Pov Dani"Dan, kamu enggak mau cari kerja apa? Sampai kapan kamu nganggur gini terus, bosan ibu di kasih makan sayur kangkung sama sayur ubi terus sama kamu." tanya ibu Anisa saat aku asik-asiknya main game online. Dulu sebelum aku di pecat kerja, dia selalu menyebutku dengan sebutan 'Nak'. Namun setelah aku tidak bisa menghasilkan uang banyak lagi, dia langsung memanggil namaku seperti tadi."Nanti kalau aku kerja, ibu masukan lelaki ke dalam rumah ini lagi. Aku sudah kehilangan semuanya demi Anisa, jadi aku tak mau ibu menjual Anisa gara-gara aku sudah jatuh miskin." Aku pernah memergoki ada seorang lelaki keluar dari rumah ini ketika aku baru pulang kerja. Ibu dan Anisa bilang dia datang cuma untuk memperbaiki keran di kamar mandi yang rusak. Tapi melihat penampilan lelaki itu begitu rapih, aku sama sekali tak percaya ucapan mereka. Terlebih saat itu aku melihat Anisa dan ibunya mulai belanja gila-gilaan padahal aku tak memberi mereka uang banyak."Kamu ini orangnya curigaan terus
Pov Dani"Dasar wanita mura*an, pamit pergi sekolah tapi ternyata janjian sama lelaki lain!"Mendengar makianku, sepasang kekasih yang tengah kasmaran itu menoleh kearahku. Alangkah terkejutnya mereka berdua setelah melihat ada aku di depan mereka sekarang. Cepat-cepat mereka berdua saling melepaskan tangan mereka yang tadinya bergandengan mesra."Mas Dani, bukannya tadi kamu pamit interview, tapi kenapa malah disini?" tanya Anisa terlihat sangat ketakutan."Jadi ini kelakuan kamu di belakang aku, Anisa? Sumpah demi apapun aku sangat jijik dengan kamu. Jangan-jangan anak dalam kandunganmu itu bukan anak aku melainkan anak lelaki baji*gan ini!"Memaki Anisa lebih ku utamakan daripada menjawab pertanyaan wanita mura*an itu. Biarlah semua orang tahu tentang kehamilan Anisa. Biar wanita itu malu dan menjadi gunjingan banyak orang. Syukur-syukur ada yang memviralkan kejadian ini biar sekalian dia di keluarkan dari sekolahnya.Anisa menoleh kesekitar, betapa malunya dia menjadi pusat perhat
Pov Dani"Mas, akhirnya aku bisa bertemu denganmu juga. Aku tahu kamu tinggal di rumah ibumu tapi aku takut mau nemuin kamu!"Anisa mencoba meraih tanganku tapi segera ku tepis. Wanita yang dulu sangat ku banggakan ini sudah terlihat sangat menjijikan. Kecantikannya benar-benar memudar sejak perutnya mulai membesar."Mau apa kamu cari aku? Kita berdua sudah lama putus!" ucapku setengah berbisik. Biar bagaimanapun juga aku tak mau membuat keributan di sekitar tempat kerjaku."Mas, aku enggak mau putus. Aku sedang hamil anak kamu! Kamu harus bertanggung jawab!"Cuih! Ingin ku ludahi wajah Anisa saat mengucapkan hal itu. Hamil anakku katanya? Berani sekali dia langsung bilang kalau anak dalam kandungannya itu anakku padahal bukan hanya denganku wanita itu melakukan hubungan int*m."Pada kemana laki-laki yang ikut menikmati tubuhmu? Setelah kamu hamil kamu cuma minta tanggung jawabku!" cibirku."Mas memang aku sempat melakukan hubungan intim dengan pria lain, tapi aku yakin ini anak kamu.
