Share

Bab 23

Author: LANGIT JINGGA
last update Last Updated: 2022-04-10 00:08:34

Kepulangan Akmal ke Jakarta disambut orang tuanya. Dua hari yang lalu setelah dihubungi Dila, mereka akhirnya kembali ke Jakarta. Akmal tidak peduli dengan kehadiran mereka, matanya masih sembab karena menangis seharian. 

Dasar cengeng.

Kalian tahu, alasan Renata tidak menyetujui hubungan Akmal dan Helsa adalah orangtua Akmal yang sudah berpisah sejak dia kecil.  Kata Renata, Akmal berasal dari keluarga yang tidak jelas asal-usulnya. Sakit, bukan? 

"Akmal," panggil Dewi, Mamanya.

"Ngapain Mama pulang? Masih peduli sama Akmal? Papa juga, ngapain? Kalian kembali atau tidak, nggak akan mengubah keadaan." Akmal beranjak dari sofa ruang tengah, dan kembali ke kamarnya. 

Dari bandara, pemuda itu minta untuk kembali ke rumah saja. Tadinya,  Dila ingin ke rumah yang ditempatinya.

"Akmal," tegur Andriano, Papanya.

"Kak, Akmal butuh waktu," sanggah Dila yang sangat mengerti perasaan keponakannya saat ini. Akmal benar-benar kehilangan gadisnya. 

Akmal menaiki anak tangga menuju kamarnya. "Pulang lo semua! Gue nggak butuh dikasihani."

*** 

Pemuda itu masuk ke kamar, meletakkan ranselnya dan juga koper milik Helsa yang tidak sempat gadis itu bawah. Matanya kembali berkaca-kaca ketika melihat fotonya bersama Helsa, disana mereka tampak bahagia. 

Akmal juga mengingat kembali ucapan tante Dila 'ikhlasin Helsa.' 

Sampai disini, kah, semuanya? Haruskah dia melepaskan gadis yang sudah menemaninya hampir tiga tahun ini?

Akmal beralih pada sebuah miniatur rumah yang diberikan Helsa untuk hadiah ulang tahunnya satu tahun lalu. 

'Welcome back, sayang' 

Itu suara dari miniatur tersebut. Miniatur yang sudah di desain dengan suara asli sang kekasih. Miniatur itu diberikan Helsa agar Akmal tahu bahwa dia selalu punya rumah untuk pulang. Ia tertawa miris, air matanya jatuh begitu saja tanpa persetujuannya. 

"Tapi, kalau aku juga orang yang salah?" 

"Aku minta sama Tuhan, biar benerin kamu." 

Pemuda itu mengingat kembali setiap ucapan Helsa yang ingin selalu bersamanya. Semuanya berubah begitu cepat. 

Akmal membuka koper milik Helsa, meraih baju milik kekasihnya. Ia peluk erat baju itu, mencium layaknya itu adalah tubuh gadisnya. 

"Gue harus gimana, Helsa Septian?" 

Tangisnya pecah. Akmal marah dan kecewa pada semua orang. Tidak ada yang bisa diandalkannya, tidak ada yang bisa membuat gadisnya kembali dalam pelukannya. 

*** 

Gadis itu duduk di salah satu ruangan bercat putih polos, ditemani wanita yang duduk disampingnya saat ini. Helsa, gadis itu sedang menunggu giliran untuk periksa kandungannya. Perasaannya begitu kalut, ketika namanya sudah dipanggil.

"Nona Helsa Septian," seru wanita yang bertugas sebagai  asisten dokter.

"Ayo, sayang. Giliran kamu," Renata menyentuh tangan putrinya. Wanita itu bisa merasakan tangan anak gadisnya yang bergetar. Renata menyunggingkan bibir, melihat Helsa seperti ketakutan.

Helsa bangkit, dan mengekori Renata menuju ruangan dokter kandungan. 

"Selamat sore, dok," ucap Renata ketika sudah memasuki ruangan tersebut. 

"Selamat sore," balas dokter perempuan itu, "Helsa gimana, siap untuk saya periksa?" 

