Ke esokan harinya, Rara dan Hanum pergi ketempat Ridwan berada. "Kak, Kakak mau nyekar ke makam, Oma Dulu apa ke rumah Papa, Dulu?""Kita nyekar dulu, Bun. habis itu baru ke rumah, Papa.""Baik, Kak." Rara melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang agar segera sampai di sana. "Eh, tapi, Bun. nggak usah nyekar dulu, Bun. kita kerumah, Papa dulu. Baru nanti habis itu kita nyekar ke makam, Oma." Rara menuruti semua apa maunya Hamum saja. yang terpenting bagi Rara saat ini Hamum jauh lebih bahagia dan sudah bisa legowo dengan keadaan apapun. Mobil yang membawa mereka sudah masuk ke gang rumah kontrakan Ridwan. Dari jauh tanpak orang-orang ramai di depan kontrakan itu. tak berselang lama dengan arah berlawan Muncul lah mobil Dimana tunangam Vina. di susul juga dengan kedatangan mobil Anton. "Itu kenapa rame-rame begitu, Kak ya? itu ada mobil Om anton sama Mobil Om Dimas juga." "Ada acara kali, Bun.""Kak. tapi itu ada bendera kuning juga di depan kontrakan, Kak,""Ayok kita turun,
Video acara tujuh bulanan di rumah mertua di WA story ipar. (1) "Selamat tujuh bulanan Iparku. Semoga, sehat-sehat sampai lahiran, ya!" begitu lah bunyian status yang tertulis di video story WA Vina. video yang hanya 15 detik itu menunjukkan sebuah rangkaian acara tujuh bulanan yang diselenggarakan di rumah mertuanya Rara. Di story slide kedua, masih tentang hal yang sama dan membuat Rara semakin penasaran. "Alhamdulillah semua acara berjalan lancar dan khidmat, udah nggak sabar nunggu ponakan cowok launching dua bulan lagi." Caption di foto story WA Vina, dan foto itu terlihat seorang perempuan sedang memegang perut buncitnya dengan gaya tangan dibentuk love, memakai kebaya berwarna dusty pink. Namun ada yang membuat Rara bertanya-tanya tentang foto itu. Di Foto itu bukan hanya tangan si perempuannya yang memegang perut itu, ada tangan laki-laki juga yang saling berdampingan, dan ditangan itu terlihat cincin di jari manisnya yang sama persis dengan cincin yang Rara pakai, mungki
Rara dan Ridwan menikah saat mereka dulu sama-sama kerja menjadi karyawan di sebuah perusahaan swasta. Mereka sama-sama diposisikan di bagian staf kala itu.Satu tahun masa perkenalan Rara dan Ridwan, Ridwan meminta Rara untuk menjadi istrinya. Cinta yang memang tumbuh seiring berjalannya waktu perkenalan mereka membuat Rara tak bisa untuk menolak. Ridwan pria yang baik, santun, penyayang, penuh dengan kelembutan dan juga tampan. Yang lebih membuat Rara jatuh hati, Ridwan pria yang sholeh, Ridwan adalah sosok pria yang bertanggung jawab, dan sangat menyayangi keluarganya. Terutama Ibunya. Setelah resmi menikah, Rara memilih resign atas permintaan Ridwan. Ridwan meminta Rara hanya fokus di rumah mengurus rumah tangganya bersama Ridwan. Satu tahun usia pernikahan mereka, Ridwan pun di PHK. Perusahaan tempat Ridwan bekerja mengalami kekurangan suntikkan dana. Salah satu cara agar perusahaan itu tetap berjalan, adalah dengan mengurangi karyawan. Ridwan salah satu karyawan dari jumla
Hari ini Rara ingin berkunjung ke rumah mertuanya, sekaligus ingin berkunjung ke butik. Kebetulan juga ini hari sabtu jadi Rara ingin sekalian weekend bersama Ridwan dan juga Hanun. Hampir enam bulan Rara tak berkunjung ke rumah mertuanya dan juga ke butik. Karena kesibukan di rumah yang kebetulan juga kantornya berdekatan dengan rumah membuat Rara tak punya banyak waktu untuk bersilaturahmi ke rumah mertua. Namun, meskipun Rara jarang punya waktu berkunjung, tapi Rara tidak pernah lupa kewajiban sebagai anak mantu untuk selalu mengirim uang jatah bulanan untuk Mama mertuanya. Bagaimanapun juga, Ridwan juga fokus ke usaha yang dibangun Rara dari nol. Penghasilan mereka semua bersih dari usaha clothing yang diberi brand Hamun Collection saat ini. Untuk butik yang memang berada di kawasan dekat dengan tempat tinggal Mama mertua, selama ini juga di bawah pengawasan suaminya. Sementara Rara hanya menerima laporan setiap bulannya. Begitulah cara kerja mereka, agar usaha itu tetap berja
