Share

Part 2 Keinginan Ibu Mertua

Penulis: Rita Febriyeni
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-12 23:52:18

 

 

Aku bisa saja menghentikan saat suamiku mengucapkan ijab kabul. Tertahan lantaran ingin melihat reaksi ibu mertua dan ipar-iparku. Selama ini akulah yang banyak membantu keuangan mereka. Di sini lah aku ingin membuktikan langsung bagaimana perlakuan mereka sesungguhnya di belakangku.

 

"Ma, ayo pulang," bisik Naswa.

 

Dadaku sesak. Rasanya tak menyangka kalau mereka tega melakukan ini padaku. Tapi apa alasan mas Feri berbuat ini? Apa salahku. Bahkan aku sudah menunjukan bakti sebagai istri dan menantu ibunya.

 

"Mudah-mudahan tetap langgeng dan bahagia dunia akhirat," ucap Mbak Imar memberi selamat ke adik dan adik ipar barunya.

 

Layaknya pengantin baru. Raut wajah suamiku dan istri barunya seperti dua insan sedang jatuh cinta hingga berbunga-bunga. Umur tidak menghalangi keinginanya punya istri baru. 

 

"Aamiin, makasi, Mbak, Tuti pasti jadi Istri yang baik dan bisa memberiku keturunan laki-laki," jawab mas Feri sambil menatap istri barunya. Tangan wanita bernama Tuti langsung digenggam meskipun beberapa orang melihat mereka.

 

Deg!

 

Jantungku terasa dipompa kencang secara mendadak. Ucapan mas Feri sudah bisa kubaca maksudnya. Apakah ini bentuk tak merasa syukur karena hanya memiliki satu keturunan saja? Dan keturunan itu adalah Naswa, putri kami.

 

"Apakah aku tak diinginkan Papa, Ma?" 

 

Naswa juga menyimak percakapan mas Feri. Ada tersirat luka dari caranya bertanya sambil menatap mereka.

 

"Ayo kita pulang, Nak." Kali ini aku yang menarik tangan Naswa.

 

Melaju motor, Naswa diam disepenjang perjalanan. Mungkin saja ia sedang memikirkan tentang ucapan mas Feri. Anak laki-laki adalah sesuatu yang didambakan. Apakah ini hanya sekedar alasan atau memang ini yang diinginkan suamiku menikah lagi. 

 

Aku tertipu. Selama ini mas Feri tak pernah berbuat jahat. Kata kasar ataupun melayangkan tangan tak pernah kuterima, bahkan pujian yang sering dilontarkan dengan penuh kasih sayang. Bahkan, aku merasa hidupku sudah sempurna.

 

Apakah aku bodoh dengan membiarkan ijab kabul itu? Jika ada niat ia ingin mengkhianatiku, berarti lelaki seperti itu tak pantas kupertahankan meskipun memberiku satu orang putri. Seandainya kuhentikan ijab kabul itu. Tetap saja hatiku tak inginkan dia lagi karena ada niat dan suatu saat itu akan terjadi lagi. Kebetulan saja aku melihatnya hari ini.

 

Seiring yang terjadi, mencambukku agar sadar. Rasa sakit membuat hatiku kebal dan tangisan ini cukup sekali saja. Ya, cukup sekali saja.

 

***

 

"Mama jangan sedih, kita bisa hidup tanpa mereka kok."

 

Kupalingkan mata ke Naswa. Ia terlihat santai seolah itu bukan masalah besar. 

 

"Papamu tega, Nas, Nenekmu, Tantemu, semuanya sangat tega," piluku membayangkan mereka satu persatu.

 

"Ma, mulai sekarang, tolong hati-hati dalam masalah keuangan, jangan biarkan pelakor itu menguasai harta Mama, apa lagi Papa memakai uang Mama menafkahi Istri barunya."

 

Putriku sangat tahu yang terjadi. Selama ini Naswa lah yang sering mengantarkan uang untuk neneknya karena aku sibuk mengurus mini matket-ku. Bukan hanya itu, pinjaman untuk ipar-iparku atau pun bantuan dariku juga Naswa lah yang mengantarkanya. Betapa istimewanya kuperlakukan mereka.

 

Bagiku tak masalah. Itu lah gunanya bersaudara. Semua saudara mas Feri kuperlakukan seperti saudara kandungku. Tapi tidak untuk kedepanya. 

 

Berusaha untuk tidak menangis lagi. Semua kuterima dengan api amarah dan akan kubalas. Mulai hari ini, aku akan membuat mereka tahu siapa aku. 

 

Jam 20.30 wib.

