Home / Urban / Abang Ojek VS Ibu Polwan / Bab 4: Sepotong Kisah Dari Seberang Telepon

Share

Bab 4: Sepotong Kisah Dari Seberang Telepon

Author: Ayusqie
last update Last Updated: 2023-02-19 01:41:56

Bab 4: Sepotong Kisah Dari Seberang Telepon

Olive memegang lingkar kemudi mobilnya. Sedikit memajukan posisi tubuh, kepalanya sedikit mendongak ke depan untuk terus menyaksikan Hekal. Hati Olive sudah bulat sekarang. Ia masih belum ingin pergi dari situ.

Sejauh yang Olive ingat, ia mengetahui bahasa isyarat hanyalah dari televisi. Ia kemudian menyadari ada sesuatu yang menarik dari diri Hekal, si penutur bahasa isyarat itu. Menurut Olive, wajah Hekal tampak lucu, dan itu membuatnya sedikit gemas. Sang Polwan ini menduga Hekal sedang memarahi atau mengomeli orang tunarungu di seberang teleponnya itu.

Ah, Olive semakin penasaran saja. Pelan-pelan ia membuka pintu mobilnya kembali dan keluar. Tanpa menimbulkan suara ia berjalan perlahan menuju Hekal, yang terus asyik dengan pembicarannya di telepon. Sampai-sampai lelaki si driver Ayo-Jek itu tidak menyadari keberadaan Olive yang telah berdiri di sampingnya, sedikit menyisi ke arah belakang.

Olive memiringkan kepalanya sedikit. Matanya mengintip pada layar ponsel Hekal. Lewat sebuah sudut pandang, Olive melihat wajah seorang perempuan muda di layar ponsel Hekal. Cantik dan manis, masih remaja, usianya mungkin masih sekitar lima belas tahun.

Olive menduga remaja di layar ponsel itu pastilah adik Hekal si driver Ayo-Jek ini. Tampak jelas sebuah keakraban khas kakak adik, antara Hekal dan remaja tunarungu di seberang sana. Terus menyaksikan bagaimana ekpresi wajah tercipta dalam berkomunikasi itu, Olive pun termangu. Hatinya tersentuh. Ada rasa kasih, rasa sayang, juga rasa iba.

Ponsel yang dipegang remaja tunarungu di seberang sana sepertinya bergoyang-goyang. Hingga sesaat kemudian, wajah yang muncul di layar ponsel Hekal berganti dengan orang lain. Remaja juga, cantik dan manis, dengan wajah yang mirip dengan remaja pertama tadi. Namun, remaja yang kedua ini bukan tunarungu.

“Assalamu’alaikum, Kak,” sapa remaja kedua dari seberang sana.

“Wa’alaikumsalam, Eci.” Hekal menyahut di sini, tanpa menyadari ada Olive di belakangnya.

“Apa kabar, Dik?”

“Kabar Eci baik, Kak.”

“Bohong kamu. Tadi Eca bilang ke Kakak, kamu sakit lagi ya?”

“Mmm, tidak juga sih. Cuma demam saja sedikit.”

“Kenapa? Kamu kecapean lagi?”

“Tidak juga. Eca-nya saja yang suka berlebihan kalau..,“

“Hei, Eci. Dengarkan Kakak.”

“Eca tuh suka menambah-nambahin cerita yang..,”

“Hei, Eci! Dengar, dengarkan Kakak dulu.”

“Iya, aku dengar, Kak.”

“Kamu tuh belum boleh beraktifitas yang berat-berat dulu. Kondisi fisik kamu belum fit benar. Nanti kalau tipes kamu kambuh lagi bagaimana?”

“Aku tidak kerja apa-apa, kok.”

“Eca tadi bilang kamu menimba air dari sumur! Tuh, apa namanya??”

“Cuma menimba air saja kok, tidak berat.”

“Tidak berat apanya?! Kamu membawa air ke dapur pakai ember putih yang bekas cat itu kan?”

