Bab 3: Bahasa Isyarat
“Jujur, saya tadi juga tidak terlalu fokus di jalan, sehingga..,”
“Naah..! Kalau ngomong baik-baik begini kan, enak! Ini, tidak! Kamu yang salah, kamu pula yang mencak-mencak!”
Seingat Hekal, Olive-lah yang lebih dulu mencak-mencak, dan terus saja mencak-mencak, sampai sekarang! Akan tetapi, apa daya? Hekal sudah tak berkutik ditikam pandangan mata Olive yang tajam, dan juga terus dikejar oleh dering ponselnya yang lagi-lagi menyala.
“Iya, Kak. Saya akui saya khilaf,” kata Hekal lagi dengan suara yang memelas.
“Namanya saja manusia, Kak, tempatnya salah dan dosa. Kita selesaikan masalah ini dengan cara kekeluargaan saja ya, Kak?”
“Aku tak mau jadi keluargamu!” Ketus Olive mengulang kalimatnya yang tadi. Sambil buang muka pula.
Hekal mengatupkan kedua telapak tangannya di depan dada, lantas maju perlahan.
“Saya mohon, tolonglah Kak. Kakak Polwan yang cantik.., saya mengetuk pintu hati Kakak. Saya akan bertanggung jawab atas masalah ini. Saya akan mengganti biaya perbaikan mobil Kakak yang rusak itu.”
“Baguslah kalau begitu!”
Olive mundur beberapa langkah untuk mendekati mobilnya. Jarinya menunjuk-nunjuk bagian depan mobilnya itu.
“Sekarang lihat ini! Lihat! Bemper ini penyok, lampu ini retak, grill ini lecet!”
“Iya, iya, saya sudah lihat, Kak. Saya mengerti.” Sahut Hekal dengan suaranya yang kini terdengar nelangsa.
Driver ojek ini lalu mengambil dompetnya dari saku celana. Ia mencabut kartu identitas miliknya dan memberikan itu pada Olive.
“Ini KTP saya, Kak, sebagai jaminan untuk Kakak. Saya sudah tidak bisa lari dari tanggung jawab sekarang, kan? Besok, Kakak bisa membawa mobil Kakak ini ke bengkel untuk perbaikan. Nanti, berapa pun biayanya biar saya yang menanggung.”
Fiuh! Betapa beratnya malam ini dilewati oleh Hekal. Penghasilannya yang tak seberapa harus terenggut pula oleh mobil Kakak Polwan yang galaknya macam dedemit ini.
Olive yang masih dijerang amarah menerima kartu identitas milik Hekal. Bukan, bukan menerima. Tetapi menyambar langsung dari tangan si empunya. Beberapa saat mulut Olive terus saja mengomel panjang pendek. Hekal hanya bisa menunduk, misuh-misuh di dalam hati.
“Jadi masalah kita sudah selesai sampai di sini ya, Kak?” Pinta Hekal lagi dengan suaranya yang terdengar pasrah.
Olive masih memandangi Hekal dengan tatapan yang tajam. Irama nafasnya masih terdengar menderu.
“Ya sudah!” Kata Olive masih dengan ketusnya.
“Saya ingatkan kamu ya? Jangan sekali-kali kamu kabur dari saya. Sampai ke lubang semut pun kamu akan saya kejar!”
“Iya, iya Kak. KTP saya sudah Kakak pegang, kan? Tidak mungkin saya lari, Kak. Besok, setelah Kakak ke bengkel Kakak bisa menghubungi saya untuk mengurus biayanya.”
Olive memandangi Hekal dengan sorot yang tetap tajam. Dari atas ke bawah dan sebentar berhenti untuk mencermati jaket hijau bertuliskan Ayo-Jek, seragam ojek online yang dipakai Hekal.
“Mohon maaf sebelumnya, kalau boleh saya tahu, sebagai polisi Kakak berdinas di mana?”
“Direktorat Lalu Lintas!”
Nyess! Begitu rasanya di dalam hati Hekal. Meributkan masalah lalu lintas dengan polisi yang bertugas di bidang lalu lintas, ini sama halnya dengan seorang hamba yang memprotes Tuhan. Gila, bukan?
“Ooh, kalau begitu, sudah ya, Kak?” Sekali lagi Hekal memohon.
“Iya, iya, sudah sana!”
Hekal cepat mundur, bersamaan dengan Olive yang kemudian berbalik dan memasuki mobilnya. Sudah duduk di jok, gerakan tangan Olive men-stater mesin tertahan ketika ia melihat Hekal melakukan sesuatu yang segera saja membuat dirinya bertanya-tanya.
