Rara membawa Hanum kedalam pelukannya, bibir Rara bergetar menahan tangis. Bagaimana agar kerapuhan itu tidak tampak di hadapan Hanum"Terima kasih sudah dewasa, Nak." Ujar Rara. Senyum Hanum terukir di dalam pelukan bundanya. "Jika bukan Kakak menemukan tulisan Bunda, tidak mungkin Kakak bisa menjadi dewasa ini, Bun." Gumam Hanum. ****"Mau kemana, Mas? Kok udah rapi?" tanya Eca saat melihat Ridwan yang sudah bersiap-siap. "Mau pulang ke rumah, kangen Hanum." Sahut Ridwan jujur. "Kan ini minggu, Mas. Kok kamu pulang sih!"Ridwan yang tengah mengenakan kancing kemejanya menoleh, menatap Eca. "Mas udah satu minggu sama kamu lho, masa iya hari ini Mas nggak boleh pulang juga? Mas kangen Hanum." Tukas Ridwan. "Kangen Hanum apa kangen istri tanpa rahimmu itu?" celetuk Eca dengan muka masamnya. Kali ini Ridwan menatap Eca tajam. Rahangnya mengeras mendengar hinaan yang dilontarkan Eca pada Rara. "Jaga ucapan mu! Dia itu istriku juga. Meskipun dia tanpa rahim, tapi dia wanita y
Rara sedang yang tengah berada di kamar menatap lembar kertas putih di tangannya yang baru ia dapatkan dua hari lalu, di kejutkan dengan kedatangan Hanum. "Bun, di bawah Oma dama Papa." Hanum mengatakan dengan nafas yang naik turun. Senang ia naik ke lantai dua dengan sedikit berlari. "Sejak kapan, Kak?" tanya Rara. "Itu Bun, baru datang. Coba bunda lihat dari balkon." titah Hanum. Rara menarik nafasnya pelan. Ada rasa gugup yang hinggap secara tiba-tiba. "Kenapa Mama datang kesini juga." Hati Rara berucap. Rara menyikapi gorden kamarnya sedikit untuk melihat kebawah. Tampak Ridwan sedang berjalan bersama Rista yang hampir sampai di teras rumah. "Oyo, Kak, kita turun." Ajak Rara. Rara dan Hanum melangkah menuju ruang bawah. "Assalamu'alaikum, Cucu Oma," sapa Rista pada Hanum. Rara hanya menjawab salam meraka dalam hati. Tak sedikitpun Rara berniat mengambil tangan mertuanya untuk di cium, sebagai tanda hormat. Sebab rasa hormatnya sudah hilang saat mengetahui perselingkuhan
"Tidak ada perceraian diantara kita! Titik!" hardik Ridwan. "Sebutkan satu alasan Aku harus bertahan dengan pernikahan ini, Mas? Apa?! Setelah kamu menodai pernikahan ini, sekarang kamu ingin aku tetap menerimanya?! Kamu pikir segitu aku cinta dan takut kehilanganmu?" Rara berdiri dan menaikkan suaranya beberapa oktaf. Hanum yang mendengar itu, menutup telinganya dengan kedua tangannya, dan berlari menuju kamarnya. Airmata yang tadi terus membasahi pipinya kian mengalir tak henti-henti tanpa di minta. Hancur? Sudah pasti! Tidak pernah terpikirkan oleh hanum akan menjadi saksi hancurnya kisah kedua orang tuanya yang akan berakhir seperti ini. "Aku tahu ini mungkin terbaik untuk, Bunda. Tapi kenapa? Mengapa Bunda tidak mempertahankan Papa dan kembali bersama agar keluarga ini tetap utuh? Why? Itu artinya bunda kalah dengan wanita itu? Wanita yang sudah merebut Papa dariku dan Bunda."Hanum merasa terpuruk atas apa yang ia dengar, tapi Hanum tak bisa menyela, Hanum tau bundanya ing
"Aku tidak perlu syarat apa-apa untuk mengakhiri hubungan ini, Mas. Jadi maaf, aku nggak butuh syarat darimu." ujar Rara. "Kalau begitu, Mas nggak Terima kita berpisah. Itu nggak akan terjadi." Tegasnya lagi."Berhenti menghalangiku, Mas. Aku tidak akan pernah goyah hanya karena ancaman mu." Tukas Rara lagi. "Mas minta kembalikan mobil, perhiasan, dan juga uang yang tersimpan di ATM, Mas kemarin. Dan satu lagi, Mas juga minta sertifikat butik."Lagi dan lagi Rara hanya tersenyum getir. Rara sudah menahan untuk tidak menanyakan alasan apa. Sebab Rara sudah tau kemana arah tujuan Ridwan. Bahkan tanpa Rara tanya pun, akhirnya keluar juga dari mulutnya. "Oh, Mas mau, mobil? Perhiasan? uang di ATM dan juga sertifikat butik?" tanya Rara memastikannya."Ok, Mas. tunggu sini."Rara lalu berdiri, dan berjalan ke lantai atas menuju kamarnya. "Mau kemana?" tanya Ridwan. "Kamu mau yang kamu sebutkan tadi?"Ridwan sedikit lega, ternyata Rara mau juga menyerahkan itu. Batinnya berucap sena
