Share

7 judul Pertemuan tidak terduga

Bab 7

Karin sangat kaget saat mengetahui perasaannya sendiri. Kenapa gairahnya bisa muncul pada pria yang salah? Pria yang sama sekali belum dikenalnya tapi ia bisa merasakannya bahwa ia menginginkannya.

Seharusnya ia tidak boleh memikirkan pria lain dalam hidupnya karena saat ini dia masih bersuami! Dan kenapa harus pria itu!? pikirnya tidak mengerti.

Pria yang tidak seharusnya ia pikirkan tapi harus ia akui, ia merindukan pria itu! Ia ingin pria itu menciumnya lagi! Karin ingin berteriak marah karena menyadari hal itu. 

Ia memilih duduk menyendiri di atas undakan karang-karang besar yang membentuk tanjakan kecil dan merenung disana. Kenapa dia bisa seperti ini? Dimana akal sehatnya!?

Suara deburan ombak seperti sebuah nyanyian yang sangat misterius baginya tapi ia menikmatinya dan memperhatikan setiap deburan yang menghantam tepian batu karang tempatnya duduk. 

Sepanjang matanya memandang, lautan lepas terhampar di depannya. Ia menghela napas panjang berulang kali. Ia berusaha keras untuk melepas kegalauan yang sedang melanda dirinya. 

Satu dilema saja belum berakhir dalam hidupnya tapi ia sudah menambah dilema lainnya. Masalah perkawinannya dengan Steven saja belum diputuskan tapi dia sudah mencium dua orang pria yang berbeda! Ada apa dengan dirinya!? Karin kembali menyalahkan dirinya. Yah, Tuhan! erang Karin merasa putus asa dalam hatinya. 

                       

Tiba-tiba dia mengumpat keras sambil berdiri lalu menekuk kakinya dan menundukkan kepalanya dalam-dalam. 

Dia tidak percaya dia begitu hina karena mengalah dengan keinginan dagingnya. Seks. Seharusnya sebagai wanita yang dididik berdasarkan moral dan agama yang kuat, ia bisa dengan mudah menepis hasrat yang salah itu!

Mengingat bayangan pria asing itu, gairahnya langsung menggebu dan bisa membara. Akal sehatnya tidak bisa berfungsi. Ia tidak dapat mendengar suara hatinya yang mengingatkan ia sudah menodai sucinya ikatan pernikahan mereka.  

Ia telah berzinah. Yah, Tuhan! jeritnya dengan tubuh lemas. Belum lagi sepertinya ia telah memberikan kesan yang salah mengenai kelanjutan hubungannya dengan Dani. Seolah-olah ada peluang untuk memulai sebuah hubungan di antara mereka. Padahal selama ini ia tidak pernah merasakan perasaan khusus kepada Dani. 

Dani memang baik. Ia ganteng dengan wajah orientalnya. Kaya sudah pasti, tapi semua itu tidak pernah membuat Karin berpikir untuk memilih Dani atau di miliki Dani sebagai kekasih ataupun calon istrinya.

Karin merasa dia sudah gila! Apa mungkin dia di titik tertinggi kesepiannya? Karin mengerang lagi dengan putus asa. 

Karin terkejut sesaat merasakan sebuah kehangatan menyentuh punggungnya. Sebuah sweter lembut terlampir di punggungnya. 

Karin menoleh sambil mengusap air matanya. Karin tidak senang melihat kehadiran orang yang paling tidak diinginkannya saat ini berada di sampingnya. 

Pria asing itu! Dia baru ingat tidak pernah tahu siapa nama pria asing ini! Keningnya mengerut lalu langsung bersikap acuh.

Karin bangkit lalu menyerahkan kembali sweter pria itu. Dengan santai pria itu mengenakan kembali sweternya. 

Karin jadi sedikit terkesan. Pria itu mau melepaskan sweternya untuk wanita yang memukul keponakannya? Itu sangat tidak biasa!

“Jangan pergi.“ Wilson mencegah kepergian Karin. 

“Apa yang kau inginkan?“ tanya Karin dengan tidak ramah.

