Home / Romansa / Adik Ipar, Jangan Terlalu Dalam / 7. KENYATAAN YANG TERKUAK

Share

7. KENYATAAN YANG TERKUAK

Author: Allina
last update Last Updated: 2025-09-12 08:00:06

Sinar matahari menelusup melalui celah tirai kamar, menyilaukan matanya hingga ia perlahan terbangun. Tubuhnya terasa lemas, kepala berat seolah semalaman ia tidak tidur nyenyak.

Sasha menyentuh sisi sebelahnya yang dingin. Reno tidak pulang, pasti dia menginap di rumah kekasihnya. Rasa kecewa menghinggapi Sasha, “Bodoh!” rutuknya. 

Sasha turun dari ranjang, dengan langkah gontai ia berjalan menuju kamar mandi. Jarinya menyentuh gagang pintu yang dingin seolah menyadarkan betapa dingin juga hubungan rumah tangganya saat ini.

Dia keluar dari kamar, sekarang sudah siang, ibu mertuanya pasti akan memarahinya karena bangun terlambat. Namun, langkahnya terhenti, matanya membelalak.

Di ruang keluarga, aroma kopi pekat tercium samar. Reno duduk santai di sofa, sendok kecil beradu pelan dengan cangkir porselen saat ia mengaduk kopinya. 

Sementara Ratna, sang mama mertua, sibuk membaca koran. Kacamata tipis bertengger manis di ujung hidungnya, sesekali ia membalik halaman dengan ekspresi serius.

“Mas Reno?” suara Sasha tercekat, terkejut mendapati suaminya sudah berada di rumah. 

Alis Reno terangkat tipis, sorot matanya dingin. “Kenapa kamu memelototiku seperti itu?” 

Sasha buru-buru menggeleng. “Nggak, cuma … aku tidak tahu kapan kamu pulang. Aku kira semalam kamu nggak pulang, Mas.” 

“Bangun siang, nggak menyiapkan sarapan untuk suami,” suara Ratna terdengar datar.

“Sasha, sudah berapa lama kamu tinggal di rumah ini? Sampai detik ini kamu masih saja nggak tahu apa artinya menjadi seorang istri.” Ratna meletakkan koran di meja melipat dengan sembarang. 

“Hal sederhana seperti ini pun kamu abaikan, apa kamu pikir tugasmu hanya duduk manis dan menikmati nama besar keluarga Wiratama? Atau jangan-jangan … kamu memang nggak pernah berniat menjadi istri yang layak untuk Reno?”

“Maaf, Ma … saya nggak ada maksud untuk melalaikan tugas sebagai istri. Semalam saya nggak bisa tidur, jadi bangun terlambat.” 

“Alasan! Kalau dari awal nggak punya niat, sebesar apa pun usaha orang lain membimbing, tetap saja akan terlihat malas. Yang saya heran, Reno, sampai kapan kamu sanggup menutup mata melihat istrimu seperti ini? Kamu pantas mendapatkan pendamping yang benar-benar mengerti posisinya, bukan yang hanya pandai berdalih.”

Sasha mengepalkan tangannya erat. Begitu kejamnya mulut mertuanya ini, setiap ucapannya seperti pisau yang mengiris tanpa ampun. Ingin sekali Sasha meremas bibir tipis itu agar berhenti menebar racun. 

Tenggorokannya tercekat, namun ia paksa menahan diri, karena tahu satu kata saja yang terlepas bisa menjadi senjata baru bagi Ratna untuk menghakiminya di depan Reno.

“Ma, saya mungkin belum sempurna sebagai istri. Tapi Mama nggak seharusnya berkata seperti itu.”

“Apa yang Mama katakan itu benar, Sasha. Seharusnya kamu nggak membantah. Istriku mestinya mendengarkan, bukan melawan,” sela Reno di tengah perdebatan dua wanita itu. 

Sasha menatap tak percaya pada suaminya. “Jadi membela diri pun, aku salah? Kalau begitu, apa gunanya aku bicara? Apa pun yang keluar dari mulutku, akan tetap dianggap salah di mata Mama dan sekarang di mata kamu, Mas.”

Reno menggerag rahangnya mengeras. “Kamu nggak pantas berbicara seperti itu! Seharusnya kamu introspeksi diri, bukannya semakin melawan. Apa kamu nggak sadar, sikapmu ini hanya membuatku semakin malu di depan Mama?” 