 

"Papa belum pulang ya, Ma? Bagus lah, biar nggak pernah pulang sekalian," ucap Naswa datar tapi mengandung amarah.

 

"Namanya juga pengantin baru, lagian nggak usah dipikirkan, Mama cuma minta, tolong biasakan mulai sekarang untuk kehilangan Papamu, karena lambat laun ia pasti bersama istri barunya."

 

"Tapi aku juga punya permintaan, Ma."

 

"Apa, Nak?"

 

"Jangan pernah menangis lagi untuk mereka,  masih ada aku, Ma, jangan takut."

 

Tuhan punya cara tersendiri membuatku kuat. Alhamdulillah. Aku beruntung punya putri seperti Naswa.

 

Tok tok tok!

 

Tok tok tok!

 

"Mungkin itu Papa pulang, Ma," ucap Naswa sambil melihat ke arah pintu.

 

"Biar Mama yang buka." Lalu aku beranjak menuju pintu.

 

Pintu kubuka.

 

"Ibu?" Mataku membelalak melihat yang datang adalah ibu mertua. Tapi yang membuatku hampir tak mengedipkan mata, ibu datang bersama mbak Imar dan istri baru suamiku. Mereka tersenyum menatapku.

 

"Sarah, ini Ibu bawakan mangga dan kue-kue basah kesukaanmu." Ibu menjinjing dua kantong kresek, sementara wanita yang bernama Tuti, juga menenteng kotak kue dalam kantong kresek putih. Namanya melekat di ingatanku saat suamiku tadi pagi mengucapkan ijab kabul.

 

Dadaku terasa sesak. Mereka bersikap seolah tak terjadi apa-apa. 

 

"Siapa yang datang, Ma?" tanya Naswa.

 

Aku diam tidak menjawab. Susah memahan hati. Tapi aku harus tenang agar tahu sampai mana permainan mereka.

 

"Nenek?" Naswa terkejut melihat neneknya datang bersama wanita yang sudah dinikahi papanya. Matanya tak bisa bohong seiring rasa terkejutnya.

 

"Naswa cucu Nenek, ayo bawa ini ke dalam." Ibu menyodorkan kantong bawaanya ke Naswa.

 

"Mm i-iya, Nek," jawab Naswa tergagap. Matanya masih menatap istri baru papanya.

 

"Ooh, ini Tante Tuti, Naswa, sepupu Om Haris," kata mbak Imar menunjuk Tuti.

 

"Sarah, kenalkan ini Tuti sepupu suamiku." Mbak Imar memperkenalkanku dengan wanita itu.

 

Sepupu mas Haris? Tak pernah kudengar tentang dia. Selama ini mereka tak pernah cerita atau pun sekedar menyebut namanya. Akan kuselidiki dari mana suamiku bertemu wanita ini. Aku tak yakin ia sepupu mas Haris.

 

Jika wanita ini diperkenalkan sebagai sepupu mas Haris, kenapa ia terlihat bahagia dan melempar senyum padaku dan Naswa. Tak ada rasa ragu, sepintas ia tak terlihat sedang mengunjungi rumah istri pertama suaminya. Ini terasa mengganjal.

 

"Baik, Nek, ayo masuk," ucap Naswa sambil mencolek punggungku memberi kode agar aku menuruti permainanya.

 

"Oh, iya, Bu, maaf, aku hanya kurang enak badan hingga terkejut dengan kedatangan Ibu dan Mbak Imar," polesku berusaha mencairkan suasana. 

 

"Mbak Sarah, aku Tuti." Wanita itu mengulurkan tangan ingin bersalaman.

 

Ada rasa ragu. Dengan pertimbangan, kusambut tanganya. "Aku tidak perlu sebut namaku lagi karena kamu sudah tau bukan?"

 

"Iya, Mbak, Mbak Imar benar, Mbak wanita yang baik," pujinya. Kubalas tetap terpaksa tersenyum.

 

Jadi mereka sudah membicarakan tentangku di belakang. Predikat 'wanita baik' dilontarkan seolah aku sudah disanjung-sanjung. Tapi itu tidak membuatku tersanjung, justru aku ingin melihat apa yang mereka inginkan dari sandiwara ini.

 

Kini, kami sudah duduk di sofa ruang tengah. 

 

"Nenek mau minum apa? Tante Imar dan Tante Tuti juga mau minum apa?" tanya Naswa setelah meletakan katong bawaan ibu di meja.

 

"Teh hangat saja, Nas, tapi sedikit gula," jawab ibu mertua santai seperti biasa berkunjung.

