Matahari pagi cukup terik hari ini membuat peluh keringat Arinda yang habis lari pagi lebih banyak keluar. Saat dia akan membuka kunci pintu besi depan kos ternyata sudah ada seorang pria dari dalam membuka pintu itu juga.
"Habis lari Arinda," sapa pria bernama Anton itu ramah.
"Iya nih. Thanks ya Anton," jawab Arinda lalu berlari naik ke kamar kos-nya.
Begitu sampai di kamar kos dia langsung mandi dan langsung memasak makanan untuk beberapa penghuni kos lain di dapur mini yang dia buat di kamarnya. Untung ada jendela di kamarnya sehingga tidak akan membuat kamarnya pengap.Tapi kali ini Arinda tidak bersemangat memasak itu semua karena sudah satu tahun lamanya dia menganggur dan hanya mengandalkan uang tabungan dan penghasilan seadanya dari dia berjualan makanan seperti ini.
Sambil memasak Arinda berpikir dia harus segera mendapat pemasukan yang baik jika tidak umurnya akan semakin tua dan kesempatan untuk hidup bahagia di usia tua akan semakin menipis.
Setelah selesai Arinda mengantarkan sepuluh porsi nasi goreng ala anak kos ke pemilik kamar masing-masing.
Satu porsi nasi goreng hanya dia jual seharga sepuluh ribu rupiah, harga yang sangat murah dan juga standar untuk nasi goreng ebi di tambah telur.
Arinda kembali ke kamarnya dan mulai membereskan kamar, sore nanti dia akan mengayuh sepedanya untuk ke pasar terdekat membeli keperluan makan dan jualannya. Begitu setiap harinya Arinda melakukan kegiatannya.
Lalu terdengar suara familiar di depan kamarnya.
"Arinda? Udah masak belum?" tanya Nindy pelan sambil mengetuk pintu.
"Bukannya tanya udah bangun belum malah tanya udah masak belum, dasar tetangga nggak tau diri!" balas Arinda dari dalam.
Nindy terkekeh dan mulai membuka pintu kamar. Jika sudah begitu berarti Arinda mempersilahkannya masuk. Harum makanan langsung tercium di hidung Nindy. Bersyukur dia mempunyai tetangga yang hobi memasak sehingga dia bisa membantu untuk menghabiskan masakannya.
"Minta sarapan ya?" tanya Nindy dengan cengiran polosnya.
"Kau ya! Nanti kalau udah kerja harus bayar!" balas Arinda. Logat batak keluar begitu saja dari mulutnya dan itu sudah biasa pasti bagi si Gendis. Arinda lalu memberikan nasi goreng buatannya kepada Nindy.
"Gimana? Udah ada panggilan belum?" tanya Nindy.
"Belum."
Nindy menghela napas lelah. Nasibnya dan Nindy tidak beda jauh jika Arinda bertahan dengan uang tabungan yang nyaris habis dan berjualan masakan, Nindy bertahan di Ibu Kota dengan kerja serabutan.
***
Arinda sedang membaca buku di tempat tidurnya setelah mengirim beberapa email ke perusahaan yang membuka lowongan bagi tamatan SMA sepertinya. Lalu kemudian terdengar suara Nindy lagi memanggilnya, dia membuka pintu kamar dan menemukan Nindy di sana.
"Kenapa HP lo nggak aktif? Ini lo jemput Ela sekarang di rumah sakit. Dia kecelakaan." Nindy tampak tergesa memberikan kunci motornya.
"Kecelakaan?" tanya Arinda terkejut, "Kenapa gue yang jemput?"
"Gue harus kerja. Udah cepet jemput Ela sekarang, alamatnya udah ada di grup chat. Gue berangkat dulu." Tanpa menunggu jawaban Arinda, Nindy langsung berlalu pergi.
"Terus lo kerja naik apa?!" teriak Arinda.
"Jalan, deket kok di taman!" balas Nindy sambil menuruni tangga.