Sasha terkekeh pelan, getir. Dalam keadaan seperti ini, Reno tetap saja menyalahkannya. Ah, benar … Sasha hampir lupa, pria di hadapannya bukan lagi Reno yang dulu, bukan Reno yang dulu pernah bersikap lembut dan manis.

Sasha menghela napas panjang, menatap kosong sejenak lalu berbalik. Beradu mulut dengan dua monster sekaligus hanya akan membuatnya kehilangan akal. 

“Lihatlah, Reno! Istrimu bahkan nggak tahu cara menghormati orang yang lebih tua, apa pantas perempuan seperti ini memakai nama besar keluarga Wiratama?” Ratna tersenyum sinis namun setiap ucapannya mengandung pisau. 

Reno mengepalkan tangannya begitu keras hingga buku jarinya memutih. Rahangnya mengeras, matanya menatap Sasha dengan api amarah yang ditahan.

“Sasha … mengapa kamu selalu membuatku malu?” 

Sasha ingin menjawab, mulutnya terbuka namun tidak satupun kata keluar dari sana. Ia tertunduk, mendengarkan setiap hinaan dari suami dan mertuanya. Membela diri tidak akan berguna, mereka pasti akan selalu menyudutkannya. Bahkan satu kata saja yang keluar dari mulut Sasha, hanya akan menjadi bara api yang akan membuat hatinya semakin terbakar. 

Pagi hari selalu saja berjalan dengan pertengkaran-pertengkaran seperti ini, dan Arka memilih tidak pernah ikut sarapan, hanya mendengar suara-suara kecil dari balik dinding kamarnya, dan suara itu pasti selentingan kecil tentang Sasha.

Malam harinya, Sasha datang menemui Arka ke klinik, sesuai permintaan Arka kemarin. Dia berdiri di depan klinik, kepalanya terangkat, matanya menatap jendela lantai dua. 

Benar saja, cahaya lampu dari ruang kerja Arka menyala terang, seakan memastikan bahwa pria itu memang menunggunya.

Pintu ruang kerja Arka terbuka sebelum sempat ia mengetuk. Pria itu berdiri di ambang pintu, seperti sedang menunggu kedatangannya. Arka tersenyum, wajahnya yang tampan membuat Sasha sedikit gugup. Ia melenggang masuk, pintu perlahan tertutup. 

“Kamu datang?”

Sasha mengangguk lalu, duduk di kursi. “Kamu memintaku datang ke sini, ada apa?” 

Arka tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap Sasha beberapa detik, lalu perlahan berbalik menyalakan komputer di mejanya. 

“Aku nggak bisa menyampaikan ini di luar,” ucap Arka, tangannya mengetik cepat. 

Arka memperlihatkan rekam medis Reno di layar komputer. “Ini hasil aslinya. Nggak ada kemungkinan dia bisa memberimu anak.” 

Sasha menutup mulutnya tak percaya, tangannya gemetar. Air matanya jatuh begitu saja, bukan karena sedih, melainkan karena rasa lega yang tak bisa dibendung. 

Selama ini ia terus menjadi sasaran tuduhan mertuanya, terus-menerus menghantuinya, menyalahkan dirinya, menuding bahwa dirinyalah penyebab rumah tangga ini belum juga dikaruniai anak.

Tapi sekarang, hitam di atas putih, hasil pemeriksaan menunjukkan sebaliknya. Tubuhnya sehat. Tidak ada yang salah dengan rahimnya. Harapan itu nyata, akhirnya ia bisa dan pasti akan mempunyai anak suatu hari nanti. 

“Aku … aku— Arka, apa ini benar?” tanya Sasha, matanya berkaca-kaca haru. 

“Ya, dan aku jamin keasliannya bahwa ini asli dan bukan palsu seperti berkas yang kamu bawa waktu itu.”

Saat Sasha bangkit dari kursinya, lututnya goyah, membuat tubuhnya oleng. Dalam sekejap, Arka sigap meraih bahunya.

Sentuhan itu membuat Sasha terhenyak. Suhu hangat dari jemari Arka menembus tipis baju yang dikenakannya seakan membakar kulitnya. Tubuhnya ditarik sedikit lebih dekat, hingga ia bisa merasakan dada bidang Arka nyaris menempel pada tubuhnya. 

Saat itu juga, udara seakan menghilang, hanya terdengar detak jantung dari keduanya seolah tidak ingin terlepas. 

“Kalau aku di posisinya …” Arka berbisik, “aku nggak akan biarkan kamu sendirian satu malam pun.”