 

"Iya, tapi biar kubantu membuatkan teh hangatnya, Nas, lagian pegal dari tadi duduk terus," sahut Tuti di luar dugaanku. 

 

Apakah duduk yang dimaksud adalah duduk saat acara pernikahanya dengan mas Feri?

 

"Aku teh es saja ya, Tut," ucap mbak Imar seperti berusaha membuat Tuti agar leluasa di rumahku.

 

"Biar Naswa saja yang bikin minum, Mbak, nggak enak karena Tuti tamu di rumah ini," ucapku berusaha tenang.

 

"Nggak apa-apa, Sarah, Tuti sudah biasa melakukan pekerjaan rumah, lagian ia juga harus membiasakan diri membantumu."

 

Deg!

 

Apakah ibu mertua ingin agar aku menerima Tuti sebagai maduku di rumah ini? Dikiranya aku patung tak punya perasaan?

 

"Loh, kok Tuti harus membiasakan diri di sini, Bu?"

 

"Naswa, ayo tunjukan Tante dapurmu." Tuti langsung bangkit berdiri. Ia berusaha mengalihkan pembicaraan.

 

"Iya, Nas, biar Tuti yang sajikan kue-kue yang barusan dibawa," timpa mbak Imar.

 

"Mm." Naswa tampak ragu sambil melihatku.

 

"Naswa, ajak Tante Tuti ke dapur, lagian Tante Tuti juga sepupu Om Haris kok," sahutku agar Naswa secepatnya mengambil tindakan.

 

"Oh, iya, Ma," jawab Naswa. Lalu ia menoleh ke Tuti. "Ayo Tante." 

 

Naswa dan Tuti berlalu ke dapur.

 

"Sarah, bisa Ibu minta tolong?"

 

"Apa, Bu?"

 

"Tuti yatim piatu, biarkan ia tinggal di rumahmu buat bantu-batu kamu membereskan rumah, atau terima ia kerja di mini marketmu, ia wanita yang rajin dan dijamin semua pekerjaan rumah akan terselesaikan, jadi kamu bisa fokus melakukan yang lain."

 

Oh, jadi ini maksud ibu mertua membawa menantu barunya masuk ke rumahku? Aku tahu itu hanya alasan, tapi jika mereka memulai kebohongan ini, maka aku juga akan memulai pembalasanku.

 

"Iya, Sar, Tuti baru saja menikah tapi sudah pisah dengan suaminya," ucap mbak Imar memperpanjang kebohongan ini.

 

"Loh, baru nikah kok sudah pisah, Mbak?" tanyaku menyelidiki.

 

"Faktor ekonomi, Sar, nanti setelah suaminya mampu dalam materi, baru mereka berkumpul lagi."

 

Makin lama sandiwara mereka makin bertambah. Kebohongan yang disajikan akan kunikmati. Akan kulihat sampai mana permainan ini. Jika aku langsung minta cerai, ini terlihat mudah dan kurang menyiksa mereka.

 

Bersambung ....

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Acara di Rumah Ibumu (Pura-pura Tak Tahu)   Part 47 Tamat(Kata-kata itu Doa)

    ❤️TAMAT❤️ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahu( Kata-kata itu do'a )Aku tersentak saat mas Feri tiba-tiba berada di depan pintu. Dan ini bertepatan waktu aku dilamar mas Adam.Beberapa bulan ini, mas Adam mendekatiku. Awalnya ia hanya mengantarkan putrinya berkunjung. Tapi lama kelamaan kami berkomunikasi nyambung dan aku pun merasa nyaman. Setelah masa iddah berakhir, baru secara jelas mengatakan ingin menikahiku."Sebentar kupanggilkan Naswa," ucapku bangkit dari duduk. Belum juga memberi jawaban ke mas Adam."Mau gabung di sini, Pak Feri?" tanya mas Adam ramah."Tunggu, Sarah! Bisakah aku bicara dengan Pak Adam?" pinta mas Feri. Tawaran mas Adam diabaikan sejenak."Tapi, bu

  • Acara di Rumah Ibumu (Pura-pura Tak Tahu)   Part 46 Terlambat Menyadari

    ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 46 ( Terlambat Menyadari )Pov FeriHidupku kacau. Sarah sama sekali tidak menginginkanku kembali ke sisinya. Tatapan matanya tak pernah seperti dulu lagi. Bahkan yang kurasakan ia memendam benci.Aku salah. Kuabaikan luka perasaanya. Kukira ia seorang wanita yang bisa kuperdaya demi nafsu duniaku. Justru aku terperangkap dalam masalah yang dibuat. Inilah karma."Pa, sebaiknya Papa temui Pak Adam. Ia terluka ulah Nenek.""Ya, Nak. Bisa Papa minta alamatnya?""Bentar aku Wa aja." Lalu Naswa mulai memencet ponselnya."Nanti kunci pintu ya, Nas," ucap Sarah sambil membuka pintu."Sarah."&

