PoV Tania...aku memasuki kamarku dengan begitu emosi, ku lempar semua barang di meja rias sembari berteriak kesal! aku merasa sudah dipermainkan oleh kak Bella dan temannya. bisa-bisanya mereka mengabaikanku secara terang-terangan begitu.ku tutup mataku untuk menenangkan nafasku yang begitu memburu. pikiranku kacau mengingat kembali kata-kata yang kak Bella ucapkan sebelumnya.berhenti bersandiwara katanya? apa maksudnya itu? mungkinkah dia sudah tahu tentang perselingkuhanku dengan suaminya?aku menggigit jari sembari menggeleng, "tidak! itu tidak mungkin!"jika kak Bella sudah tahu ia pasti akan langsung mengusir Zico, walaupun hubungan kak Bella dan Zico tidak akur sekarang. tapi tidak ada tanda-tanda perpisahan diantara mereka.ku usap kepalaku kasar, aku merasa sangat gelisah. sebenarnya apa yang kak Bella tahu?aku kembali memejamkan mataku untuk berfikir keras.ah, aku tahu! mungkin saja perkataannya itu hanya perangkap. karena rasa cemburu kak Bella akan kedekatanku dengan
PoV Arbella...Karena pertemuan yang panjang dengan klien, aku jadi pulang lebih larut dari biasanya. Ku harap Rachel tidak kesepian menungguku.Aku memasuki rumah dengan perasaan sedikit lelah, ku miringkan kepalaku sembari memegang leher."kakak sudah pulang?" sapa Tania. Ku lirik ia sebentar, ia tengah duduk di sofa dengan satu kaki diatas meja.Tanpa menghiraukannya aku melanjutkan langkahku. "kakak tunggu, tolong panggilkan dokter untukku!" serunya membuat langkahku terhenti.Aku menoleh dan menyerit, "dokter?" tanyaku yang disusul anggukan Tania."lihatlah kak. Kakiku memar, rasanya sangat sakit. Ini semua karena teman kakak itu, sepertinya ia membenciku," lirihnya sedih."maksudmu Rachel?""ntah siapa nama wanita arogan itu, dia benar-benar tidak waras kak. Dia membuatku jatuh dari tangga! kakak harus segera mengusirnya!" ucap Tania menggebu-gebu.Aku menarik sudut bibir menanggapinya, "mungkin itu hanya terkilir, tidak perlu memanggil dokter suruh saja pelayan mengompres kakim
sesampainya di Restoran Rich Secret, Tania buru-buru turun dari mobil dengan mata berbinar, bibirnya menyunggingkan senyuman yang begitu lebar. ia lalu membuka tas brandednya dan mengambil cermin untuk memeriksa makeupnya."cih, lihatlah dia. agresif sekali," bisik Rachel di telingaku, aku hanya tersenyum sembari menggeleng pelan.selanjutnya aku dan Rachel turut keluar dari mobil dan langsung disambut pelayan restoran. pelayan itu dengan sopan berkata akan menunjukan kami jalan atas perintah Edward."Selamat datang Nona-Nona, lewat sini," ucap pelayan itu mempersilahkan kami. Aku melirik Tania yang masih sibuk dengan cerminnya. "tinggalkan saja dia," bisik Rachel, aku mengangguk setuju.aku dan Rachel pun bersamaan memasuki ruangan itu, pintu mewah itu terbuka. sosok Pria tinggi menggunakan jas berdiri disana."Sudah lama menunggu?" tanyaku setelah memasuki ruangan. Edward menoleh, matanya melebar menatapku.aku tersenyum memanggilnya, namun ia masih diam seakan tidak mendengar."kaka
"apa kak Edward bercanda atau mungkinkah aku salah dengar?" tanya Tania tak yakin."Kau tidak salah dengar dan aku juga tidak bercanda, aku menolak perjodohan ini Nona Tania. Aku sangat tidak tertarik padamu," jelas Edward dengan tenang.raut wajah Tania seakan kacau, "Ba-bagaimana bisa kau menolakku? Apa yang kurang dariku? d-dan bukankah ayahmu yang duluan menawarkan rencana Perjodohan ini. Kau tidak bisa menolaknya begitu saja, ayahmu pasti akan murka!" tekan Tania."jangan bawa-bawa ayahku Tania, ayah sekalipun tidak bisa memaksa Kak Edward," sahut Rachel tegas."aku hanya diam melirik Tania, ia menggertakkan gigi tak terima. "Tania, Edward sudah menolakmu. Berarti rencana perjodohan ini tidak bisa dilanjutkan," ucapku tenang.Tania beridri, ia mengebrak meja dengan marah, "Tidak bisa kakak, kak Edward tidak bisa menolakku dengan mudah begini, apa kurangnya aku? Aku Tania Fellias, putri bungsu Ethan Nugroho Fellias. Aku tidak terima dengan penolakan ini. Kak Edward coba pikirkan la