"Oalah mak jang," ujar Arinda memakai switer lalu keluar dari kamar.
Arinda yang lihai membawa motor dengan kecepatan tinggi tidak membutuhkan waktu lama sampai di rumah sakit.
Dia masuk ke rumah sakit buru-buru melihat sahabatnya yang bening itu dimana. Lalu wajah Ela terlihat membuat Arinda segera menghampirinya.
"Ela?" Yinela menoleh saat melihat Arinda sampai.
"Butet," Yinela segera memeluk sahabatnya itu lalu menangis.
sebenarnya Arinda ingin membekap mulut Ela yang sudah memanggilnya Butet di depan banyak orang, tapi dia tahan karena ada beberapa pasang mata yang melihat mereka."Gue takut, Rin.""Shh, udah nggak pa-pa. Sekarang gimana keadaan anak itu?"
Yinela melepaskan pelukannya lalu melirik anak yang masih kecil berada dipangkuan seorang pria.
"Saya temannya Yinela, Om, Tante."
Kedua orang tua anak itu mengangguk bersamaan. Lalu, sang ibu berkata,
"Bawa dulu teman kamu bersih-bersih. Lihat, bajunya sudah kena darah semua."
Arinda mengangguk. "Baik Om." Gadis itu lalu menarik tangan Yinela. "Ayo."
Setelah semua urusan Ela selesai Arinda baru membaca group w******p mereka kemudian memberi kabar kepada Nindy dan Reina kalau dia dan Ela sudah akan kembali ke kos.
Arinda menghembuskan napas lega karena Ela tidak terluka parah dia sudah sempat berpikiran macam-macam tadi di jalan.
***
Ed sedang berada di mobilnya dan duduk sambil memainkan ponsel. Mobil itu sedang berhenti karena terjebak lampu merah. Ed yang merasa bosan melihat sosial media kemudian melihat jalanan yang ramai dan tidak dia duga dia kembali melihat wanita manis waktu itu.
Wanita itu memakai helm dan wajahnya fokus melihat jalan di depannya. Posisi mobil Ed dan sepeda motor wanita itu bersebelahan dan satu niat jahil muncul dalam benaknya.
Ali yang berada di sebelah Ed menggelengkan kepala saat melihat Ed sedang memotret wanita manis itu.
"Diajak kenalan aja bos," kata Ali dan Ed hanya memberikan senyuman pertanda setuju.
Ed baru menurunkan kaca jendela namun sialnya lampu sudah berubah menjadi warna hijau membuat sepeda motor wanita itu melaju lebih dulu dari mobilnya.
Ed tersenyum kecil sambil menggelengkan kepalanya, dia merasa sangat aneh karena tertarik dengan wanita yang terlihat sangat sederhana namun manis. Ed sangat suka melihat mata dan dagu terbelah yang dimiliki wanita itu, dia tidak berharap bisa bertemu lagi dengan wanita itu namun jika akan bertemu lagi Ed akan bergegas berkenalan dengannya.
"Foto saja tidak apa, jika bertemu lagi mungkin akan jadi foto di akte nikah."
ya kan ?
***
"Ela?" panggil Nindy, "Lo masih idup kan?"Arinda mendengar suara Gendis dan dia tertawa sendirian mendengar ocehan Gendis.
"Oke, gue panggil Arinda sama Reina dulu."
"Reina kerja," ucap Ela cepat.
"Itu orang kerjaannya malem mulu, gue laporin bapaknya baru tau rasa," gumam Nindy mengetuk pintu Arinda sebentar dan berjalan ke dapur. Dia mulai menyiapkan makan malam mereka.
"Wah, kesurupan apa lo tiba-tiba bawa nasi padang?" Arinda menatap Nindy bingung.
Nindy tersenyum, "Dapet rejeki dari kakek."
"Kakek?" tanya Ela bingung, "Gue tau lo nggak ada duit tapi ya jangan sama kakek-kakek juga dong, Ndis."