“Iya, Kak.”

“Itu berat, Eci!”

“Cuma ke dapur saja kok Kak, untuk masak air minum.”

“Kalau cuma itu kan, Eca bisa, kenapa harus kamu??”

Beberapa saat Hekal terus mengomeli perempuan remaja di seberang sana. Semakin disimak, Olive semakin yakin bahwa dua remaja itu adalah adik-adik Hekal.

“Eh, Kak. Aku mau tanya sesuatu boleh?”

“Hemm, apa itu?”

“Kapan Kakak pulang kampung?”

“Nanti.”

“Nanti? Nanti kapan?”

“Bulan depan. Kenapa rupanya?”

“Eca kangen, tuh.”

“Eca-nya yang kangen atau kamu?”

“Hehe.., aku juga kangen, tapi sedikit saja. Eca yang paling banyak kangennya.”

“Huh, lagak kamu, banyak gengsi!”

“Hehe.., Ibu juga kangen Kakak. Setiap hari Ibu nanyain Kakak terus.”

“Sekarang Ibu mana? Berikan teleponnya ke Ibu.”

“Ibu sudah tidur. Kakak sih, dari tadi ditelepon tidak diangkat.”

“Kakak tadi sedang bekerja, sedang mengantarkan penumpang. Jadi tidak tahu kalau kalian menelepon. Ya sudah. Sudah dulu ya? Besok Kakak telepon lagi.”

“Eh, tunggu, Kak! Tunggu!”

“Apa lagi?”

“Mmm, ini, eee..,”

“Apa?”

“Kakak punya uang?”

“Untuk apa?”

“Sepatu sekolahku sudah rusak, solnya sudah hampir jebol.”

“Mmm, iya, iya, nanti Kakak belikan.”

“Serius?”

“Iya, serius, nanti Kakak belikan di sini. Tapi maaf, Kakak tidak bisa membelikan yang baru. Nanti Kakak cari di pasar loak, yang masih bagus untuk kamu. Nomor kaki kamu berapa?”

“Nomor 38.”

“Hah?? Besar sekali! Itu ukuran kaki gajah, Ci!”

“Aaaakh, Kakak ini! Masak kaki aku dibilang kaki gajah?!”

“Hehehe.., jangan ngambek dong. Kakak cuma bercanda.”

“Tapi janji ya, belikan aku sepatu?”

“Iya, Kakak janji, besok atau lusa Kakak pergi ke pasar loak mencari sepatu kamu.”

“Yeee..! Terima kasih kakakku yang ganteng.” 

Perbincangan di video call itu terus berlanjut. Olive yang mencuri dengar dan mencuri lihat pun menelan ludah. Sedikit, ia merasa terharu pada bagaimana Hekal menunjukkan kasih sayang pada adik-adiknya.

Sang Polwan ini semakin terharu ketika mengetahui adik yang bernama Eca adalah seorang tunarungu. Lalu, hati Olive pun kian tersentuh ketika mendengar Eci yang sedang sakit, dan meminta dibelikan sepatu sekolah oleh Hekal, namun kakaknya itu hanya bisa membelikan sepatu bekas di pasar loak.

Olive kemudian berpikir. “Berapakah penghasilan driver ojek online seperti Hekal ini dalam satu hari?” Pasti tidak banyak. Lalu dari yang tidak banyak itu, menyusul kemudian Olive tahu bahwa Hekal-lah yang membiayai sekolah kedua adiknya itu.

“Eca bersekolah di SLB—Sekolah Luar Biasa, dan Eci masih kelas tiga SMP di sekolah yang berbeda.” Olive membatin.  

Kemudian dari penghasilannya yang tidak banyak itu Hekal harus membiayai perbaikan mobil Olive yang nilainya pasti jutaan rupiah?

Bahkan, hanya untuk membelikan sepatu adiknya Hekal akan mencari di pasar loak, pasar barang-barang bekas! Olive pun menelan ludah. Pelan-pelan kepalanya menggeleng. 

