Adik Ipar Malang
Bab 22 B Kediaman DevanPOV LilisAku merasakan sesuatu mengusap lembut wajahku. Kemudian suara yang lembut berbisik di telinga ini. Memanggil namaku dengan mesra, membuat bulu kuduk merinding.Mencoba membuka mata, walaupun masih sangat malas. Setelah mata benar-benar terbuka, terlihat Kak Devan sedang melepas sabuk pengaman. Berarti tadi itu ... mungkin hanya perasaanku saja. Tapi, leher belakang masih merinding."Kamu masih mau tidur di sini? Atau mau pindah di kasur yang empuk?"Aku mulai mengumpulkan nyawa. Ternyata suara mesin mobil sudah tak terdengar, mobil pun sudah berhenti di sebuah halaman rumah."Eh, sudah sampai, ya?"Membuka pintu kemudian turun dari mobil. Mataku langsung memindai ke segala penjuru tempat. Rumah berdesain dua lantai sederhana tetapi modern. Halaman depan yang luas didasari rumput gajah mini dan beberapa tanaman hias, mempercantik taman itu.Di sudut taman seAdik Ipar MalangBab 23 (Kesedihan Laras)POV AuthorLilis berjalan memasuki kamar mandi. Sampai di sana, dia memandangi pipinya yang sudah memerah di cermin. Semoga saja suaminya itu tak melihat.Saat ingin melepas baju kebayanya, dia teringat kalau resletingnya berada di belakang, itu tepat di punggungnya. Tangannya berusaha untuk menurunkan resleting, tapi hanya berhasil terbuka beberapa senti saja.Akhirnya diputuskan untuk minta tolong kepada Devan. Dari pada dia terlalu lama, takut suaminya ingin segera memakai kamar mandi juga.Lilis melongokkan kepalanya dari pintu kamar mandi. Objek yang dicarinya sedang duduk di sofa sambil memainkan ponsel."Kak Devan!" panggilnya pelan.Merasa ada yang memanggil, Devan mengangkat kepalanya dari menatap ponsel di tangannya. Ternyata tadi suara istri kecilnya yang barusan memanggil. Hanya kepalanya saja yang menyembul di pintu kamar mandi."Kenapa? Sudah selesai?"
Adik Ipar MalangBab 23 B Kesedihan Laras"Evan, kami melakukan ini demi kebaikan kita semua, terutama untuk kamu," ucap ayah mertuanya pada Evan."Lilis mengandung anakku, jadi aku yang berhak untuk menjadi suaminya. Bukannya malah Devan yang hanya orang lain," protesnya. "Di mana Lilis sekarang? Devan! Keluar kamu! Kembalikan Lilis padaku!" raung Evan yang suaranya menggema sampai ke penjuru ruangan."Evan, hentikan! Lilis dan Devan sudah pergi dari sini." Bu Maya mencoba menyadarkan anak bungsunya agar berhenti teriak-teriak.Elan membawa adiknya untuk duduk di sofa. Dia berusaha menenangkan Evan, meski pun harus menggunakan sedikit tenaga untuk menahan pundak Evan, agar tetap pada duduknya."Kenapa kalian membiarkan Lilis pergi dengan Devan?" tanyanya dengan lemah. Wajahnya benar-benar kuyu."Evan, dengar! Seandainya kamu menikah dengan Lilis, pernikahan itu tidak akan sah. Karena kamu itu suami dari Laras, kakak kan
Adik Ipar Malang Bab 24 A POV AuthorEvan merasakan kepalanya sangat pusing, badannya juga sakit. Yang dia ingat adalah saat sedang minum di sebuah bar, kemudian kakaknya mencoba mengajaknya pulang. Tapi, pada akhirnya Elan membiarkan Evan terus minum.Pikir Elan dengan membiarkan Evan melampiaskan pada minuman, itu akan membuat perasaan sakit dan beban Evan lega sejenak. Nyatanya pemikiran itu adalah awal mula yang sudah salah.Terdengar suara dari arah kamar mandi. Suara air mengalir dari keran dan suara tangis yang samar-samar. Setelah memaksa badannya untuk bisa bangun, Evan berjalan menuju kamar mandi walau masih dengan sempoyongan."Kamu kenapa Laras?" Seketika Evan melupakan sakit di kepalanya. Kemudian berjalan menuju istrinya yang terlihat dalam keadaan memilukan.Evan mengambil handuk untuk dibalutkan ke tubuh istrinya dan mematikan keran air. Kemudian dia membawa istrinya itu duduk di ranjang."Kenapa kamu bisa seperti ini?" tanya Evan lagi.Laras hanya memandang wajah Ev
Adik Ipar MalangBab 24 BPOV Lilis"Assalamualaikum. Mama pulang!" Terdengar suara perempuan mengucap salam dan langkah kaki yang memasuki rumah."Wa'alaikumsalam," jawab kami berdua kompak.Aku dan Kak Devan langsung berdiri. Bersiap menyambut kedatangan Om Hisyam dan Tante Desi, orang tua dari Kak Devan."Dimana menantuku?" tanya perempuan paruh baya yang terlihat masih energik. Tante Desi wajahnya masih tak berubah, masih sama seperti terakhir bertemu saat aku masih SD."Ya ampun Lilis! Kamu sudah besar sekarang. Mama bener-bener pangling. Pantas aja Devan ngga mau Mama jodohin sama siapa pun."Tante Desi berkata dengan sangat heboh. Kami saling berpelukan dan cipika-cipiki."Papa juga hampir nggak kenal. Terakhir ketemu kamu masih sangat imut. Sekarang sudah mulai beranjak dewasa," ucap Om Hisyam sambil mengusap puncak kepalaku."Kamu sehat, kan? Apa Devan menyusahkan kamu?" tanya Tante Desi lagi sambil
