Share

BAB 4

Author: Moonseii
last update Last Updated: 2022-02-10 13:05:37

05.11

Fokus Aletta tidak bisa lepas dari layar ponselnya. Bahkan ketika cahaya mulai menyelinap masuk melalui sela sela gorden di kamarnya. Gadis itu masih setia menunggu Janu untuk melakukan usaha, sekecil apapun bentuknya.

Sepeninggalnya Janu tadi malam, Aletta sedikit melunak. Ia ingin menghubungi Janu namun rasanya enggan. Entah atas dasar apa hingga ia sengaja menjadi bodoh, untuk terus berharap pada lelaki seperti Janu. Setelah dua kali lelaki itu mengecewakannya. Setelah dua kali lelaki itu berkata bahwa ia tidak bisa menjanjikan apapun pada Aletta.

Iya, bodoh dan juga naif. Hal ini juga bisa saja menjadi alasan mengapa Janu tidak berbuat banyak. Karena lelaki itu tau, Aletta akan selalu menerimanya. Aletta akan rela mempertaruhkan kewarasannya demi Janu walau lelaki itu bertingkah seenaknya. Walau lelaki itu tidak menjanjikan apapun atau bahkan jika lelaki itu lari dari jangkauan Aletta.

Pada akhirnya, Aletta akan tetap kekeuh akan perannya sebagai rumah. Walau dirinya sendiri hampir ambruk di makan rasa sakit. Ia akan tetap berdiri, untuk menjadi tempat Janu kembali.

“Dasar bego,” maki Aletta, pada bayangannya sendiri depan cermin.

Terlalu banyak yang berubah dalam kurun waktu sebulan. Tidak ada lagi Aletta si primadona sekolah yang selalu di puji oleh semua orang. Tidak ada lagi rona di pipinya, dan aura menyenangkan yang selama ini menjadi suatu daya tarik. Tidak ada lagi rambut indah yang selalu di buat bergelombang. Tidak ada lagi tatapan penuh kesenangan, tidak ada lagi Aletta yang seperti itu.

Rasanya, Aletta yang lama itu seperti mati. Terkubur tepat di dalam diri Aletta yang bahkan lubangnya tidak bisa ia tutup. Dan Aletta, tidak bisa melarikan diri. Kini ia hanya bisa berangan angan, merindukan dirinya yang lama. Membuatnya enggan menerima masa kini, yang dari hari keharinya memakan kewarasan Aletta yang tersisa.

Aletta berada di ambang menuju gila. Yang ia butuhkan saat ini hanyalah dukungan dari orang orang yang ia sayang, terutama Janu. Hidup sendiri selama bertahun tahun tidak membuatnya terbiasa dalam kesendirian yang menyesakan. Justru, karena terlalu lama bersandar pada diri sendiri. Aletta benar benar haus akan afeksi. Ia haus akan pelukan yang seharusnya ia terima, selayaknya remaja pada umumnya. Ia juga haus akan pujian, ia juga ingin di marahi, di tuntun karena di usianya. Membuat pilihan adalah hal yang tersulit.

Kadang, menilai seseorang itu lebih mudah daripada menilai diri sendiri. Seperti Aletta menilai kelabilan Janu. Ia lupa akan fakta, bahwa ia dan Janu sama sama remaja. Aletta juga labil. Aletta juga masih sulit menentukan mana hal yang tepat untuk ia pilih sebagai keputusan terbaik.

Kemarin, ia berfikir untuk tidak bergantung pada Janu. Ia berfikir untuk mendesak lelaki itu dengan banyak bukti yang akan ia buat. Namun, malam harinya hingga pagi datang. Pikirannya berubah. Persetan akan pengakuan, persetan akan bayi di perutnya. Ia hanya ingin Janu berada di sisinya. Menemani Aletta, menjalani hari hari penuh tawa seperti sebelumnya.

Menyesal, bukan perasaan yang seharusnya Aletta besar besarkan saat ini. Ia tidak punya cukup waktu untuk terus menangis di kamar dan menunggu Janu datang dengan sendirinya. Perut Aletta akan semakin membesar setiap harinya. Pusing, sering munta, bahkan ngidam, perlahan mulai bermunculan.

Dan Aletta tidak bisa mengatasi itu semua sendiri. Ayahnya juga pasti enggan membantu. Abin mungkin sahabatnya, namun gadis itu harus sekolah. Satu satunya harapan Aletta adalah Janu.