"Bella kau dari mana saja?" tanya Rachel setelah aku memasuki kamar.Aku tersenyum menjawabnya, "hari ini aku telah menerima sesuatu yang berharga."Rachel menyerit, "Apa kak Edward melamarmu?" tanyanya dengan mata berbinar, aku langsung melemparnya dengan bantal, "Bukan seperti itu," gerutuku.Aku mendekatinya yang tengah duduk di pinggir ranjang. "Kau tau apa ini?" kataku menunjukkan sebuah amplop cokelat.Rachel meraih amplop itu dengan raut bingung, kemudian ia membukanya, wajahnya terkejut seketika. "Ini sungguhan?" serunya dengan mata terbelalak, aku mengangguk mengiyakan.Dengan semangat Rachel berseru senang, "ini adalah kabar bahagia, kita wajib merayakan peresmian kebebasanmu!"Aku menggeleng, "belum waktunya untuk merayakan, ada yang harus ku lakukan dulu," kataku serius.Rachel terdiam, wajahnya menggambarkan kebingungan.Sebenarnya setelah menerima surat percerian itu, aku langsung menghubungi dua orang yang pernah ku hormati dan ku anggap penting. Mereka harus hadir dalam
"Ayah mertuaku sedang ke Singapore bu, maka dari itu Tania dititpkan pada kami," jawab Zico berbohong. pandai sekali dia bersilat lidah."enak banget ya, besan keluar negeri sesuka hati. Ga pernah nawarin kami buat pergi bersama, padahal kami sudah menyerahkan putra kami satu-satunya," cerocosnya tidak jelas.Aku menghela nafas sembari memegang pelipis, benar-benar mantan ibu mertua yang cerewet.Rachel akhirnya turun kembali, ia membawa amplop cokelat ditangannya lalu menyerahkan padaku."Apa itu syang?" Mata Zico melirik amplop cokelat yang ku pegang."Surat penting untuk orangtuamu," jawabku tersenyum.Mata ibu Zico seketika berbinar, "surat penting? mungkinkah itu sertifikat rumah atau tanah yang ingin kau beri untukku, nak menantu?"aku membalas tersenyum dan menggeleng, "ini hal mengejutkan yang lebih dari itu," jawabku membuatnya semakin berbinar.Zico dan Tania melirik heran padaku, ia pasti bingung apa yang tengah ku lakukan.tak lama kemudian, ponselku berbunyi. terdapat pesa
Setelah memastikan kepergian Zico dan kedua orangtuanya, aku merasa lebih lega."Selamat Nona Bella, pria benalu itu sudah resmi keluar dari rumah ini. Jika ibunya mengancam menuntut harta goni-gini, kau bisa memberinya nomorku, aku akan menanganinya untukmu," ucap pengacara Nowela. Ia membereskan foto-foto vulgar itu lalu mengembalikan ke amplopnya.Aku tersenyum menghadapnya, "Terimakasih Nona pengacara, peranmu sangat membantuku hari ini. Aku yakin ibunya itu tidak akan berani menuntut harta apapun."Pengacara Nowela memasukan amplop foto itu kedalam tasnya, "kalau begitu, aku pamit pergi dulu. Aku akan meminta temanku untuk mengunggah berita itu malam ini. Kau tunggulah kabar selanjutnya," ucapnya sebelum pergi.Aku mengangguk dan menyuruh Nina mengantarnya sampai keluar karena aku masih ada urusan dengan satu ular ini."Tania adikku, bukankah sekarang giliranmu?" aku tersenyum ramah sembari menoleh padanya yang tengah berdiri mematung."Hei~ adikku sayang, kemarilah ... Kakakmu in
Setelah memastikan Tania dibawa pergi. Rasa lemas dikakiku tiba-tiba menyerang. Aku terduduk dilantai memperhatikan telapak tanganku yang memerah setelah berulang kali menampar anak itu.Aku menggenggam tanganku sembari menutup mata, tergambar jelas wajah ayah dan mendiang ibuku saat mereka menyuruhku menyayangi Tania sewaktu kecil. Perasaan ini mengangguku, namun aku tidak ingin terlihat lemah. Itu akan membuat Tania semakin menjadi-jadi meremehkanku.Dia sudah menujukkan wajah aslinya, itu artinya ini bukan lagi perang tersembunyi. Jika ingin mengakhiri ini, aku atau dia harus ada yang kalah."Bella ... Kau tak apa?" tanya Rachel mendatangiku, aku tersenyum menoleh padanya. "Aku baik-baik saja."Aku merogoh kantungku dan mengeluarkan botol kecil dari sakuku. "Dia sudah merasakan bagaimana rasanya meminum racun yang ia berikan sendiri. Aku sudah puas melihat ketakukannya saat meminum racun itu," ucapku. Aku menatap datar botol kecil di telapak tanganku.Aku beranjak berdiri kemudian m