Bab 299: Ayim & Jazmin
Aje mengendarai motornya dengan kecepatan yang sedikit lebih dari biasanya. Ia tidak ingin Hekal terlalu lama menunggu, lalu membuat penerima paket pun ikut menunggu.
Barang yang tidak biasa, dengan layanan yang tidak biasa pula. Butuh cepat, begitu kata Hekal tadi. Ongkosnya saja dua kali lipat dari yang semestinya.
Sesekali Aje berhenti di lampu merah, atau di ruas jalan yang kebetulan sedang ada kemacetan. Ia barengi proses mengendara motornya itu dengan berpikir, tentang apa pun yang kebetulan melintas di dalam benaknya.
Nah, tiba-tiba ia teringat lagi pada mimpinya beberapa waktu yang lalu. Tentang seorang wanita di bawah joglo yang ditunjukkan almarhumah Diana.
Atau, bagaimana jika.., joglo dalam mimpinya itu memiliki pengertian yang tidak harfiah. Artinya bukan joglo dalam bentuk fisik, tapi joglo dalam bentuk yang.., heemm, Aje terus berpikir, terus melamun, se
Bab 300:Kamu Oke Aku Pun Oke “Ayim!”“Jazmin!”Tiba-tiba saja, bumi berhenti berputar, angin berhenti berhembus, bunga dan pepohonan tak bergerak, kupu-kupu diam mengambang.., semua yang ada di taman ini seakan terpasung pada waktu yang abadi.Pelan-pelan, Karin melirik ke arah Aje. Pelan-pelan juga Aje melirik ke arah Karin. Beberapa detik mereka berdua saling bersitatap, lalu serentak saling mengalihkan pandangan. Canggung, grogi, gugup, kikuk.Aje dan Karin telah tertangkap basah dengan kata-kata mereka sendiri, Saat ini Karin merasa bagai pencuri ayam yang terkurung di dalam kandang.Aje pun merasa bagai maling celana dalam yang dipergoki sang pemilik jemuran.“Naaah..!” Kata Olive menunjuk Hekal. “Sudah dengar Kakak kan? Gebetannya Mbak Karin itu cuma Ayim!”“Sudah dengar juga kamu kan?” Sahut Hekal pula. &ldq
Bab 301:Bunda Untuk Tiara Aje mengendarai motornya dengan perasaan yang melambung. Seakan-akan ia baru saja menghirup gas helium, membuat dirinya dan juga motornya terasa amat ringan.Rasanya seperti mau terbang saja. Mungkin benar apa yang dikatakan pujangga lama dari antah berantah itu, bahwa bagi orang-orang yang sedang jatuh cinta, mereka tak butuh sayap!Seperti inikah dampak dari sesuatu yang dinamakan asmara itu?Apakah ini merupakan pengalaman yang paling baru bagi Aje?Tidak juga. Bersama almarhumah Diana dulu ia pernah merasakan gejolak yang seperti ini. Momen ketika dulu ia bertemu dengan almarhumah Diana pun kembali membayang di dalam benak Aje, seiring dengan perjalanannya bermotor kembali ke rumah.Di dalam bus metro, ya, di situlah ia dulu bertemu dengan Diana sewaktu masih tinggal di Jakarta. Cerita pun bergulir dari beberapa pertemuan hingga menjadi perkenalan.
Bab 302: Riam Kanan Riam Kiri “Eeem, ini, Abang ada masalah, Kal.”“Masalah? Masalah apa, Bang?”“Jadi begini, besok malam, eee.., besok malam.., Abang mau.., ini, ckk, eee..,”“Mau apa?” Kejar Hekal.“Emmm, Abang mau melamar seseorang.”“Melamar?”“Iya.”“Siapa?”“Kamu pasti tahu orangnya.”“Mbak Karin?”“Iya.”“Tunggu, tunggu dulu, Bang.”“Kenapa?”“Aku bilang cie dulu ya.”“Silah..,” belum sampai ‘kan’, Hekal sudah,“Ciiieeeee..!”Nah, masalahnya adalah, Aje sudah tidak mempunyai orang tua lagi. Kerabat terdekat ayahnya yang dituakan justru tinggal di kota yang berbeda dan itu jauh.Aje bisa saja, dan ia berani melakukan itu, melamar Karin seorang diri. Akan tetapi, ia juga tidak bisa mengabaikan etika.Semestinya, untuk berbicara dengan orang tua Karin harus melalui perantara orang tua juga, dalam hal ini keluarga.“Abang sudah meminta tolong Pak Sali untuk menjadi perwakilan keluarga Abang. Tapi, dia tidak berani. Grogi, begitu katanya.”“Oh, begini saja, Bang. Aku ada ide.”“Ap
Bab 303: Selendang Cinta “Saya terima nikah dan kawinnya Karin Jazmina Zachrie binti..,” Kalimat Aje terputus lagi! Bintinya, binti siapa? Aje lupa! Siapa tadi nama ayah kandung Karin? Siapa tadi namanya, ini, lelaki di hadapanku yang menggenggam tanganku ini! Mengapa lidah Aje menjadi kelu begini? Tiba-tiba saja hatinya bergetar dahsyat. Ia merasa tengah berada di dalam sebuah dimensi yang tak terdefinisi. Seakan-akan ia berada di suatu kegelapan, di mana sekarang tengah dipampangkan di depan matanya, seluruh kolase hidupnya yang bersambungan bak deretan potret. Dia yang dulu menikah dengan Diana., Dia yang dulu menjalani hidup nan bahagia.., Diana yang kemudian mengandung.., Diana yang dimasukkan ke ruang operasi…, Diana yang tak sadar dan terus pergi.., Darah Aje mendesir begitu derasnya. Bulu romanya pun serentak meremang. Entah apa yang ia rasakan sekarang. Namun, tiba-tiba kegelapan yang menyungkupinya tadi menghilang. Digantikan suasana yang terang benderang, de