Ucapannya merayap masuk begitu dekat, hangat napasnya mengenai leher Sasha sehingga wanita itu merinding seketika. Tubuhnya bereaksi lebih dulu daripada pikirannya.

Ketika adegan yang ambigu terjadi di ruangan Arka, tiba-tiba terdengar suara derap langkah dari luar, makin lama semakin dekat. Sasha sontak menoleh ke arah pintu, tubuhnya menegang. Arka cepat bereaksi, tangannya melayang ke mouse, layar komputer langsung padam.

Pintu diketuk keras, membuat Sasha terlonjak kaget.

“Sasha!” Suara Reno menggema, dari balik pintu. “Sasha, buka pintunya, aku tahu kamu di dalam.”

Sasha begitu panik, kedua tangannya mencengkeram lengan Arka, tubuhnya bergetar hebat. Jantungnya berdegup begitu kencang, seolah hendak meloncat keluar dari tempatnya. 

Sementara itu di luar, Reno semakin kalap. Pintu dihantam dengan tinju, gagangnya diguncang kasar. 

Suara itu membuat Sasha tersentak, hampir saja berteriak, namun Arka dengan cepat menutup mulutnya dengan telapak tangan. Dengan hati-hati, Arka mengunci pintu sekali lagi. 

“Jangan jawab!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Adik Ipar, Jangan Terlalu Dalam   121. KEBAHAGIAN YANG MENGHILANG DENGAN CEPAT

    Serangkaian tes tentang kehamilan Sasha mulai dilakukan dan hasilnya, ia benar-benar positif hamil. Itu jelas membuat Arka yang sejak awal sedikit ragu, tampak terdiam dengan segenap rasa terkejut yang berkecamuk dalam benaknya.“Selamat, Dokter Arka. Istri lo beneran hamil, usia kandungannya tiga minggu. Kondisi tubuhnya cukup stabil, janin juga sehat dan tekanan darahnya bagus. Cuma, tetap jaga pola makan, tidur dan jangan lupa minum vitamin,” ujar Brata, memberikan wejangan pada Arka. Wejangan yang biasanya Arka berikan pada setiap pasien yang datang, kini justru ia dengar sendiri.“Makasih, Brat.”“Sama-sama,” sahut Brata, lantas meninggalkan Arka dan juga Sasha yang masih menikmati momen kebahagiaan keduanya.Arka menggenggam erat tangan Sasha, mengecupnya berkali-kali dan mengucapkan kalimat penuh kebahagiaannya serta rasa syukurnya karena diberikan kesempatan untuk menjadi seorang ayah.“Terima kasih, Sayang. Terima kasih sudah kasih aku kebahagiaan.” Suara Arka pecah sedikit sa

  • Adik Ipar, Jangan Terlalu Dalam   120. TES KEHAMILAN

    Hening kembali mengisi ruang IGD begitu Brata menghilang di balik tirai. Hanya suara monitor detak jantung dan dengung AC yang terdengar, namun di kepala Arka, suara itu tidak cukup untuk menenangkan badai yang sedang berputar.Arka menatap Sasha lama sekali. Ia mengusap punggung telapak tangan istrinya dengan ibu jari. Pelan. Hati-hati. Seolah sentuhan lebih kasar sedikit saja bisa membuat Sasha kembali kehilangan kesadaran.“Sha,” bisiknya nyaris tak terdengar.“Napas kamu udah lebih stabil. Oksigennya bagus. Dokter bilang nggak ada tanda bahaya,tapi tolong bangun cepat.”Suara Arka pecah sedikit.Ia hanya sadar kalau dadanya naik turun terlalu cepat setelah ia menarik napas panjang.Baru kali ini, setelah bertahun-tahun jadi dokter, ia merasakan hal yang selalu diucapkan pasiennya ketika mereka berhadapan, yaitu takut kehilangan orang yang paling dicintai.Bibir Sasha bergerak pelan. Hampir tidak terlihat.