Pov Dani"Om Dokter tolong Elsa, Om. Elsa enggak mau di bawa Papah!"Sekali lagi Elsa mencoba memberontak, namun sayangnya aku tak mau melepaskan anak yang sudah lama ku cari ini."Pak, kasihan Elsa ketakutan gitu. Tolong lepasin Elsa!" mohon Dokter Eric, dia terlihat tak tega melihat Elsa menangis dan menjerit meminta tolong padanya."Diem kamu, kamu cuma orang luar. Jangan ikut campur urusan keluarga saya. Saya lebih berhak ambil Elsa daripada kamu!" bentakku pada dokter itu. Aku tak peduli kini kami sedang menjadi tontonan banyak orang.Segera ku ambil dompetku kemudian meninggalkan beberapa lembar uang berwarna merah di atas meja. Setelah itu baru ku bawa Elsa ke dalam mobil. Aku sama sekali tak pedulikan teriakan dan tangisan Elsa. Karena ini satu-satunya cara untuk memancing kedatangan istriku Ola.Mobilku telah sampai di depan rumah ibu. Sampai sekarang Elsa masih belum mau berhenti menangis. Telingaku sampai sakit karena dia terus memnaggil-manggil nama ibunya.Mendengar suar
POV OLA"Ola, bilang pada teman kamu, jangan kurangajar sama Dani. Biar bagaimana pun juga Dani masih suami kamu. Dia berhak melarang kamu tinggal atau pergi dari rumah sini!"Ini bentakan pertama dari ibu mertuaku. Sebelumnya dia tidak pernah berkata keras apalagi kasar terhadapku."Dok, cukup!" aku menghentikan Dokter Eric ketika dia hendak mendaratkan satu bogeman lagi pada Mas Dani.Aku tidak membenarkan apa yang di lakukan Dokter Eric pada Mas Dani. Tapi aku juga tidak bisa menyalahkan tindakan refleknya. Dia sudah tahu semua masalah rumah tanggaku karena saat aku membawa kabur Elsa dulu aku mengungkapkan alasan kenapa aku ingin membawa Elsa pergi."Bu, lihat menantu kesayangan ibu. Menantu yang ibu bela mati-matian sampai ibu tega mengusirku dari rumahku sendiri waktu itu. Belum juga resmi bercerai tapi dia berani membawa seorang lelaki ke hadapan kita. Ola tidak lebih baik dariku, Bu. Dia munafik!"Aku menghela nafas panjang mendengar tuduhan Mas Dani. Memang salahku telah meli
Pov OlaKesadaranku pelan-pelan pulih, meski kepalaku masih terasa berat. Ku paksa mata ini untuk terbuka.Saat mataku berhasil sepenuh nya terbuka, ku pindai pandangan ke sekeliling sembari mengumpulkan potongan-potongan ingatanku sebelum aku hilang kesadaran.Astaga, apa ini? Kenapa tubuhku terbaring di kamar ini tanpa sehelai bajupun?Brengs*k, apa mungkin ini ulah Mas Dani. Masih tercetak jelas ingatan di kepalaku saat mendengar tawanya sebelum aku tak sadarkan diri."Akhirnya kamu sadar juga, La!" ucap Mas Dani yang baru saja keluar dari kamar mandi."Apa yang sudah kamu lakukan sama aku, Mas?" tanyaku penuh amarah. Lelaki itu menjawab santai seraya mengeringkan rambutnya dengan handuknya."Kamu bukan anak kecil lagi, pasti kamu tahu apa yang sudah aku lakukan sama kamu!""Brengs*k kamu, Mas. Apa kamu pikir dengan menggunakan cara murahan seperti ini bisa membuatku berubah pikiran? Tidak akan!"Mas Dani hanya terkekeh kecil sambil menyisir rambutnya. Setelah itu dia duduk di sebe
Pov Ola"Cukup, Mas. Aku lebih baik menanggung malu daripada melihat Elsa ketakutan seperti ini!"Aku berteriak mengancam Mas Dani sambil merebut Elsa dari gendongan Mas Dani. Melihat Mas Dani kasar pada Elsa membuatku berubah pikiran. Aku tak sudi memberinya kesempatan kedua. Aku siap di permalukan asalkan putriku baik-baik saja."Dok, cepat bawa Elsa ke dalam mobil!" perintahku pada Dokter Eric. Lelaki itu menurut lalu mengambil alih Elsa dariku setelah itu dia segera berlari ke mobilnya.Mas Dani hendak mengejar Dokter Eric namun aku hentikan."Satu langkah saja Mas melangkah, aku tak mau memberimu kesempatan kedua!"Meski terlihat tak terima putrinya di bawa lagi oleh Dokter Eric tapi Mas Dani akhirnya mengurungkan niatnya mengejar mereka."Elsa anakku, La. Aku juga berhak melarangnya dekat dengan lelaki sial*n itu!" Aku menggelengkan kepala mendengar keegoisan lelaki itu. Bukankah sudah ku jelaskan bahwa Dokter Eric hanya majikanku? Tapi entah kenapa dia masih saja membenci Dokt
Pov Dani"Dan, bodoh banget kamu mau nglepasin Ola gitu saja. Kamu enggak takut kehilangan dia lagi?" tanya ibu menyalahkanku."Ibu denger sendiri tadi, Ola sempet ngancam enggak akan ngasih kesempatan kedua kalau aku maksa nahan mereka tinggal." jawabku dengan menampilkan wajah frustasi."Mbak Ola sekarang lebih tegas dari yang dulu, Bu. Susah sekali dia di gertak." sahut Nayla."Benar kata Nayla, untuk itulah kita harus merubah rencana mulai sekarang. Ola enggak bisa di gertak dengan ancaman jadi kita harus gunakan cara lembut!""Ya sudah kalau begitu, yang penting secepatnya kamu bawa mereka kesini lagi. Ibu enggak mau kehilangan mereka berdua lagi!""Iya, Bu. Aku janji. Aku akan ngelakuin cara apapun untuk mendapatkan mereka kembali!"Selesai berbincang, kami pun masuk ke kamar kami masing-masing. Saat mataku hampir terpejam, aku di kejutkan dengan suara notifikasi pesan di ponselku.Setelah membuka pesan tersebut, aku tersenyum lebar sekali karena mendapat alamat rumah Dokter Eri