sedikit rayuan maut, Silvi berhasil membuat pendirian Cipta goyah.

"Tapi..."

"Kamu pasti memikirkan Awan, 'kan?"

Sebelum Cipta sempat melanjutkan ucapannya, Silvi seakan sudah bisa menebak isi pikiran suaminya itu. Rumah ini dibeli Cipta atas nama mendiang istrinya. Otomatis, Awan adalah ahli warisnya dan memiliki hak atas rumah ini. Karena Silvi ingin menyingkirkan Awan dan menguasai sepenuhnya harta suaminya, ia berpikir untuk memulainya dari rumah ini. Dengan begitu, ia pasti bisa mengusir Awan dari kehidupan mereka.

"Tenang saja, aku akan meyakinkan Awan agar bersedia menjual rumah ini."

"Dia pasti tidak akan menolaknya. Bagaimanapun, dia berhutang budi padamu, mas. Jadi, dia harusnya tau diri dan membalas semua kebaikanmu."

Silvi begitu pandai mempengaruhi dan meyakinkan suaminya. Sehingga, bukan hanya suaminya terbujuk dengan rayuannya, Silvi juga berhasil meyakinkan Cipta jika tindakan yang mereka lakukan adalah pilihan yang benar. 

"Apa Awan mau melepas rumah ini begitu saja? Bagaimanapun, rumah ini menyimpan banyak kenangannya bersama mendiang ibunya. Anak itu begitu menyayangi ibunya."

"Mas jangan khawatirkan hal itu. Kita akan mengajak Awan tinggal di rumah baru kita nanti. Itupun kalau dia mau!" Ujar Silvi dengan santainya.

Tapi, itu hanya sekedar ucapan pemanis belaka. Jika pilihan seperti itu ada, Silvi pasti tidak akan membiarkan Awan tinggal bersama mereka. Karena tujuannya adalah mengusir Awan dalam kehidupan mereka dan menguasai seluruh harta Cipta Mahendra.

Jadi, alasan menjual rumah ini sebenarnya untuk mengusir Awan dari kehidupan mereka. Dengan begitu, tidak akan ada lagi penghalang darei rencana jangka panjang Silvi ke depannya.

"Baiklah, semuanya aku serahkan padamu!" Ujar Cipta menyetujui rencana istrinya.

"Hehehe, tunggu di sini dan percayakan padaku!" Balas Silvi dengan senyum penuh kemenangan.

Di sisi lain, Awan masih sibuk mengepel lantai rumah dan tidak mengetahui apa yang sedang direncanakan oleh ibu tirinya.

DI dekatnya, beberapa pembantu tampak prihatin melihat majikan muda mereka harus mengepel lantai seperti ini. Mereka ingin membantu Awan, tapi ditolak oleh Awan sendiri.

Awan tidak ingin kejadian bulan sebelumnya terulang. Di mana saat itu, pembantu yang coba membantu Awan sampai dimarahi habis-habisan oleh ibu tirinya. Tidak hanya itu, gaji bulanan mereka juga dipotong secara sepihak oleh ibu tirinya.

Awan menghargai perhatian mereka. Hanya saja, ia tidak ingin mereka kena hukuman yang sama atau mungkin yang lebih berat dari ibu tirinya.

Saat Awan sedang fokus membersihkan lantai, Silvi tiba-tiba datang menghampirinya.

Sejenak, Awan mengira jika Silvi akan memarahinya kembali atau mungkin akan menambah pekerjaannya.

"Awan, kamu tidak usah mengerjakan pekerjaan ini. Serahkan saja pada pembantu!"

"Kamu pasti capek, 'kan? Seharian belajar. Apa kamu sudah makan? Nanti biar mama suruh bi Narti buat masakin makanan kesukaan kamu." Ucap Silvi dengan lembut, layaknya seorang ibu. Sangat jauh dari kesan ibu tiri kejam yang melekat dalam diri Silvi selama ini.

Awan yang sudah menyiapkan mental untuk kena marah, jadi bengong.

Apa dia masih ibu tirinya? Pikir Awan saking bingungnya.

Tidak hanya Awan, para pembantu yang berada tidak jauh dari Awan juga dibuat bingung dengan perubahan sikap Silvi yang begitu tiba-tiba.

Mereka sempat mengira, jika yang biocara barusan bukan Silvi, tapi orang lain.

"Eh?"

Awan bahkan tidak tahu harus berkata apa.

Lebih lanjut, Silvi bahkan menarik tangan Awan lembut. 

"Sini, ikut ibu sebentar. Ada yang mau ibu bicarakan dengan kamu."

Melihat sikap Silvi yang berubah lembut, Awan seharusnya merasa senang. Tapi, tidak!

Kenyataannya, Awan justru merasakan perasaan tidak enak. Ia menebak, perubahan sikap ibu tirinya itu pasti ada maksud terselubung.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Cinta Terlarang
dasar manusia licik,,kasian awan
goodnovel comment avatar
puipui575
akhirnya update disini juga. semangat terus bang.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status