Dengan sangat terburu-buru Hekal menuju bagian ujung dari teras toko. Tangannya menadah tetesan hujan dari talang air dan mempergunakan sedikit air itu untuk menyapu kepalanya. Lepas itu ia juga merapih-rapihkan rambutnya, menyisirnya dengan jari-jari tangan, dan mengusap-usap wajahnya supaya tampak segar.
“Ngapain si tukang ojek itu??” Tanya Olive dalam hati.
Hekal duduk bersila di depan ruko, bersandar pada pintu gesernya yang tertutup, tepat di bawah lampu teras. Hekal kemudian mengangkat ponselnya sejajar wajah untuk menerima panggilan dari seberang, yang rupanya itu adalah video call.
Tidak lebih dari sepuluh meter jaraknya, Olive bisa melihat semuanya dengan jelas dari dalam mobil. Ketika Hekal, seraya memaksakan senyumnya, menggerak-gerakkan tangan di depan layar ponsel. Mimik wajah Hekal berekpresi, bibirnya bergerak-gerak tanpa suara, lalu tangan dan jari-jarinya membuat gerakan-gerakan yang..,
Beberapa detik kemudian, Olive pun tersadar. Hekal berkomunikasi dengan lawan bicaranya itu menggunakan bahasa isyarat, bahasanya orang tunarungu, atau bisu!
Olive tertegun.
Beberapa saat Olive terus tertegun. Niatnya semula untuk segera hengkang dari situ ia batalkan. Ia terus memandangi Hekal yang berkomunikasi dengan lawan bicaranya menggunakan bahasa isyarat itu.
“Siapakah dia, tunarungu di seberang sana yang berbicara dengan driver ojek itu?” Batin Olive.
Tiba-tiba saja Olive diunjam rasa penasaran. Ia sama sekali tidak memahami bahasa isyarat. Jika pun ada beberapa kata yang ia mengerti dari bahasa isyarat itu adalah; makan, minum, aku, kamu, dan yang terakhir..,
Cinta!
********
Bab 303: Selendang Cinta “Saya terima nikah dan kawinnya Karin Jazmina Zachrie binti..,” Kalimat Aje terputus lagi! Bintinya, binti siapa? Aje lupa! Siapa tadi nama ayah kandung Karin? Siapa tadi namanya, ini, lelaki di hadapanku yang menggenggam tanganku ini! Mengapa lidah Aje menjadi kelu begini? Tiba-tiba saja hatinya bergetar dahsyat. Ia merasa tengah berada di dalam sebuah dimensi yang tak terdefinisi. Seakan-akan ia berada di suatu kegelapan, di mana sekarang tengah dipampangkan di depan matanya, seluruh kolase hidupnya yang bersambungan bak deretan potret. Dia yang dulu menikah dengan Diana., Dia yang dulu menjalani hidup nan bahagia.., Diana yang kemudian mengandung.., Diana yang dimasukkan ke ruang operasi…, Diana yang tak sadar dan terus pergi.., Darah Aje mendesir begitu derasnya. Bulu romanya pun serentak meremang. Entah apa yang ia rasakan sekarang. Namun, tiba-tiba kegelapan yang menyungkupinya tadi menghilang. Digantikan suasana yang terang benderang, de
Bab 302: Riam Kanan Riam Kiri “Eeem, ini, Abang ada masalah, Kal.”“Masalah? Masalah apa, Bang?”“Jadi begini, besok malam, eee.., besok malam.., Abang mau.., ini, ckk, eee..,”“Mau apa?” Kejar Hekal.“Emmm, Abang mau melamar seseorang.”“Melamar?”“Iya.”“Siapa?”“Kamu pasti tahu orangnya.”“Mbak Karin?”“Iya.”“Tunggu, tunggu dulu, Bang.”“Kenapa?”“Aku bilang cie dulu ya.”“Silah..,” belum sampai ‘kan’, Hekal sudah,“Ciiieeeee..!”Nah, masalahnya adalah, Aje sudah tidak mempunyai orang tua lagi. Kerabat terdekat ayahnya yang dituakan justru tinggal di kota yang berbeda dan itu jauh.Aje bisa saja, dan ia berani melakukan itu, melamar Karin seorang diri. Akan tetapi, ia juga tidak bisa mengabaikan etika.Semestinya, untuk berbicara dengan orang tua Karin harus melalui perantara orang tua juga, dalam hal ini keluarga.“Abang sudah meminta tolong Pak Sali untuk menjadi perwakilan keluarga Abang. Tapi, dia tidak berani. Grogi, begitu katanya.”“Oh, begini saja, Bang. Aku ada ide.”“Ap
Bab 301:Bunda Untuk Tiara Aje mengendarai motornya dengan perasaan yang melambung. Seakan-akan ia baru saja menghirup gas helium, membuat dirinya dan juga motornya terasa amat ringan.Rasanya seperti mau terbang saja. Mungkin benar apa yang dikatakan pujangga lama dari antah berantah itu, bahwa bagi orang-orang yang sedang jatuh cinta, mereka tak butuh sayap!Seperti inikah dampak dari sesuatu yang dinamakan asmara itu?Apakah ini merupakan pengalaman yang paling baru bagi Aje?Tidak juga. Bersama almarhumah Diana dulu ia pernah merasakan gejolak yang seperti ini. Momen ketika dulu ia bertemu dengan almarhumah Diana pun kembali membayang di dalam benak Aje, seiring dengan perjalanannya bermotor kembali ke rumah.Di dalam bus metro, ya, di situlah ia dulu bertemu dengan Diana sewaktu masih tinggal di Jakarta. Cerita pun bergulir dari beberapa pertemuan hingga menjadi perkenalan.