"Kakak udah siap?" tanya Rara pada gadis remajanya yang sekarang sedang berada di daun pintu kamar. "Sudah Bun, ini tinggal berangkat." Jawab Hanum sambil memutar-mutarkan tubuhnya. Rara hanya hanya tersenyum melihat tingkah anak gadisnya. Anak gadis tetapi rasa teman. "Bunda juga sudah siap kok, yuk!" ajak Rara. Mereka berdua pergi menuju ke mobil dan melajukan perjalanan ke rumah Omanya Hanum. Di tengah perjalanan mereka terlibat obrolan-obrolan ringan antara Bunda dan anak. Rara menanyakan bagaimana di sekolahan dan kegiatan-kegiatan lainnya. Hingga perjalanan mereka terasa begitu asyik. "Kita mampir dulu beli kado ya Kak, buat Tante Dwi sama Om Dito." Ujar Rara saat mereka sampai di depan toko perlengkapan bayi. "Kado apa Bun? Kok toko perlengkapan bayi? emangnya Tante Dwi dan Om Dito kenapa, Bun? Kok kita beli kado segala." Tanya Hanum penasaran. Rara yang hendak turun dari mobil akhirnya urung, Rara menoleh ke Hanum dan memberitahukan semuanya. "Tante Dwi lagi hami
Rara,Vina, Rista Mama mertua sudah berkumpul di ruang keluarga. Sementara Hanum minta untuk ke kamar Vina terlebih dahulu yang berada di depan ruang tamu. Meskipun bingung Hanum tetap mengikuti perintah Bundanya. Hanum tau ada hal yang belum boleh didengar tentang obrolan di luar sana. Meskipun hanun merasa Bundanya menutupi sesuatu, tetapi Hanum mencoba menepis semuanya jika itu baik-baik saja. Tidak ada yang harus Hanum khawatirkan. Hanum sudah tumbuh remaja, Hanum sedang berada di fase puber pertamanya saat ini. Hanum sering menceritakan pada Bundanya bahwa dia sudah mulai punya ketertarikan dengan lawan jenisnya. Sebagai orang tua yang welcome untuk anak semata wayang, bagaimana Rara memberitahu untuk mengontrol pergaulan anaknya agar tidak salah berteman dan bergaul. Ada batasan-batasan yang harus dijaga sebagian perempuan. Apalagi di masa puber pertama. Rara dan Ridwan selalu membuka diri menjadi tempat ternyaman anaknya untuk bercerita. Apapun yang sedang dialami dan dir
Dengan langkah gontai Rara berlari kecil untuk sampai di kamar tersebut. "Bunda! Tunggu!" teriak Ridwan mencegah Rara. Namun Rara tetap melanjutkan langkahnya. Rista dan Vina pun ikut panik melihat aksi Rara. Rara meraih gagang pintu kamar dan membukanya dengan sekuat tenaga. Mata Rara membulat sempurna melihat pemandangan di dalam. Semakin menambah rasa sakit yang baru di torehkan suaminya. Kamar yang dulu sering ditempati oleh Rara saat menginap di sini sekarang sudah disulap menjadi kamar bayi. Bukan, Kamar ini sudah di renov menjadi Kamar bayi namun tetap berdampingan dengan tempat tidur Ridwan dan Rara. Maksudnya Ridwan dan istri barunya. Rara mematung di daun pintu melihat setiap sudut ruangan yang ada di kamar itu semuanya, mata Rara tertuju tempat tidur bayi yang sudah disediakan di kamar itu dengan nuansa biru. Dinding Kamar diberikan stiker-stiker khas anak laki-laki. Tempat tidur yang dulu punya kenangan bersama Ridwan saat ini sudah di rubah menjadi tempat tidur Ridw
Sesampainya di mobil, Rara menyala mesin mobilnya dan berlalu pergi tanpa pamit dengan satupun. Sudah hilang rasa hormat Rara atas pengkhianatan suaminya. Vina dan Rista hanya bisa melihat dari balik jendela tanpa berani mengantarkan keluar. Sementara Ridwan hanya tertunduk lemah di kamar. "Arrggghhh! Kacau! Semuanya kacau!" rutuk Ridwan. Ridwan mengepal tanganya menghantam dinding kamar itu. Dia kesal, entah apa yang Ridwan kesalkan, padahal dia yang berbuat curang tetapi justru Ridwan sendiri yang seperti kebakaran jenggotnya. Ridwan benar-benar kalut dan kacau."Vina!" teriak Ridwan memanggil adik bungsunya. Vina yang tengah kebingungan di luar terperanjat mendengar teriakan Ridwan. "Ma, Mas kenapa? Aku takut, Ma," Ujar Vina pada Rista. "Sudah sana! Kamu temui, Masmu itu!" titah Rista. Dengan rasa takut yang teramat Vina melangkahkan kakinya menuju kamar Ridwan. Pintu kamar yang masih terbuka seperti sebelum Rara pergi, pembuat Vina bisa langsung menangkap sosok kakak tert