"Otak lo ya! Gue habis bantuin nenek-nenek tadi jadi dikasih duit."
"Kirain udah putus asa, terus-"
"Terus apa?!" Nindy menatap Arinda tajam.
"Nggak jadi." Arinda tertawa dan menarik piringnya mendekat.
Mereka mulai makan dengan diiringi ocehan Arinda yang tiada henti. Dia memang hobi berbicara, bahkan saat makan. Malam ini terasa kurang tanpa keberadaan Reina yang harus bekerja. jadi Nindy memasukkan nasi padang milik Reina ke lemari pendingin.
Meski batin Arinda mengatakan rasa nasi padang itu pasti tidak akan sama lagi, sungguh sangat di sayangkan pikirnya.
Arinda kemudian memutuskan untuk tidur cepat malam itu karena dia akan pergi pagi-pagi besok untuk melamar pekerjaan.
Hidup di Ibu Kota itu sungguh sulit terlebih bagi mereka yang menginginkan jalan halal dalam mencari rejeki.Arinda harus benar-benar giat dan tidak pantang menyerah.Bersambung.. ..
Arinda mengayuh sepeda tidak jauh dari tempat kos-nya berada untuk menuju sebuah mesin ATM berada. Dada Arinda berdebar ketika dia sudah sampai di depan sebuah pintu masuk menuju mesin ATM itu berada, dia menutup matanya sambil berdoa kemudian memasukkan kartu debit yang ia miliki. Setelah memasukkan kata sandi dan metode yang dia inginkan akhirnya barulah dia bisa melihat sisa saldo yang ada dalam kartunya.[[ Sisa saldo anda hanya cukup sampai akhir minggu ini. Umur anda masih panjang dan silahkan lebih berusaha. untuk saat ini anda tidak bisa foya-foya !"]]Arinda menarik napas kasar, sudah satu tahun dia pengangguran jadi wajar saja uang tabun
Eadric melihat ponselnya sepanjang jalan dia menuju kantor Raka siang ini. Dia berpikir tidak mungkin lagi bertemu wanita yang dia foto di lampu merah semalam. Padahal semalam dia tidur berfantasi-kan wajah polos wanita ini."Bos kita sudah sampai," suara Ali membuat Ed memasukkan ponselnya ke dalam saku jas."Bos apa tidak menelpon Pak Raka dulu mungkin beliau sedang makan diluar kantor karena ini jam makan siang.""Raka makan siang di luar ? Robot sepertinya pasti akan tetap di kantor meski jam makan siang." Ed tersenyum kepada Ali mengingat betapa gigih temannya yang bernama Raka itu bekerja.Ketika Ed masuk beberapa karyawan yang mengenalnya sebagai teman dari bos mereka langsung membungkuk memberi hormat. Ada satu wanita ca
Arinda benar-benar menunggu panggilan telpon yang dikatakan oleh Nindy tadi, sudah satu jam dia menunggu hingga akhirnya ponselnya berdering juga dengan nomor tak dikenal."Halo," sapa-nya dengan semangat empat lima.["Halo benar dengan Ibu Arinda."]"Iya benar. Ada perlu apa ya," tanya Arinda sambil mengigit bibirnya sendiri.["Saya Ali ingin memesan makanan dari katering Ibu apa bisa ?"]"Bisa Pak, untuk kapan ya ? dan mau menu apa Pak ?" Setelah Arinda menanyakan hal tersebut pria bernama Ali itu sepertinya tidak langsung menjawab. Hingga akhirnya terdengarlah suara Ali kembali.["Bos saya minta Ibu buatkan sarapan untuk besok pa
