Home / Urban / Abang Ojek VS Ibu Polwan / Bab 2: Saya Yang Salah

Share

Bab 2: Saya Yang Salah

Author: Ayusqie
last update Last Updated: 2023-02-19 01:31:22

Bab 2: Saya Yang Salah

“Kalau kamu mau menelepon polisi, silahkan!”

“Akulah polisi itu!”

Mendengar itu, tiba-tiba saja Hekal tersentak. Telinganya bagai tersengat lebah, wajahnya seketika menegang dan terperangah. Beberapa saat ia mematung. Tangannya juga ikut mematung, dengan ponsel tergenggam dan layarnya menyala.

Pelan-pelan ia menoleh pada Olive.

“Benarkah wanita ini seorang polisi? Seorang Polwan?” Tanya Hekal dalam hati. 

Ia lalu menyipitkan matanya, untuk menajamkan pandangan dan menaksir si wanita dari penampilan dan posturnya. Tinggi badan? Lumayan tinggi, di atas rata-rata kebanyakan wanita. Gemuk? Tidak. Langsing? Iya.

Rambutnya? Pendek! Hanya sepangkal leher, dan itu ciri kuat dari seorang Polwan! Tambahan lagi, dengan amat percaya dirinya Olive lantas meneror Hekal dengan kata-katanya.  

“Ayo, Abang ojek, silahkan kalau mau menelepon polisi! Saya persilahkan!”

“Silahkan saja Mas, Bang, Uda, Beli, Lae, Aa, Kakanda.., silahkan mau ngomong apa. Polisinya sudah ada di sini!” 

Mendadak saja Hekal menjadi gugup, grogi, dan serba salah. Keyakinan pada kebenaran yang dia pegang tadi, secara perlahan mulai memudar. Sejurus dia meragukan keadaannya sendiri, juga ragu pada Olive.

Namun, melihat sikap penuh percaya diri Olive yang kemudian bertolak pinggang, dengan pandangan matanya yang tajam, juga dengan gesture tubuhnya yang begitu tegas dan sangat meyakinkan, Hekal mulai cemas dengan dugaannya sendiri. Lagipula, wajah Olive yang sedikit mendongak angkuh itu secara psikologis memang mulai menekan mental Hekal.

“Apakah aku harus menunjukkan kartu tanda anggota kepolisian supaya kamu percaya??” Tanya Olive ketus dengan sikapnya yang makin pongah.

Hekal menelan ludah. Bersamaan dengan itu, suara dering terdengar dari ponsel yang sedang ia pegang di tangan kanan. Sebentar ia mengangkat ponsel untuk melihat layarnya, tapi kemudian ia turunkan lagi untuk kembali menghadapi Olive.

“Haah?? Apa aku harus menunjukkan seragamku supaya kamu percaya bahwa aku adalah polisi??”

Hekal menundukkan wajahnya, menoleh kanan dan kiri berusaha menghindari tatapan tajam Olive yang terasa amat menikam. Ia mundur beberapa langkah, lalu berhenti di samping motornya yang berdiri dengan dua stander tepat di depan pintu toko yang kosong.

“Heii, Bro! Kenapa tiba-tiba kamu diam??” Kejar Olive terus mendekati Hekal. Gadis patah hati yang tengah dijerang emosi ini pun membusungkan dadanya, yang tadi nyaris terjamah oleh tangan Hekal.

“Jawab pertanyaanku! Apa aku harus menunjukkan tanda pangkatku supaya kamu percaya bahwa aku adalah polisi??”

Kemarahan Olive semakin memuncak saja. Rasa kecewa, kesal, dan sedih akibat pertengkarannya dengan Barry belum lama berselang membuat ia tidak sadar telah melewati batas amarah yang pernah ia lakukan.

Beberapa orang dari warga sekitar secara perlahan-lahan mulai menjauh. Mereka tidak ingin mencampuri urusan dua orang yang tengah bersitegang ini. Namun, masih ada juga satu atau dua orang yang menyaksikan dari jarak yang tidak terlalu dekat.

Ponsel Hekal berdering lagi, dan hal itu membuat ia menjadi serba bingung dan bimbang. Menghadapi Olive, ia semakin kecut saja. Sementara mendengar dan melihat ponselnya yang terus saja berdering, ia tampak cemas dan takut.

“Hei, Bro! Tadi kamu begitu gagah membentak-bentak aku, tapi kenapa sekarang kamu tiba-tiba bisu?? Ayo jawab!” Olive semakin membusungkan dadanya, membuat Hekal semakin takut, panik dan pucat.

“Apa aku harus menunjukkan baju dinasku?? Lambang kebesaranku?? Dan logo kesatuanku??”