  • Acara di Rumah Ibumu (Pura-pura Tak Tahu)   Part 45 Mungkin Ini Jalannya

    ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 45 ( Mungkin ini jalannya )"Bu, tolong lepaskan. Ibu bisa menghabiskan hidup dipenjara jika membunuh seseorang. Sadarlah, Bu. Jika ada masalah mari bicarakan baik-baik." Lelaki itu berusaha menenangkan mantan ibu mertuaku agar aku tak disakiti. Meski tak yakin apakah ia berhasil. Yang menodongku seperti orang stres dengan banyak tekanan. Ini contoh manusia tak kuat iman. Umur sudah tua tapi tak menyadari kesalahan. Astagfirullah'alaziim, maafkan dengan penilaian buruk hamba ya Allah ...."Apa urusanmu! Ia mantu tak tau diri, putraku ditolak rujuk, Imur dipenjara dan Imar, Imar di rumah sakit jiwa. Apa kamu merasakan yang kurasakan? Oooh, tentu kamu tak mersakan karna mereka anakku. Lah kamu siapa!"Astaga, aku tak menyangka ibu mas Feri seperti ini.

  • Acara di Rumah Ibumu (Pura-pura Tak Tahu)   Part 44 Tersangka

    ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 44 ( Tersangka )Aku diminta ke kantor polisi. Melihat siapa dalang dari kejahatan ini. Sudah tiga kali percobaan menabrak Naswa dan tiba-tiba Boy datang menyelamatkan. Dan ternyata firasatku benar. Ini semua sebuah taktik yang dicontoh dari adegan sinetron.Apakah ini perbuatan mas Feri dan ibunya? Atau Mas Haris dengan Tuti, atau lagi bisa jadi mbak Imar dan mas Feri. Aaah! Semuanya mencurigakan. Karena satu tujuan mereka, yaitu menguasai putriku hingga hartanya bisa beralih tangan."Ma, mungkin saja ini perbuatan pelakor itu dan Om Haris. Karena mereka sudah selingkuh bertahun-tahun," ucap Naswa sambil menyetir mobil."Entahlah, Mama pun bingung. Mereka semua tertuduh di pikiran Mama.""Padahal Mama sudah banyak

  • Acara di Rumah Ibumu (Pura-pura Tak Tahu)   Part 43 Pembalasan Imar

    ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 43 ( Pembalasan Imar )Pov Feri"Dasar wanita berhati batu! Luarnya aja kelihatan baik, tapi ia sama sekali tak punya perasaan!" Amarah ibu saat kami baru menginjakkan kaki di rumah."Aku harus gimana? Mana sanggup aku bayar cicilannya, Bu." rengek mbak Imar dalam rasa merasa bersalah."Itu makanya jadi perempuan ya harus teliti. Masak menggunakan rekening suamimu! Kukira kamu pintar, tapi bodoh!""Ibu cuma bisa menyalahkanku saja. Aku juga nggak yakin Mas Haris selingkuh mmm." Tangis Imar pecah lagi."Uh! Dasar bodoh!""Sudah sudah! Aku pusing nih. Sekarang ke mana kita bisa cari Haris? Mbak pasti tau tempat tujuannya."

  • Acara di Rumah Ibumu (Pura-pura Tak Tahu)   Part 42 Karma Itu Ada

    ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 42 ( Karma itu ada )"Rumahku ..., aaa hidup kita hancur, Fer. Rumah kita akan disita. Kita tinggal di mana, aaa." Ibunya meraung duduk dilantai teras."Tenang, Bu. Tenang." Mas Feri berusaha menenangkan ibunya meskipun percuma."Ini salah kamu, Mar! Kamu meminjam sertifikat itu untuk suamimu!" Sambil menangis, ibu mantan mertua menunjuk mbak Imar."Aku juga nggak tau ia selingkuh, kenapa Ibu salahkan aku! Lagian Ibu juga rela meminjamkannya. Kalau tak suka kenapa pinjamin." Mbak Imar tak tinggal diam."Seharusnya kemarin kamu segera ke leasing, sudah jelas Haris selingkuh dan diusir, kamu hanya bisa mewek tanpa bertindak!""Aku kalut, Bu. Aku masih shock dan rasanya tak percaya

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status