Adik Ipar MalangBab 25 A Memberi Izin SekolahPOV Lilis"Kamu tahu kenapa Mama dan Papa menitipkan Devan di rumahmu dulu?""Karena Mama dan Papa nggak sanggup untuk mengubah sikap Kak Devan yang seperti berandalan?" jawabku sekenanya."Lebih tepatnya bukan itu. Dulu kami salah mendidik Devan. Devan terlalu dituntut untuk melakukan sesuai kehendak kami. Karena dia anak tunggal dan pewaris satu-satunya di keluarga ini." Mama berhenti sejenak untuk mengambil napas."Mungkin dia merasa tertekan, sehingga dia mulai memberontak. Menjadi anak yang suka berantem di sekolah, tawuran, dan bersikap semaunya sendiri saat tak berada di rumah," sambung Mama lagi.Mata Mama mulai berkaca-kaca. Aku coba menyalurkan kekuatan dengan mengusap tangan Mama. Diriku masih diam saja, memberikan Mama waktu untuk melanjutkan ceritanya."Bukannya Mama tak ingin mendidik Devan dengan tangan Mama sendiri, tapi di sisi lain Papa juga sedang mengalami masalah dengan perusahaan, saat itu. Mama harus berada di sampi
Adik Ipar Malang Bab 25 B Izin SekolahPOV LilisSekarang aku mulai bisa memadukan pakaian kantor Kak Devan. Suamiku itu lebih suka memakai pakaian semi formal dan kasual, kecuali kalau akan bertemu dengan klien. Kalau cuaca dingin sweater dengan bahan rajut yang akan menjadi alternatifnya.Hari ini aku menyiapkan atasan kemeja lengan panjang, celana jogger dan sepatu sneakers untuknya. Tak lupa blazer sebagai outer kalau ada meeting mendadak. Sesuai dengan gayanya Kak Devan, smart casual."Di mana pakaian kantorku, Sayang?" tanya Kak Devan saat aku sedang menata pakaiannya di atas kasur."Ini, Kak. Arghh!" Aku terkejut saat membalikkan badan, Kak Devan berdiri hanya dengan handuk melilit di pinggangnya."Pakai bajunya, Kak!" perintahku dengan mengalihkan pandangan ke arah lain.Jangan tanya wajahku ini, sudah sangat panas. Pagi-pagi sudah dikasih pemandangan roti sobek. Sayang sekali tak bisa dimakan."Bajuku m
Adik Ipar MalangBab 26 A POV Laras"Buatkan satu porsi lagi untukku!"Aku yang sedang meletakkan sepiring nasi goreng di atas meja, sedikit terperanjat mendengar suara bariton milik Evan. Aku menatapnya dengan heran. Kemudian melakukan sesuai perintahnya tanpa banyak bertanya.Sekarang ada dua porsi nasi goreng di atas meja, spesial pakai telor mata sapi. Kami duduk saling berhadapan. Aku langsung saja memulai sarapan tanpa menunggu dia. Sambil sesekali mencuri pandang, saat Evan mulai memasukkan makanan ke dalam mulutnya."Kalau masih tidak enak, tak usah dimakan. Karena aku tak semahir mama, ibu apa lagi Lilis, yang masakannya sangat pas dilidahmu." Aku langsung saja menyindirnya, sebelum dia mengkritik masakanku lagi seperti waktu dia mulai mendiamiku.Berbeda dengan perkiraanku. Evan terus memakan nasi goreng itu. Bahkan sekarang tinggal sedikit makanan di atas piringnya. Apa seenak itu masakanku?Aku juga terus mak
Adik Ipar MalangBab 26 B Berbaikan POV Laras"Maaf, kami sedikit terlambat," ucapku menyesal karena membuat mereka lama menunggu. Kami langsung duduk di kursi yang ada di hadapan mereka."Tak apa." Kemudian Kak Elan melihat ke arah perempuan di sebelahnya. "Perkenalkan, ini adikku Evan, dan ini istrinya, Laras."Aku dan Evan mengulurkan tangan kami dan memperkenalkan diri lagi. Perempuan itu menyambut tangan kami sambil tersenyum.Dia memperkenalkan dirinya juga. "Aku Freya Sukmajaya. Senang berkenalan dengan kalian."Entah hanya perasaanku saja, atau memang benar, aku tak tahu. Senyum dari perempuan bernama Freya itu agak sedikit ganjil. Mungkin aku bisa sedikit waspada dengannya. Lagi pula ini baru pertama bertemu. Belum jelas dia ini orang baik atau bukan."Ayo cepat pesan makanan! Kita makan siang dulu, setelah itu lanjut bicaranya." Kak Elan menyudahi acara perkenalan ini dengan memanggil pelayan dan memesan makanan kami masing-masing