Hekal kecut sejadi-jadinya. Ia sadar, tidak mungkin orang bisa memiliki kepercayaan diri yang begitu tinggi jika dia hanya berbohong. Ia mulai percaya bahwa Olive adalah seorang polisi, atau Polwan. Dalam waktu yang amat singkat ini ia pun menyangkal kebenaran yang tadi sempat ia pegang.

“Mungkin memang aku yang salah,” katanya dalam hati.

“Jarakku mungkin yang lebih jauh dari titik persimpangan. Mungkin karena melamun aku tidak melihat sorot lampu dim dari mobil si Kakak Polwan ini. Iya, mungkin aku yang memang tidak melihat lampu seinnya.”

Wajah Hekal semakin tampak panik seakan ada yang mengejar dirinya. Ponsel dalam genggaman lagi-lagi berdering. Siapa pun dia di seberang sana yang sedang menghubungi Hekal, pastilah mempunyai urusan yang sangat penting.

Terlebih dulu menelan ludah, akhirnya Hekal beranikan diri untuk mengatakan sesuatu pada Olive. Namun, kali ini dengan suara yang lembut dan rendah. Ditambah, sekarang ia menggunakan ‘kakak’ lagi.

“Begini, Kak. Mungkin saya yang salah..,”

“Memang kamu yang salah, kok!” Sambar Olive.

“Iya, iya, Kak. Saya memang salah. Saya minta maaf. Saya mohon, maafkan saya ya Kak? Saya.., saya..,”

“Naaaah.., ngaku kamu sekarang ya??!”

“Iya, iya, Kak. Saya mohon, maafkan saya. Saya mohon jangan diperpanjang masalah ini. Kehidupan saya sudah sulit dalam beberapa bulan ini. Jujur, saya tadi juga tidak terlalu fokus di jalan, sehingga..,”

********

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Abang Ojek VS Ibu Polwan   Bab 303: Selendang Cinta

    Bab 303: Selendang Cinta “Saya terima nikah dan kawinnya Karin Jazmina Zachrie binti..,” Kalimat Aje terputus lagi! Bintinya, binti siapa? Aje lupa! Siapa tadi nama ayah kandung Karin? Siapa tadi namanya, ini, lelaki di hadapanku yang menggenggam tanganku ini! Mengapa lidah Aje menjadi kelu begini? Tiba-tiba saja hatinya bergetar dahsyat. Ia merasa tengah berada di dalam sebuah dimensi yang tak terdefinisi. Seakan-akan ia berada di suatu kegelapan, di mana sekarang tengah dipampangkan di depan matanya, seluruh kolase hidupnya yang bersambungan bak deretan potret. Dia yang dulu menikah dengan Diana., Dia yang dulu menjalani hidup nan bahagia.., Diana yang kemudian mengandung.., Diana yang dimasukkan ke ruang operasi…, Diana yang tak sadar dan terus pergi.., Darah Aje mendesir begitu derasnya. Bulu romanya pun serentak meremang. Entah apa yang ia rasakan sekarang. Namun, tiba-tiba kegelapan yang menyungkupinya tadi menghilang. Digantikan suasana yang terang benderang, de

  • Abang Ojek VS Ibu Polwan   Bab 302: Riam Kanan Riam Kiri

    Bab 302: Riam Kanan Riam Kiri “Eeem, ini, Abang ada masalah, Kal.”“Masalah? Masalah apa, Bang?”“Jadi begini, besok malam, eee.., besok malam.., Abang mau.., ini, ckk, eee..,”“Mau apa?” Kejar Hekal.“Emmm, Abang mau melamar seseorang.”“Melamar?”“Iya.”“Siapa?”“Kamu pasti tahu orangnya.”“Mbak Karin?”“Iya.”“Tunggu, tunggu dulu, Bang.”“Kenapa?”“Aku bilang cie dulu ya.”“Silah..,” belum sampai ‘kan’, Hekal sudah,“Ciiieeeee..!”Nah, masalahnya adalah, Aje sudah tidak mempunyai orang tua lagi. Kerabat terdekat ayahnya yang dituakan justru tinggal di kota yang berbeda dan itu jauh.Aje bisa saja, dan ia berani melakukan itu, melamar Karin seorang diri. Akan tetapi, ia juga tidak bisa mengabaikan etika.Semestinya, untuk berbicara dengan orang tua Karin harus melalui perantara orang tua juga, dalam hal ini keluarga.“Abang sudah meminta tolong Pak Sali untuk menjadi perwakilan keluarga Abang. Tapi, dia tidak berani. Grogi, begitu katanya.”“Oh, begini saja, Bang. Aku ada ide.”“Ap