  • Adik Ipar, Jangan Terlalu Dalam   119. BERUBAH JADI ORANG BODOH

    “Jawab pertanyaan gue, apa yang terjadi? Kenapa harus siapin ruang USG?”Brata mengangkat tangan lagi, mencoba mencegah Arka meloncat pada kesimpulan yang salah.“Itu hanya optional, Ka. Antisipasi saja. Kita lihat perkembangannya nanti setelah dia benar-benar sadar. Tapi,untuk saat ini? Nggak ada indikasi bahaya. Nggak ada cedera, nggak ada trauma, dan tekanan darahnya sudah naik sedikit.”Brata menghela napas pendek, memastikan para perawat sudah sedikit menjauh dari mereka. Setelah memastikan Sasha stabil untuk sementara, ia mendekat pada Arka.Sangat dekat.Arka mengerutkan kening. “Apa lagi?”Brata menatap kanan-kiri, lalu membungkuk sedikit.Ia menurunkan suaranya sampai hanya Arka yang bisa mendengar.“Ka,gue ngerti kalian suami-istri baru. Gue paham,fase bulan madu itu masih jalan.”Brata menepuk bahu Arka pelan. “Tapi meski lagi naik dan semanga

  • Adik Ipar, Jangan Terlalu Dalam   118. KELELAHAN

    “Nggak!Kamu kebangetan, ih!Kenapa nggak berhenti tadi?” keluh Sasha lirih. Suaranya nyaris tenggelam oleh detak hujan yang jatuh di kaca mobil, tubuhnya masih melekat pada Arka, seolah tulangnya belum kembali utuh setelah dua jam terakhir dipaksa menyerah oleh pria itu.Arka terkekeh pelan, suara rendahnya menggetarkan dada Sasha tempat ia bersandar. “Kamu yang minta,” jawabnya santai sambil mengusap punggung Sasha yang masih naik turun menahan napas.“Aku minta cuma sekali,” protes Sasha kecil, pipinya memanas ketika mengingat bagaimana ia sendiri yang akhirnya memohon agar Arka tidak berhenti. “Kamu yang lanjut terus—”“Kamu yang mulai gemeteran dan narik aku lagi,” balas Arka cepat, nada menggoda namun juga manja. Ia menunduk sedikit, menyentuhkan bibirnya pada pelipis Sasha. “Aku cuma ngikutin istri aku.”“Isshhh…!” Sasha mendesis menangg

  • Adik Ipar, Jangan Terlalu Dalam   117. MENGULANG SEBUAH KISAH

    Arka menahan senyumannya sendiri ketika mendengar permintaan Sasha, terlebih saat melihat wajahnya merah seperti udang rebus.Mobil yang dibawa Arka dengan segera meninggalkan bibir pantai, menuju bukit yang menjadi tempat pertama mereka menyatu dan memiliki hubungan yang jauh hingga sekarang.Disisi lain, setelah bertemu dengan Sasha di sebuah minimarket SPBU, Ratna kembali ke rumahnya dengan perasaan dongkol. Sepanjang perjalanan, tangannya terus menggenggam kemudi terlalu kuat, seolah ingin melampiaskan kekesalan lewat benda pertama yang bisa ia remukkan.Sasha yang biasanya menunduk patuh, selalu sopan, selalu meminta maaf bahkan ketika bukan salahnya, tiba-tiba saja tadi berani melawan.Itu bukan Sasha yang Ratna kenal.Bahkan Ratna bisa melihat jelas kalau ada keberanian di mata Sasha. Keberanian yang tidak pernah ada selama bertahun-tahun Sasha menjadi menantunya. Ada sorot yang tidak lagi memohon, tidak lagi takut, tidak lagi merasa ren

  • Adik Ipar, Jangan Terlalu Dalam   116. BUKIT NOSTALGIA

    Perjalanan menuju pantai berlangsung lebih hening daripada sebelumnya. Arka berkendara pelan, sesekali melirik Sasha yang hanya memandang keluar jendela tanpa bersuara. Wajah Sasha sedikit murung, seperti ia sama sekali tidak menikmati apa yang terjadi saat ini.Sasha hanya diam menikmati terpaan angin yang menerbangkan setiap helaian rambutnya. Ia masih tenggelam dalam lamunan, sampai ia tidak menyadari kalau Arka sudah memarkir mobil di titik paling dekat dengan bibir pantai.Arka menghembuskan napas lega.“Akhirnya sampai juga,” ucapnya sambil tersenyum kecil.Ia melepas sabuk pengaman dan bersiap turun untuk membuka pintu Sasha.Namun Sasha tetap diam, tanpa ada reaksi apa punsama sekali. Hal itu membuat Arka menoleh ke arahnya.Beberapa kali Arka memanggil Sasha masih saja diam dan tidak bereaksi apa pun.“Sayang, kamu kenapa?”tanya Arka cemas.Sasha masih diam. Dan ketika panggilan ketiga,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status