LOGINSuara hantaman pintu semakin kencang, Reno membuat keributan di tengah gelapnya klinik yang sudah tutup. Tubuh Sasha gemetar ketakutan namun Arka tetap tenang sambil terus mengusap bahunya.
Tiba-tiba terdengar suara pria lain. “Pak, sedang apa di sini? Jangan membuat keributan!”
“Buka pintu ruangan ini!” perintah Reno seenaknya. “Di dalam ruangan ini, ada istri saya!”
Kening pria itu berkerut, matanya melihat ventilasi dan ruangan yang sudah padam lalu berkata, “Pak, klinik kami sudah tutup. Sudah nggak ada orang di dalam. Dokter dan para petugas juga sudah pulang. Lebih baik Bapak segera pergi dari sini sebelum saya panggil polisi!”
Wajah Reno merah padam, tangannya terkepal erat, rahangnya mengeras. Dia menatap tajam ruangan Arka, lalu tanpa kata, segera pergi dari sana.
Sasha mengembuskan napas lega, jantungnya masih berdentum kencang. Namun, ia tersadar, saat ini ia dan Arka ti
Serangkaian tes tentang kehamilan Sasha mulai dilakukan dan hasilnya, ia benar-benar positif hamil. Itu jelas membuat Arka yang sejak awal sedikit ragu, tampak terdiam dengan segenap rasa terkejut yang berkecamuk dalam benaknya.“Selamat, Dokter Arka. Istri lo beneran hamil, usia kandungannya tiga minggu. Kondisi tubuhnya cukup stabil, janin juga sehat dan tekanan darahnya bagus. Cuma, tetap jaga pola makan, tidur dan jangan lupa minum vitamin,” ujar Brata, memberikan wejangan pada Arka. Wejangan yang biasanya Arka berikan pada setiap pasien yang datang, kini justru ia dengar sendiri.“Makasih, Brat.”“Sama-sama,” sahut Brata, lantas meninggalkan Arka dan juga Sasha yang masih menikmati momen kebahagiaan keduanya.Arka menggenggam erat tangan Sasha, mengecupnya berkali-kali dan mengucapkan kalimat penuh kebahagiaannya serta rasa syukurnya karena diberikan kesempatan untuk menjadi seorang ayah.“Terima kasih, Sayang. Terima kasih sudah kasih aku kebahagiaan.” Suara Arka pecah sedikit sa
Hening kembali mengisi ruang IGD begitu Brata menghilang di balik tirai. Hanya suara monitor detak jantung dan dengung AC yang terdengar, namun di kepala Arka, suara itu tidak cukup untuk menenangkan badai yang sedang berputar.Arka menatap Sasha lama sekali. Ia mengusap punggung telapak tangan istrinya dengan ibu jari. Pelan. Hati-hati. Seolah sentuhan lebih kasar sedikit saja bisa membuat Sasha kembali kehilangan kesadaran.“Sha,” bisiknya nyaris tak terdengar.“Napas kamu udah lebih stabil. Oksigennya bagus. Dokter bilang nggak ada tanda bahaya,tapi tolong bangun cepat.”Suara Arka pecah sedikit.Ia hanya sadar kalau dadanya naik turun terlalu cepat setelah ia menarik napas panjang.Baru kali ini, setelah bertahun-tahun jadi dokter, ia merasakan hal yang selalu diucapkan pasiennya ketika mereka berhadapan, yaitu takut kehilangan orang yang paling dicintai.Bibir Sasha bergerak pelan. Hampir tidak terlihat.