“Di mana? Di mana hati nuraniku?”

********

           

           

             

           

             

           

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Abang Ojek VS Ibu Polwan   Bab 303: Selendang Cinta

    Bab 303: Selendang Cinta “Saya terima nikah dan kawinnya Karin Jazmina Zachrie binti..,” Kalimat Aje terputus lagi! Bintinya, binti siapa? Aje lupa! Siapa tadi nama ayah kandung Karin? Siapa tadi namanya, ini, lelaki di hadapanku yang menggenggam tanganku ini! Mengapa lidah Aje menjadi kelu begini? Tiba-tiba saja hatinya bergetar dahsyat. Ia merasa tengah berada di dalam sebuah dimensi yang tak terdefinisi. Seakan-akan ia berada di suatu kegelapan, di mana sekarang tengah dipampangkan di depan matanya, seluruh kolase hidupnya yang bersambungan bak deretan potret. Dia yang dulu menikah dengan Diana., Dia yang dulu menjalani hidup nan bahagia.., Diana yang kemudian mengandung.., Diana yang dimasukkan ke ruang operasi…, Diana yang tak sadar dan terus pergi.., Darah Aje mendesir begitu derasnya. Bulu romanya pun serentak meremang. Entah apa yang ia rasakan sekarang. Namun, tiba-tiba kegelapan yang menyungkupinya tadi menghilang. Digantikan suasana yang terang benderang, de

  • Abang Ojek VS Ibu Polwan   Bab 302: Riam Kanan Riam Kiri

    Bab 302: Riam Kanan Riam Kiri “Eeem, ini, Abang ada masalah, Kal.”“Masalah? Masalah apa, Bang?”“Jadi begini, besok malam, eee.., besok malam.., Abang mau.., ini, ckk, eee..,”“Mau apa?” Kejar Hekal.“Emmm, Abang mau melamar seseorang.”“Melamar?”“Iya.”“Siapa?”“Kamu pasti tahu orangnya.”“Mbak Karin?”“Iya.”“Tunggu, tunggu dulu, Bang.”“Kenapa?”“Aku bilang cie dulu ya.”“Silah..,” belum sampai ‘kan’, Hekal sudah,“Ciiieeeee..!”Nah, masalahnya adalah, Aje sudah tidak mempunyai orang tua lagi. Kerabat terdekat ayahnya yang dituakan justru tinggal di kota yang berbeda dan itu jauh.Aje bisa saja, dan ia berani melakukan itu, melamar Karin seorang diri. Akan tetapi, ia juga tidak bisa mengabaikan etika.Semestinya, untuk berbicara dengan orang tua Karin harus melalui perantara orang tua juga, dalam hal ini keluarga.“Abang sudah meminta tolong Pak Sali untuk menjadi perwakilan keluarga Abang. Tapi, dia tidak berani. Grogi, begitu katanya.”“Oh, begini saja, Bang. Aku ada ide.”“Ap

  • Abang Ojek VS Ibu Polwan   Bab 301: Bunda Untuk Tiara

    Bab 301:Bunda Untuk Tiara Aje mengendarai motornya dengan perasaan yang melambung. Seakan-akan ia baru saja menghirup gas helium, membuat dirinya dan juga motornya terasa amat ringan.Rasanya seperti mau terbang saja. Mungkin benar apa yang dikatakan pujangga lama dari antah berantah itu, bahwa bagi orang-orang yang sedang jatuh cinta, mereka tak butuh sayap!Seperti inikah dampak dari sesuatu yang dinamakan asmara itu?Apakah ini merupakan pengalaman yang paling baru bagi Aje?Tidak juga. Bersama almarhumah Diana dulu ia pernah merasakan gejolak yang seperti ini. Momen ketika dulu ia bertemu dengan almarhumah Diana pun kembali membayang di dalam benak Aje, seiring dengan perjalanannya bermotor kembali ke rumah.Di dalam bus metro, ya, di situlah ia dulu bertemu dengan Diana sewaktu masih tinggal di Jakarta. Cerita pun bergulir dari beberapa pertemuan hingga menjadi perkenalan.