Bab 1: Insiden Ciiitt..!Braakk..!Hekal terjatuh bersama dengan motornya. Tubuh driver ojek online ini berguling dua kali di aspal sebelum kemudian berhenti dengan posisi terlentang. Ia melihat ke atas, gelap, malam hari menghadirkan gerimis, dan beberapa tetesnya membasahi wajah Hekal. Sadar, Hekal tetap sadar. Maka cepat ia bangkit, berjalan ke arah motornya dan mendirikan motor itu untuk ia dorong ke tepi jalan.“Sial!” Umpat Hekal dalam hati.Apes sekali memang driver ojek ini. Sebuah mobil sedan yang keluar mendadak dari sebuah persimpangan telah menabrak dirinya.Mobil sedan masih berhenti di tengah persimpangan, lampu hazardnya menyala, kuning berkedip-kedip kanan dan kiri. Disusul kemudian dengan keluarnya sang pengemudi, yang rupanya seorang wanita cantik berambut pendek dan berpostur proporsional.“Kamu tidak apa-apa?” Tanya si wanita pengemudi dengan raut yang cemas.“Tidak, Kak,” jawab Hekal dengan wajah yang memerah karena menahan amarah.Ketika jatuh tadi Hekal mer
Bab 2: Saya Yang Salah “Kalau kamu mau menelepon polisi, silahkan!”“Akulah polisi itu!”Mendengar itu, tiba-tiba saja Hekal tersentak. Telinganya bagai tersengat lebah, wajahnya seketika menegang dan terperangah. Beberapa saat ia mematung. Tangannya juga ikut mematung, dengan ponsel tergenggam dan layarnya menyala.Pelan-pelan ia menoleh pada Olive.“Benarkah wanita ini seorang polisi? Seorang Polwan?” Tanya Hekal dalam hati. Ia lalu menyipitkan matanya, untuk menajamkan pandangan dan menaksir si wanita dari penampilan dan posturnya. Tinggi badan? Lumayan tinggi, di atas rata-rata kebanyakan wanita. Gemuk? Tidak. Langsing? Iya.Rambutnya? Pendek! Hanya sepangkal leher, dan itu ciri kuat dari seorang Polwan! Tambahan lagi, dengan amat percaya dirinya Olive lantas meneror Hekal dengan kata-katanya. “Ayo, Abang ojek, silahkan kalau mau menelepon polisi! Saya persilahkan!”“Silahkan saja Mas, Bang, Uda, Beli, Lae, Aa, Kakanda.., silahkan mau ngomong apa. Polisinya sudah ada di sini!”
Bab 3: Bahasa Isyarat “Jujur, saya tadi juga tidak terlalu fokus di jalan, sehingga..,”“Naah..! Kalau ngomong baik-baik begini kan, enak! Ini, tidak! Kamu yang salah, kamu pula yang mencak-mencak!”Seingat Hekal, Olive-lah yang lebih dulu mencak-mencak, dan terus saja mencak-mencak, sampai sekarang! Akan tetapi, apa daya? Hekal sudah tak berkutik ditikam pandangan mata Olive yang tajam, dan juga terus dikejar oleh dering ponselnya yang lagi-lagi menyala.“Iya, Kak. Saya akui saya khilaf,” kata Hekal lagi dengan suara yang memelas.“Namanya saja manusia, Kak, tempatnya salah dan dosa. Kita selesaikan masalah ini dengan cara kekeluargaan saja ya, Kak?”“Aku tak mau jadi keluargamu!” Ketus Olive mengulang kalimatnya yang tadi. Sambil buang muka pula. Hekal mengatupkan kedua telapak tangannya di depan dada, lantas maju perlahan.“Saya mohon, tolonglah Kak. Kakak Polwan yang cantik.., saya mengetuk pintu hati Kakak. Saya akan bertanggung jawab atas masalah ini. Saya akan mengganti biay
Bab 4: Sepotong Kisah Dari Seberang Telepon Olive memegang lingkar kemudi mobilnya. Sedikit memajukan posisi tubuh, kepalanya sedikit mendongak ke depan untuk terus menyaksikan Hekal. Hati Olive sudah bulat sekarang. Ia masih belum ingin pergi dari situ.Sejauh yang Olive ingat, ia mengetahui bahasa isyarat hanyalah dari televisi. Ia kemudian menyadari ada sesuatu yang menarik dari diri Hekal, si penutur bahasa isyarat itu. Menurut Olive, wajah Hekal tampak lucu, dan itu membuatnya sedikit gemas. Sang Polwan ini menduga Hekal sedang memarahi atau mengomeli orang tunarungu di seberang teleponnya itu.Ah, Olive semakin penasaran saja. Pelan-pelan ia membuka pintu mobilnya kembali dan keluar. Tanpa menimbulkan suara ia berjalan perlahan menuju Hekal, yang terus asyik dengan pembicarannya di telepon. Sampai-sampai lelaki si driver Ayo-Jek itu tidak menyadari keberadaan Olive yang telah berdiri di sampingnya, sedikit menyisi ke arah belakang.Olive memiringkan kepalanya sedikit. Matanya m