Atau mungkin, Kakak Janu yang selama ini terkadang bertukar pesan dengan Aletta. Javier Yodea Jossepha. Lelaki berbadan tegap, kulit putih susu, juga dua lesung pipi yang menjadi ciri khas. Lelaki yang notabenya adalah kakak semata wayang Janu itu juga, pintar dan mapan. Janu pernah bercerita bahwa Javier tengah sekolah di luar negri dan merintis sebuah perusahaan kecil secara bersamaan.

Kira kira, apa reaksi lelaki itu jika mengetahui kehamilannya?

*****

Janu hampir saja kehilangan detak jantungnya, saat melihat keberadaan seorang lelaki di ruang tamu. Berbeda dengan Janu yang mematung dengan seragam lengkap di tubuhnya, lelaki itu justru merentangkan kedua tangannya lebar lebar. Tak lupa juga senyuman lebar yang menjadi penyebab munculnya dua lesung di kedua pipi lelaki tersebut.

“Hey? lo gak seneng Abang pulang?” tanya lelaki itu, sekali lagi menepuk dadanya. Sebagai isyarat bahwa ia ingin di peluk oleh Janu. Walau dengan gerakan kaku, Janu mengikuti mau lelaki yang tidak lain adalah Javier itu. “Yaampun adik Abang makin berotot aja, rajin nge gym nih?” sindir Javier, diiringi kekehan.

“Abang bukannya pulang tiga hari lagi?” tanya Janu, pelukan keduanya refleks Javier akhiri.

“Kenapa emang? Bukannya lo harusnya seneng Abang pulang lebih cepet?” ulang Javier, menatap Janu curiga.

Mereka berdua itu, bagaikan sesuatu yang orang orang biasa sebut dengan ‘sibling goals’. Mereka jarang bertengkar. Kasih sayang Javier pada Janu begitu besar, sehingga sejak kecil ia selalu mengalah pada adik lelakinya. Kedekatan mereka membuat Javier maupun Janu sangat memahi satu sama lain. Sekecil apapun itu, mereka bisa merasakan ke anehan atau bahkan kebohongan salah satu dari mereka.

Karena itulah, wajah Janu mendadak pucat pasi. Berbohong pada Javier adalah hal yang paling Janu hindari karena sekeras apapun ia berusaha, ia tidak akan pernah berhasil. Buru buru ia mengatur wajahnya untuk terlihat biasa saja, walau tentu saja itu sia sia.

Welcome back, big brother!” kata Janu, dengan senyuman lebar yang di paksakan. “Kita ngobrol nanti aja ya, bang? Janu udah telat.” lanjut Janu, menepuk bahu Javier lalu hendak berlalu berlalu pergi.

Namun belum sempat Janu melangkah, Javier menarik tangan lelaki itu. “Sebentar,” sela Javier, terdengar curiga.

Janu menelan salivanya susah payah. Baru setelahnya ia berbalik. “Kenapa, bang?” balas Janu.

“Lo lagi ada masalah?” tanya Javier, tepat sasaran. Lelaki itu menangkap jelas perubahaan Janu yang mendatar walau hanya seperkian detik.

“Bang, Janu udah telat,” dalih Janu, yang justru membuat rasa curiga Javier semakin besar.

“Lo tau bohong ke gue itu suatu hal yang sia sia?” peringat Javier. Kali ini, senyum terpaksa Janu sukses di buat luntur. Lelaki dengan rahang tegas itu, berubah sendu. “Berat?” tanya Javier, karena Janu tak kunjung membuka suara.

Namun tanpa di duga, Janu justru menghentakan tangan Javier yang berada di bahunya. Lelaki itu lalu berlari ke keluar secepat mungkin. Meninggalkan Javier yang berusaha berfikir masalah masalah yang besar kemungkinannya sedang Janu hadapi. Walaupun pertanyaanya tidak Janu jawab, Javier yakin kalau masalahnya sangat berat.

Tak lama dari itu, lamunan Javier di buyarkan oleh getaran dari ponsel di saku celananya. Yang lalu ia ambil, menampilkan pesan dari seseorang yang sukses membuat dahinya menyerit.