  • Abang Ojek VS Ibu Polwan   Bab 300: Kamu Oke Aku Pun Oke

    Bab 300:Kamu Oke Aku Pun Oke “Ayim!”“Jazmin!”Tiba-tiba saja, bumi berhenti berputar, angin berhenti berhembus, bunga dan pepohonan tak bergerak, kupu-kupu diam mengambang.., semua yang ada di taman ini seakan terpasung pada waktu yang abadi.Pelan-pelan, Karin melirik ke arah Aje. Pelan-pelan juga Aje melirik ke arah Karin. Beberapa detik mereka berdua saling bersitatap, lalu serentak saling mengalihkan pandangan. Canggung, grogi, gugup, kikuk.Aje dan Karin telah tertangkap basah dengan kata-kata mereka sendiri, Saat ini Karin merasa bagai pencuri ayam yang terkurung di dalam kandang.Aje pun merasa bagai maling celana dalam yang dipergoki sang pemilik jemuran.“Naaah..!” Kata Olive menunjuk Hekal. “Sudah dengar Kakak kan? Gebetannya Mbak Karin itu cuma Ayim!”“Sudah dengar juga kamu kan?” Sahut Hekal pula. &ldq

  • Abang Ojek VS Ibu Polwan   Bab 299: Ayim & Jazmin

    Bab 299:Ayim & Jazmin Aje mengendarai motornya dengan kecepatan yang sedikit lebih dari biasanya. Ia tidak ingin Hekal terlalu lama menunggu, lalu membuat penerima paket pun ikut menunggu.Barang yang tidak biasa, dengan layanan yang tidak biasa pula. Butuh cepat, begitu kata Hekal tadi. Ongkosnya saja dua kali lipat dari yang semestinya.Sesekali Aje berhenti di lampu merah, atau di ruas jalan yang kebetulan sedang ada kemacetan. Ia barengi proses mengendara motornya itu dengan berpikir, tentang apa pun yang kebetulan melintas di dalam benaknya.Nah, tiba-tiba ia teringat lagi pada mimpinya beberapa waktu yang lalu. Tentang seorang wanita di bawah joglo yang ditunjukkan almarhumah Diana.Atau, bagaimana jika.., joglo dalam mimpinya itu memiliki pengertian yang tidak harfiah. Artinya bukan joglo dalam bentuk fisik, tapi joglo dalam bentuk yang.., heemm, Aje terus berpikir, terus melamun, se

  • Abang Ojek VS Ibu Polwan   Bab 298: Yang Bertengkar

    Bab 298:Yang Bertengkar Sepanjang perjalanannya menuju alun-alun ini, benak Karin terus diganggu dengan banyaknya pertanyaan. Ia tak habis pikir, masalah apa yang sedang dihadapi Olive itu hingga ia meminta bantuan pada dirinya.“Mudah-mudahan, Olive nanti bisa kuat dan menyelesaikan masalahnya sendiri dengan Hekal,” harap Karin dalam hati.“Mudah-mudahan aku tidak perlu campur tangan.” Olive bilang di telepon tadi, dia bertengkar dengan Hekal suaminya itu. Pasal apakah? Apakah ini menyangkut fisik Olive yang tidak sempurna lagi dan Hekal yang kakinya juga cacat?“Sepertinya, tidak mungkin.” Bantah Karin pula.Sebab, dengan pandangannya sendiri ia bisa menilai ketulusan Hekal pada Olive dan begitu juga sebaliknya.Atau, ada rahasia lain?Misalnya, Olive frigid, dan Hekal impoxten hingga tak mampu menafkahi batin istrinya itu? Hemm,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status