  • Abang Ojek VS Ibu Polwan   Bab 301: Bunda Untuk Tiara

    Bab 301:Bunda Untuk Tiara Aje mengendarai motornya dengan perasaan yang melambung. Seakan-akan ia baru saja menghirup gas helium, membuat dirinya dan juga motornya terasa amat ringan.Rasanya seperti mau terbang saja. Mungkin benar apa yang dikatakan pujangga lama dari antah berantah itu, bahwa bagi orang-orang yang sedang jatuh cinta, mereka tak butuh sayap!Seperti inikah dampak dari sesuatu yang dinamakan asmara itu?Apakah ini merupakan pengalaman yang paling baru bagi Aje?Tidak juga. Bersama almarhumah Diana dulu ia pernah merasakan gejolak yang seperti ini. Momen ketika dulu ia bertemu dengan almarhumah Diana pun kembali membayang di dalam benak Aje, seiring dengan perjalanannya bermotor kembali ke rumah.Di dalam bus metro, ya, di situlah ia dulu bertemu dengan Diana sewaktu masih tinggal di Jakarta. Cerita pun bergulir dari beberapa pertemuan hingga menjadi perkenalan.

  • Abang Ojek VS Ibu Polwan   Bab 300: Kamu Oke Aku Pun Oke

    Bab 300:Kamu Oke Aku Pun Oke “Ayim!”“Jazmin!”Tiba-tiba saja, bumi berhenti berputar, angin berhenti berhembus, bunga dan pepohonan tak bergerak, kupu-kupu diam mengambang.., semua yang ada di taman ini seakan terpasung pada waktu yang abadi.Pelan-pelan, Karin melirik ke arah Aje. Pelan-pelan juga Aje melirik ke arah Karin. Beberapa detik mereka berdua saling bersitatap, lalu serentak saling mengalihkan pandangan. Canggung, grogi, gugup, kikuk.Aje dan Karin telah tertangkap basah dengan kata-kata mereka sendiri, Saat ini Karin merasa bagai pencuri ayam yang terkurung di dalam kandang.Aje pun merasa bagai maling celana dalam yang dipergoki sang pemilik jemuran.“Naaah..!” Kata Olive menunjuk Hekal. “Sudah dengar Kakak kan? Gebetannya Mbak Karin itu cuma Ayim!”“Sudah dengar juga kamu kan?” Sahut Hekal pula. &ldq

  • Abang Ojek VS Ibu Polwan   Bab 299: Ayim & Jazmin

    Bab 299:Ayim & Jazmin Aje mengendarai motornya dengan kecepatan yang sedikit lebih dari biasanya. Ia tidak ingin Hekal terlalu lama menunggu, lalu membuat penerima paket pun ikut menunggu.Barang yang tidak biasa, dengan layanan yang tidak biasa pula. Butuh cepat, begitu kata Hekal tadi. Ongkosnya saja dua kali lipat dari yang semestinya.Sesekali Aje berhenti di lampu merah, atau di ruas jalan yang kebetulan sedang ada kemacetan. Ia barengi proses mengendara motornya itu dengan berpikir, tentang apa pun yang kebetulan melintas di dalam benaknya.Nah, tiba-tiba ia teringat lagi pada mimpinya beberapa waktu yang lalu. Tentang seorang wanita di bawah joglo yang ditunjukkan almarhumah Diana.Atau, bagaimana jika.., joglo dalam mimpinya itu memiliki pengertian yang tidak harfiah. Artinya bukan joglo dalam bentuk fisik, tapi joglo dalam bentuk yang.., heemm, Aje terus berpikir, terus melamun, se

  • Abang Ojek VS Ibu Polwan   Bab 298: Yang Bertengkar

    Bab 298:Yang Bertengkar Sepanjang perjalanannya menuju alun-alun ini, benak Karin terus diganggu dengan banyaknya pertanyaan. Ia tak habis pikir, masalah apa yang sedang dihadapi Olive itu hingga ia meminta bantuan pada dirinya.“Mudah-mudahan, Olive nanti bisa kuat dan menyelesaikan masalahnya sendiri dengan Hekal,” harap Karin dalam hati.“Mudah-mudahan aku tidak perlu campur tangan.” Olive bilang di telepon tadi, dia bertengkar dengan Hekal suaminya itu. Pasal apakah? Apakah ini menyangkut fisik Olive yang tidak sempurna lagi dan Hekal yang kakinya juga cacat?“Sepertinya, tidak mungkin.” Bantah Karin pula.Sebab, dengan pandangannya sendiri ia bisa menilai ketulusan Hekal pada Olive dan begitu juga sebaliknya.Atau, ada rahasia lain?Misalnya, Olive frigid, dan Hekal impoxten hingga tak mampu menafkahi batin istrinya itu? Hemm,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status