“Kalau kuingat-ingat kau pernah menawarkan kepadaku untuk menjadi kekasih gelapmu.“

Karin melotot sambil mendesis kesal. Tangannya mengepal karena kesal. “Lucu sekali!“ kata Karin sambil melangkahkan kakinya pergi dan tidak menghiraukan Wilson.

“Tolong jangan pergi,“ pinta Wilson dengan lemah.

Karin tidak mengerti kenapa tubuhnya tidak mau bergerak meninggalkan pria asing itu sementara pikirannya sudah berteriak-teriak memerintahkan untuk berlari dan meninggalkannya. 

Dia hanya diam terpaku tapi tidak menoleh ke arah pria asing itu. Karin merasakan tangan pria itu memegang bahunya dan memposisikan dirinya menghadap dan menatap wajah pria asing itu. 

“Aku jatuh cinta.“

Karin melirik pria itu dengan tidak percaya! Kenapa dia harus mengatakan hal itu kepadanya?! “Kalau begitu selamat!“ ucapnya dengan cepat sambil memberi isyarat agar melepaskan tangannya dari bahunya. Tapi tatapan pria itu membuatnya salah tingkah. 

“Apa yang kau inginkan? Aku sedang tidak mau berbicara dengan siapa pun saat ini apalagi denganmu!“ kata Karin dengan marah.

“Kenapa!?“ tanya Wilson dengan keras.

Karin terkejut sambil menatap Wilson. Tiba- tiba tubuhnya langsung direngkuh pria itu. Ia merasa bingung dengan tindakan pria asing itu.

Untuk sesaat tubuhnya terasa kaku dan mencoba untuk menghalau kehangatan dari tubuhnya. Pelukan pria asing itu sangat nyata dan memberinya kenyamanan.

Rasanya Karin ingin tenggelam dalam pelukan pria itu. Ia ingin melepas rasa rindu dan gairah yang meletup-letup dalam dirinya. Ia berusaha keras untuk melawan sensasi yang ia rasakan. 

Setelah akal sehatnya mengambil alih, ia langsung berusaha melepaskan diri dari Wilson. Tapi pria itu tidak melepasnya. 

Ia marah! Ia berusaha mendorong dada pria itu untuk menjauh darinya tapi pria itu malah lebih mempererat pelukannya.

“Lepas!“ 

“Jangan tinggalkan aku,“ kata Wilson sambil memohon. 

Entah kenapa Karin menurut dan tidak berusaha melepaskan diri dari pria itu lagi. Untuk sesaat ia malah membalas pelukan pria itu. 

Rasanya saat ini ia sedang berada di surga. Ia merasa damai dan jiwanya terhanyut dalam buaian pelukan pria asing yang hangat. 

Wilson melembutkan pelukannya dan menatap lembut wajah Karin. 

Karin juga menatap Wilson. 

“Entah kenapa aku merasa sudah gila karena tidak bisa melupakanmu.“

Rupanya Wilson merasakan hal yang sama dengan dirinya! Ini tidak boleh terjadi. Hubungan mereka terlarang! Karin langsung tersadar.

“Kau harus melupakan aku. Aku sudah bersuami,“ ucap Karin dengan lirih.

“Itulah kenapa aku katakan, aku sudah gila.“     

“Jangan …,“ cegah Karin pelan ketika pria itu ingin menciumnya. Tapi begitu bibir pria itu menyentuh bibirnya semua akal sehatnya menguap begitu saja. Karin malah menutup matanya. Dia tidak bisa memungkiri keinginannya sendiri bahwa ia juga menginginkan ciuman itu.

Mereka saling mencicipi mengambil dan menerima. Bibir mereka bergerak dengan lapar. Tangan Karin terangkat merangkul leher pria itu karena merasa lututnya lemas. Air matanya menetes tanpa sadar. “Ini salah,“ ucap Karin menyalahkan diri.

“Yah, ini salah. Tapi aku tidak perduli, Karin. Aku bisa gila kalau tidak menyentuhmu. Ikutlah bersamaku.“

“Tapi …“ Penolakannya luluh bersama tatapan pria asing itu. Entah kenapa Karin merasa tidak bisa menolak keinginan pria itu. Di samping itu juga ia tidak bisa menolak keinginan dirinya sendiri. Dia juga ingin merasakan hal yang sama dengan paman sih brengsek yang telah menghamili adiknya! 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status