“Jawab pertanyaan gue, apa yang terjadi? Kenapa harus siapin ruang USG?”Brata mengangkat tangan lagi, mencoba mencegah Arka meloncat pada kesimpulan yang salah.“Itu hanya optional, Ka. Antisipasi saja. Kita lihat perkembangannya nanti setelah dia benar-benar sadar. Tapi,untuk saat ini? Nggak ada indikasi bahaya. Nggak ada cedera, nggak ada trauma, dan tekanan darahnya sudah naik sedikit.”Brata menghela napas pendek, memastikan para perawat sudah sedikit menjauh dari mereka. Setelah memastikan Sasha stabil untuk sementara, ia mendekat pada Arka.Sangat dekat.Arka mengerutkan kening. “Apa lagi?”Brata menatap kanan-kiri, lalu membungkuk sedikit.Ia menurunkan suaranya sampai hanya Arka yang bisa mendengar.“Ka,gue ngerti kalian suami-istri baru. Gue paham,fase bulan madu itu masih jalan.”Brata menepuk bahu Arka pelan. “Tapi meski lagi naik dan semanga
“Nggak!Kamu kebangetan, ih!Kenapa nggak berhenti tadi?” keluh Sasha lirih. Suaranya nyaris tenggelam oleh detak hujan yang jatuh di kaca mobil, tubuhnya masih melekat pada Arka, seolah tulangnya belum kembali utuh setelah dua jam terakhir dipaksa menyerah oleh pria itu.Arka terkekeh pelan, suara rendahnya menggetarkan dada Sasha tempat ia bersandar. “Kamu yang minta,” jawabnya santai sambil mengusap punggung Sasha yang masih naik turun menahan napas.“Aku minta cuma sekali,” protes Sasha kecil, pipinya memanas ketika mengingat bagaimana ia sendiri yang akhirnya memohon agar Arka tidak berhenti. “Kamu yang lanjut terus—”“Kamu yang mulai gemeteran dan narik aku lagi,” balas Arka cepat, nada menggoda namun juga manja. Ia menunduk sedikit, menyentuhkan bibirnya pada pelipis Sasha. “Aku cuma ngikutin istri aku.”“Isshhh…!” Sasha mendesis menangg
Arka menahan senyumannya sendiri ketika mendengar permintaan Sasha, terlebih saat melihat wajahnya merah seperti udang rebus.Mobil yang dibawa Arka dengan segera meninggalkan bibir pantai, menuju bukit yang menjadi tempat pertama mereka menyatu dan memiliki hubungan yang jauh hingga sekarang.Disisi lain, setelah bertemu dengan Sasha di sebuah minimarket SPBU, Ratna kembali ke rumahnya dengan perasaan dongkol. Sepanjang perjalanan, tangannya terus menggenggam kemudi terlalu kuat, seolah ingin melampiaskan kekesalan lewat benda pertama yang bisa ia remukkan.Sasha yang biasanya menunduk patuh, selalu sopan, selalu meminta maaf bahkan ketika bukan salahnya, tiba-tiba saja tadi berani melawan.Itu bukan Sasha yang Ratna kenal.Bahkan Ratna bisa melihat jelas kalau ada keberanian di mata Sasha. Keberanian yang tidak pernah ada selama bertahun-tahun Sasha menjadi menantunya. Ada sorot yang tidak lagi memohon, tidak lagi takut, tidak lagi merasa ren
Perjalanan menuju pantai berlangsung lebih hening daripada sebelumnya. Arka berkendara pelan, sesekali melirik Sasha yang hanya memandang keluar jendela tanpa bersuara. Wajah Sasha sedikit murung, seperti ia sama sekali tidak menikmati apa yang terjadi saat ini.Sasha hanya diam menikmati terpaan angin yang menerbangkan setiap helaian rambutnya. Ia masih tenggelam dalam lamunan, sampai ia tidak menyadari kalau Arka sudah memarkir mobil di titik paling dekat dengan bibir pantai.Arka menghembuskan napas lega.“Akhirnya sampai juga,” ucapnya sambil tersenyum kecil.Ia melepas sabuk pengaman dan bersiap turun untuk membuka pintu Sasha.Namun Sasha tetap diam, tanpa ada reaksi apa punsama sekali. Hal itu membuat Arka menoleh ke arahnya.Beberapa kali Arka memanggil Sasha masih saja diam dan tidak bereaksi apa pun.“Sayang, kamu kenapa?”tanya Arka cemas.Sasha masih diam. Dan ketika panggilan ketiga,