Waktu bergulir dengan sangat cepat, hari yang dinanti-nantikan itupun telah tiba. Ya, hari ini adalah hari sidang putusan perceraian Rara dan Ridwan. Meski pun Ridwan sempat terus menolak dan mengatakan tidak Ingin berpisah, namun tidak dengan Rara. Rara tetap dengan pendiriannya, Rara tetap ingin berpisah, terlebih dengan adanya bukti-bukti atas perselingkuhannya. Setelah melewati proses yang cukup alot, akhirnya hakim mengetuk palu Ridwan dan Rara resmi berpisah. Ridwan hanya tertunduk lesu mendengar hakim membacakan keputusan akhir. Harapan Ridwan untuk tetap bersama dengan Rara pupus sudah. Setelah selesai, semua keluar dari ruangan sidang. Ridwan, Rista, Vina dan juga Eca yang turut hadir menata Rara dengan penuh kebencian.Bagaimana tidak? Sebab perceraian ini Rara diuntungkan banyak. Ridwan tak mendapati sepersen pun harta yang sudah didapati saat bersama Rara dulu. Begitu juga dengan hak asuh, sebab Hanum lebih berpihak kepada Rara, sehingga ridwan tidak bisa bersikeras me
"Hmm, Ra, Mas juga minta maaf ya. Maaf sudah menyakiti kamu. Maas menyesal." Ucap Ridwan lirih.Lagi Rara tersenyum. Meskipun itu di paksakan."Iya, Mas. Sekarang aku minta kamu talak aku, Mas." Ujar Rara.Ridwan menarik nafasnya berat. Yang selalu dia hindari selama ini akhirnya harus dia ucapkan juga."Di depan Mama, Vina, Eca...." Ridwan menghentikan ucapannya. Rara masih menunggu dengan perasaan yang tak bisa ia jelaskan.Ridwan menatap Rara sesaat, lalu melanjutkan lagi ucapannya. "Rara khairunnisa Binti Muhammad Shaleh, mulai hari ini kami aku talak. Dan mulai hari ini kamu sudah bukan lagi istriku dan tidak lagi menjadi tanggung jawabku." Ridwan mengucapkan dengan suara yang bergetar menahan sesak. Istri yang masih sangat dia cintai, namun sekarang harus dia lepaskan karena kesalahannya sendiri.Rara menerima dengan, senyuman manisnya. "Baik, Mas. Saya terima talak darimu. Saya pamit." Rara lalu berjalan menuju mobilnya di parkiran untuk segera pulang. Tanpa bersalaman dengan
Satu bulan sudah berlalu perceraian itu. Rara dan Hanum sudah terbiasa menerima keadaan. Rara menjalani kehidupannya seperti biasa. Hanum pun sudah bisa berdamai dengan takdir bahwa sekarang orang tuanya tak lagi bersama. Meskipun masih utuh.Sakitnya Hanum saat itu mengetahui bahwa selingkuhan Papanya adalah orang kepercayaan bundanya sendiri, meninggalkan trauma yang cukup bagi Hanum. Beruntung Rara biasa mengatasi Hanum. Sehingga Hanum sekarang sudah bisa menerima semuanya. Dan kembali seperti biasa.*****"Mas, sakit!" ujar Eca memberi tahu kan Ridwan. Eca memegang perutnya, merasakan ada kontraksi yang membuat Eca susah untuk bangun.Ridwan yang baru selesai menunaikan ibadah sholat subuh segera mendekati Eca. "Apanya yang sakit. Kamu mau lahiran itu. Ayok kita ke rumah sakit sekarang." Ridwan segera mengantikan pakaiannya untuk bersiap."Mas, kita naik apa kerumah sakit? Ini masih gelap." Tanya Eca."Terus gimana? Kamu kuat naik motor nggak? Kalo kuat kita naik motor saja." Us
"Seneng." Jawab Eca seenaknya.Karena masih di dalam ruang operasi, Ridwan memilih diam dan tak lagi menanyakan banyak hal pada Eca. Sekarang yang penting anaknya telah lahir, Eca sehat begitupun juga dengan anaknya.*****"Buk Eca, belajar menyusui anaknya ya, Bu. Biar nanti asinya lancar." Ujar dokter Elen saat memeriksa kondisi Eca."Maf, Bu, sepertinya belum bisa. Nanti saja di rumah, Bu. Sekarang biar supor dulu aja." Tolak Eca."Ayolah sayang, belajar ya susui Anak kita ya, Biar dia kenyang kalo mimik sama kamu." Pinta Ridwan juga."Aku belum bisa, Mas. Masih pada sakit badannya." Alasan Eca berbohong.Dokter Elen merasa Eca memang menolak untuk menyusui anaknya, menjadi tidak enak dan sungkan jika terus meminta, takut dikira memaksa. "Tidak apa-apa, Pak. Jangan dipaksa. Nanti kapan Bu Eca siap dan sudah kuat, susui ya, Bu." Dokter Elen menasehati."Iya, Dok. Nanti saya susui kalau saya sudah benar-benar sembuh." Sahut Eca.Dokter Elen pun pamit keluar dan meninggalkan Eca ber