Gadis itu memandang Renata, melihat Mamanya yang sedang tersenyum padanya. 

"Baik. Silahkan cantik, langsung baring di brankar," ucap dokter yang bername tag Dr. Valen.  "Emang ada keluhan apa anaknya, bu?" 

"Cuma mau memastikan kandungannya baik-baik saja, karena sebentar lagi dia akan menikah." Renata mengalibi, tidak mungkin mengatakan bahwa Helsa sedang hamil atau takut anaknya hamil.

Helsa diam menatap mamanya dari brankar, benar-benar wanita ini. 

Alat  pendeteksi kandungan sudah mulai menjamah bagian luar dari rahim. Dokter sedang mengamati rahim gadis itu dari layar monitor. Beberapa saat kemudian, dokter menaruh kembali alat tersebut dan membangunkan Helsa dari brankar. 

"Rahimnya bersih. Tidak ada gejala apapun disana," jelas dokter Valen.

Renata tersenyum senang. Wanita itu menang lagi.   "Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan ya, dok?" 

"Iya, bu." 

"Baik. Terima kasih, dok. Mungkin hanya itu saja, kami permisi." Renata berjabat tangan dengan dokter itu, lalu keluar dari ruangan. 

"Bohong sama orang tua hukumnya besar loh," sindir Renata. "Gimana ya, kalau Papa tahu? Dia pasti tidak menyukai si brandal itu." 

"Ma, Helsa nggak akan berangkat ke Kanada. Helsa mau tetap di Jakarta," ujarnya.

"Supaya kamu tetap bersama berandalan itu? Jangan mimpi, sayang!" 

"Walaupun kamu di Jakarta, Mama akan kenalkan kamu dengan seseorang yang lebih baik dari Akmal. Yang bisa menjaga kamu, bisa bahagiakan kamu tentu saja," ucap Renata. 

*** 

Mbak Ana turut bersedih dengan kepindahan Helsa. Wanita itu sedang bantu mengemas  barang-barang yang akan dibawah Helsa besok. Mungkin hanya beberapa, karena sebagiannya akan dipaketkan saja. 

Gadis itu duduk di pintu balkon kamarnya, menatap keluar. Malam ini, malam terakhir nya disini. Semua urusan kepindahan dari SMA Harapan sudah diurus oleh asisten Mamanya. 

Hari ini Yuda dan Renata sudah mengurus semua keperluannya di Kanada. Helsa pun turut meminta dibelikan apartemen, ia tidak mau tinggal bersama sepupunya. Gadis itu sudah pasrah dengan kepergiannya. 

"Sa, mau mbak buatin teh?" tanya mbak Ana, wanita berusia kepala tiga itu mengambil duduk disamping Helsa.

"Mbak, Helsa boleh nanya nggak?" lirih gadis itu menyeka air matanya.

"Boleh banget," jawab mbak Ana.

"Mbak Ana sering nangis pas jauh dari rumah?" tanya Helsa. "Apa aku bisa jauh dari Akmal?" 

Mbak Ana bergeming,  tahu betul perasaan gadis itu, apalagi ketika menanyakan hal seperti ini. Apa Helsa bisa jauh dari Akmal?

Mbak Ana tahu bagaimana Akmal dan Helsa yang hampir setiap hari bersama. 

"Selama perasaan kamu dan Akmal sama, tidak ada yang namanya jauh. Nyatanya kalian masih berdiri dibawah langit yang sama.  Jakarta dan Kanada hanya masalah geografis." 

Benar kata mbak Ana, tidak ada jarak untuk mereka yang saling mencintai. Sejauh apapun Helsa melangkah, Akmal akan selalu bersamanya. 

"Sejauh apapun kamu pergi, kalau garis takdirnya sama Akmal, kalian akan dipertemukan kembali," tambah mbak Ana. 

Helsa berhambur ke pelukan wanita itu, menangis sejadi-jadinya disana. Tidak pernah terbayangkan tentang hal ini, ia harus jauh dari Akmal. Ini tidak pernah ada dalam daftar list kehidupannya.