Bab 300:Kamu Oke Aku Pun Oke “Ayim!”“Jazmin!”Tiba-tiba saja, bumi berhenti berputar, angin berhenti berhembus, bunga dan pepohonan tak bergerak, kupu-kupu diam mengambang.., semua yang ada di taman ini seakan terpasung pada waktu yang abadi.Pelan-pelan, Karin melirik ke arah Aje. Pelan-pelan juga Aje melirik ke arah Karin. Beberapa detik mereka berdua saling bersitatap, lalu serentak saling mengalihkan pandangan. Canggung, grogi, gugup, kikuk.Aje dan Karin telah tertangkap basah dengan kata-kata mereka sendiri, Saat ini Karin merasa bagai pencuri ayam yang terkurung di dalam kandang.Aje pun merasa bagai maling celana dalam yang dipergoki sang pemilik jemuran.“Naaah..!” Kata Olive menunjuk Hekal. “Sudah dengar Kakak kan? Gebetannya Mbak Karin itu cuma Ayim!”“Sudah dengar juga kamu kan?” Sahut Hekal pula. &ldq
Bab 299:Ayim & Jazmin Aje mengendarai motornya dengan kecepatan yang sedikit lebih dari biasanya. Ia tidak ingin Hekal terlalu lama menunggu, lalu membuat penerima paket pun ikut menunggu.Barang yang tidak biasa, dengan layanan yang tidak biasa pula. Butuh cepat, begitu kata Hekal tadi. Ongkosnya saja dua kali lipat dari yang semestinya.Sesekali Aje berhenti di lampu merah, atau di ruas jalan yang kebetulan sedang ada kemacetan. Ia barengi proses mengendara motornya itu dengan berpikir, tentang apa pun yang kebetulan melintas di dalam benaknya.Nah, tiba-tiba ia teringat lagi pada mimpinya beberapa waktu yang lalu. Tentang seorang wanita di bawah joglo yang ditunjukkan almarhumah Diana.Atau, bagaimana jika.., joglo dalam mimpinya itu memiliki pengertian yang tidak harfiah. Artinya bukan joglo dalam bentuk fisik, tapi joglo dalam bentuk yang.., heemm, Aje terus berpikir, terus melamun, se
Bab 298:Yang Bertengkar Sepanjang perjalanannya menuju alun-alun ini, benak Karin terus diganggu dengan banyaknya pertanyaan. Ia tak habis pikir, masalah apa yang sedang dihadapi Olive itu hingga ia meminta bantuan pada dirinya.“Mudah-mudahan, Olive nanti bisa kuat dan menyelesaikan masalahnya sendiri dengan Hekal,” harap Karin dalam hati.“Mudah-mudahan aku tidak perlu campur tangan.” Olive bilang di telepon tadi, dia bertengkar dengan Hekal suaminya itu. Pasal apakah? Apakah ini menyangkut fisik Olive yang tidak sempurna lagi dan Hekal yang kakinya juga cacat?“Sepertinya, tidak mungkin.” Bantah Karin pula.Sebab, dengan pandangannya sendiri ia bisa menilai ketulusan Hekal pada Olive dan begitu juga sebaliknya.Atau, ada rahasia lain?Misalnya, Olive frigid, dan Hekal impoxten hingga tak mampu menafkahi batin istrinya itu? Hemm,