Wanita paruh baya di depan Arinda itu tersenyum lalu mempersilahkan Arinda untuk masuk."Bawa masuk saja sekalian ya. Saya panggilkan keponakan saya dulu," kata wanita yang terlihat sangat anggun itu.Arinda membawa sedikit demi sedikit barang yang dia bawa dan meletakkan di tempat yang wanita tadi minta. Ruangan yang dia masuki saat ini sangat mewah dia sangat terpesona melihatnya.Setelah selesai menata semua orderannya Arinda berniat pamit dan ingin mengucapkan terima kasih. Tapi yang dia dengar ada semacam keributan antara dua orang dengan bahasa inggris, dan untungnya dia tidak mengerti sama sekali apa yang mereka bicarakan.Tidak lama keluar seorang pria membuatnya langsung menampilkan senyuman. Sementara pria itu mengusap wajahnya berulang kali dan perlahan mendekati
"Abang bos mau apa kesini ?" tanya Arinda sedikit takut, dia juga melihat ada seorang pria lain di belakangnya.Ed menaikkan satu alisnya mendengar panggilan yang di ucapkan oleh Arinda, terlihat sangat menggemaskan. Ed menaikkan telunjuknya mengisyaratkan agar Ali menjelaskan maksud dan tujuannya datang mencari Arinda. Sementara dia terus menatap Arinda dengan intens, namun sayangnya Arinda tidak terlalu memperhatikannya."Maaf nona Arinda," kata Ali dan baru permulaan, namun sifat galak Arinda keluar begitu saja."Panggil saja Arinda !" Tegasnya dan matanya masih melirik keadaan sekitar lorong di lantai kamarnya."Ehm begini Arinda Mr. Eadric Derson menyukai masakan anda dan dia berniat menjadikan anda sebagai koki pribadi di tempat
Ed duduk gelisah sedari tadi di dalam mobil, jam di tangannya menunjukkan sudah pukul delapan malam. Dia tadinya berniat untuk langsung pulang ke apartemen setelah rapatnya selesai tapi ternyata sepupunya yang tidak terduga datang dan mengajaknya untuk makan bersama.Ed langsung naik ke unit apartemen dengan buru-buru, dia sudah menelpon Arinda sedari tadi namun sambungan telponnya tidak terhubung. Saat pintu terbuka dan dia mulai masuk lebih dalam ke unit miliknya itu Ed melihat Arinda yang sedang tertidur di sofa ruang tamu.Ed tersenyum lalu dia berlutut tepat di depan wajah Arinda, lama dia mengabsen setiap bentuk indah yang di ciptakan Tuhan sempurna di wajah Arinda. Tanpa dia sadari dia tersenyum lalu mengusap wajah Arinda perlahan membuat ketenangan tidur Arinda terusik.K
Sebelum matahari memperlihatkan kilaunya, kamu harus bangun ! Itu adalah pesan nasehat yang terus Arida ingat dan dia patuhi. Setelah mandi dan menuntaskan kewajibannya, Arinda memiliki waktu tiga puluh menit untuk dia berolahraga.Sepertinya waktu memang selalu mempertemukan Anton dengan dirinya, karena pagi ini dia bertemu dengan Anton yang juga baru keluar dari kamarnya memakai setelan olahraga. "Hai Arinda," sapa Anton dan Arinda mengulum senyum karena dia malu bertemu dengan Anton."Kamu sudah terima hadiahnya ?""Sudah bang Anton. Terima kasih ya. Tapi kado itu untuk apa ?" tanya Arinda karena dia memang masih belum mengerti sepenuhnya kenapa Anton memberikan kado itu.
Arinda senang bekerja dengan Ed, kerjanya santai dan Ed benar-benar adalah bos yang sangat baik. Siang itu ternyata dia tidak sendiri di apartemen luas milik Ed itu, ada seorang wanita paruh baya yang datang dan saat berkenalan dengan Arinda ibu bernama Surti itu ternyata adalah orang yang bertugas membersihkan apartemen itu setiap harinya.Saat Arinda sudah selesai merapikan semua barang belanjaannya dengan Ed tadi, pria itu datang sudah dengan setelan rapi dan duduk di meja makan yang ada di dapur tersebut."Arinda kamu bisa memasak apa dengan waktu dua puluh menit ?" pertanyaan itu membuat Arinda terkejut."Abang bos m