"Mbak, Helsa sayang sama Akmal," jerit Helsa. 

Mbak Ana menepuk-nepuk punggung kecil yang bergetar itu, menenangkan gadis yang selalu rapuh. 

"Nggak apa-apa berpisah dulu. Suatu saat nanti bertemu lagi," kata mbak Ana.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • AYAH UNTUK DEVAN   BAB 126

    Lima hari sudah Adryan tidak kembali ke rumah. Kata Bunda, pria itu sedang berada di apartemen. Bunda sudah memberikan kotak berisi testpack padanya. Entah kenapa, tidak ada reaksi apapun dari pria itu.Setelah pulang mengantarkan Devan ke sekolah, wanita yang kini berbadan dua itu mampir kesana. Kebetulan letak Cafe itu tak jauh dari sekolahan anaknya.Helsa hanya ingin menikmati cheesecake. Lagian di rumah hanya dia sendiri. Oh ya, dia dan Devan tetap di rumah mereka. Bunda melarang ia pulang ke rumah Mamanya.Helsa menceritakan kesalahpahaman yang terjadi pada mertuanya.Pandangannya keluar kaca jendela. Kebetulan macam apa yang harus membuatnya bertemu dengan mantan kekasihnya. Akmal lengkap dengan seragamnya.Helsa bercedak pelan, seharusnya dia tidak bertemu lagi dengan pria itu."Helsa, kamu disini juga?"Helsa meraih tas, ingin beranjak dari sana, namun dicegah pria itu. "Cake kamu belum habis. Mubazir," sebut Akmal."Gue boleh duduk disini?" tanya Akmal."Silahkan," kata Helsa

  • AYAH UNTUK DEVAN   BAB 125

    BMW hitam memasuki pekarangan rumah berlantai tiga itu tepat pukul lima sore. Setelah memarkirkan mobil, sang empunya keluar dari sana. Disambut baik istri dan juga anaknya. Helsa mencium punggung tangan kekar itu, lalu dibalas kecupan singkat pada dahinya."Bagaimana harinya?" tanya Adryan.Helsa tersenyum menerima satu buket bunga mawar putih kesukaannya. Buket bunga kelima, di hari kelima cuti."Papi nanya Devan dong, Mami aja yang ditanya," protes Devan yang kini duduk pada kursi piano.Nggak mau kalah ini bocah satu.Adryan mendekatinya. "Bagaimana hari ini Singa kecilnya Papi?" Ia mencium gemas anaknya, tak lupa Devan pun mencium punggung tangan Papinya."Baik dong, hari ini Devan langsung pulang ke rumah. Om Jefry sama tante Vio yang nganterin," jawab Devan, semangat.Helsa berlalu meninggalkan percakapan Ayah dan anak tersebut. Tak lupa membawa serta tas dan juga jas milik Adryan. Akan panjang jika ia harus menunggu keduanya selesai dengan perbincangan, mulai dari yang penting

  • AYAH UNTUK DEVAN   BAB 124

    Siang itu kantor pusat Perusahaan Andrean Corp dibuat panik pada lantai sepuluh, tepatnya di dalam ruangan meeting. Renata memberi perintah untuk mengangkat tubuh lemah tak berdaya putrinya yang jatuh di depan ruangan tersebut setelah hampir dua jam melakukan pertemuan dengan salah satu investor asal Rusia. Beberapa hari ini Helsa terlihat kelelahan karena menyiapkan persentase dan semua laporan untuk melakukan pertemuan ini. Dan pada akhirnya, ia tumbang sesaat setelah investor tersebut menandatangani kontrak kerja sama. "Helsa...," panggil Renata. Wanita paru baya itu menepuk-nepuk pelan pipi putrinya, namun hasilnya nihil, Helsa sama sekali tidak sadarkan diri.Renata segera menghubungi Adryan. Untuk beberapa saat belum ada jawaban, sampai pada panggilan keempat barulah pria itu menjawabnya."Hallo, Ma...,"Renata menarik nafas sebentar. "Rumah sakit Mitra Husada, sekarang Adryan." *** Langkah kakinya dengan cepat menyusuri koridor rumah sakit Mitra Husada. Adryan tidak mengh

  • AYAH UNTUK DEVAN   BAB 123

    "Devan..., tante Diandra kangen," seru Diandra sembari memeluk bocah tersebut."Tante Andra cantik deh," puji Devan."Makasih, Sayang," balas Diandra.Devan menyodorkan tangan, "bagi duit merah tante Andra, kan Devan udah bilang tante cantik."Diandra memelototkan matanya, bisa-bisanya bocah ini meminta imbalan padanya. Duh, ajaran siapa sih bocah satu ini."Jangan gitu dong, kita kan temenan," rayu Diandra."Tante Andra tuh temannya Mami, bukan Devan," balas Devan. Ia kemudian sibuk melihat-lihat beberapa pajangan di dalam caffe tersebut.Helsa dan Citra terkikik mendengar percakapan Diandra dan Devan. Pas banget Devan ketemu sama aunty yang lemot nya nggak hilang-hilang."Sa, anak lo ngeselin banget, sumpah!""Devan lo ajak bicara," celetuk Citra.Sore itu mereka tidak sengaja bertemu di Cafe yang ada di rumah sakit Mawar Medika. Citra dan Diandra akan menjenguk Ando yang sakit. Guru olahraga itu mengalami kecelakaan beberapa hari yang lalu."Kalian kenapa nggak bilang sama gue kala

  • AYAH UNTUK DEVAN   BAB 122

    Acara reuni sudah selesai. Helsa pikir dia tidak akan bertemu Akmal lagi setelah itu, tapi hari ini mereka dipertemukan kembali.Seperti saat ini, lagi-lagi dia bersama Akmal di pinggir jalan yang tidak jauh dari markas TNI. Akmal yang baru saja akan menjemput kekasihnya pun bertemu Helsa yang sedang meratapi ban mobilnya yang pecah."Pakai derek aja ke bengkelnya, aku antar kamu pulang," ujar Akmal. Pria itu lengkap dengan seragam lorengnya.Entah sudah berapa kali Akmal menawarinya, tapi Helsa tetap menolak. Hari sudah semakin gelap."Gue nggak mau terjadi salah paham," jujur Helsa."Aku yang tanggung jawab di depan suami kamu," sahut Akmal, "ponsel kamu aja mati total."Tertegun. Mungkin lebih baik Helsa pulang bersama Akmal, lagian setelah dipikir-pikir dia tak ada apa-apanya dengan tentara satu ini."Mau, kan?" Akmal bertanya lagi, memastikan Helsa mau pulang bersamanya."Antar gue di depan perumahan aja," jawab Helsa.Dia tidak ingin Akmal tahu dimana rumahnya sekarang, karena j

  • AYAH UNTUK DEVAN   BAB 121

    Weekend adalah hari bermalas-malasan Adryan untuk berangkat ke rumah sakit. Bagaimana tidak, istri dan anaknya asyik di rumah, sedangkan ia harus bekerja. Padahal kan, dia juga ingin berlibur.Ya, setiap sabtu Helsa dan Devan memang libur.Pukul lima pagi Helsa sudah terjaga. Mandi, menyiapkan sarapan, dan juga pakaian kerja suaminya. Helsa juga sempat mengintip Devan di kamar, anaknya masih tertidur, sama seperti Adryan.Sudah selesai dengan semuanya, wanita tersebut kembali ke kamar untuk membangunkan bayi besarnya.Bayi besar? Itu karena Adryan berlaku manja sejak Helsa kembali dari Kanada.Helsa duduk pada bibir ranjang, ia usap lengan suaminya, "Mas, Helsa udah sejam berkutat di dapur, masih aja tidur,"Hanya sedikit erangan yang terdengar, sekali lagi Helsa membangunkannya. Menarik selimut yang menutup sebatas pinggang."Good morning, babe," ucap Adryan. Ia menarik tangan Helsa dan mengecupnya. Aish, jantung aman?Helsa hanya bergumam, ia beranjak dari sana membuka gorden jendel

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status