Aletta Janu gf : Hi, Kak sorry ganggu. Kata Janu, Kak Javier pulang ke indo ya? Kalau aku minta ketemu, Kakak berserdia?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Adiknya pacarku, Abangnya suamiku   BAB 49

    Javier mungkin seharusnya mengirim pesan terlebih dahulu pada Aletta sebelum mendatangi rumahnya. Dengan begitu, dia tak akan terjebak dalam keadaan canggung saat menemukan Aletta sedang menonton film dengan Hanan, Fatan, Abin sedangkan dirinya membawa sebucket mawar mereah. Dengan cengiran yang di paksakan, Javier melangkah masuk ke dalam karena Abin mempersilahkannya. Wajah sang pemilik rumah tampak tak setuju dengan itu, namun tetap membiarkan Javier hingga mereka duduk di sofa yang sama. Di sebrang keduanya, Fatan dan Hanan tak bisa melepaskan perhatian mereka dari bucket yang Javier pegang. Entah apa yang mereka sedang pikirkan yang jelas itu bukan sesuatu yang baik. Mengabaikan itu, Javier menoleh ke arah Aletta yang mengabaikannya dengan sengaja. “Ta, saya beli ini buat kamu.” Javier mengulurkan bucket tersebut pada Aletta.Untuk beberapa saat, Aletta memandang Javier dengan bunganya secara bergantian. Mulutnya sibuk mengunyah popcorn dengan sorot

  • Adiknya pacarku, Abangnya suamiku   BAB 48

    Javier mengambil mengambil nafas dalam-dalam, sebelum tangannya mendorong pintu yang sedari tadi dia pegang. Ada sedikit perasaan kesal terhadap Jordy, yang belum pergi dari hatinya. Adapun begitu, Javier tetap harus profesional. Pertengkaran seperti ini merupakan resiko yang harus dia terima karena bekerja dengan seseorang yang sudah begitu mengenalnya. Cekcok, bukan sesuatu yang harus dianggap baru. Terlebih masalah kemarin memang didasari dengan kesalahannya sendiri. Pemandangan Jordy yang tengah membaca kertas di kursi kerjanya, menyambut kedatangan Javier. Lelaki itu sama sekali tidak menunjukan ekspresi apapun, selain lirikan mata tak minat. Mungkin, Jordy juga masih tenggelam dari kekecewaanya mengenai gagalnya proyek mereka. Hilangnya investor besar, akan mengharuskan mereka memutar kembali otak untuk merombak segala susunan rencana. Pun, tak lupa dengan harapan besar yang mereka sudah taruh. Javier sadar betul, mereka tidak bisa bekerja jika em

  • Adiknya pacarku, Abangnya suamiku   BAB 47

    Pagi harinya, Aletta tidak menemukan Javier di manapun. Lelaki itu menepati ucapannya, yang justru membuat Aletta merasa sedih. Dia tak bisa berbohong, kalau ada sedikit di bagian hatinya yang berharap Javier berusaha sedikit lagi. Walaupun jawabannya akan tetap sama, Aletta ingin egonya sedikit dipenuhi. Masih dengan wajah bantalnya, Aletta mendekati sofa dimana Javier tertidur semalam. Disana, selimut yang Aletta berikan sudah terlipat rapih di atas bantal. Aletta juga tidak melihat gelas berisikan teh hangat yang tadi malam ia hidangkan. Javier pasti telah mencucinya sebelum lelaki itu pergi. Bertanggung jawab, memang akan selalu menjadi sifat khas lelaki yang masih berstatus suaminya tersebut. Dengan satu tarikan nafas panjang, Aletta kini menyimpulkan bahwa mereka telah selesai. Tidak akan ada lagi kejadian manis yang memang tak seharusnya terjadi diantara mereka. Entah dalam bentuk perhatian kecil atau sekedar Javier yang menemanin

  • Adiknya pacarku, Abangnya suamiku   BAB 46

    Untuk kedua kalinya, Aletta dikejutkan oleh pemandangan Javier yang mabuk berat. Kali ini, lelaki itu datang ke rumahnya dengan taxi. Lelaki itu berjongkok, menyembunyikan wajahnya di kedua tangan yang ia lipat di atas kaki. Sembari itu, Aletta membayar taxi terlebih dahulu. Baru setelahnya, Aletta ikut terduduk di samping Javier. Dia bingung. Tidak seperti saat itu, Aletta tidak mau membawa Javier masuk kali ini. Ini bukan rumah Javier, tak seharusnya Aletta membawa masuk orang asing terlebih banyak bayangan Janu di dalamnya. Aletta hanya akan merasa seperti ia sedang berselingkuh, di saat ayah dari bayinya entah dimana. Sudah sepuluh menit berlalu, belum juga ada pergerakan apapun dari posisi Javier. Hanya sesekali, tubuh Javier bergetar karena dinginnya angin malam yang menerpa tubuhnya. Lelaki itu hanya dibaluti kemeja tipis. Jasnya ia pegang hingga bagian bawahnya terkena tanah. Rambut Javier berantakan, seakan sesuatu telah menimpanya. Entah itu p

  • Adiknya pacarku, Abangnya suamiku   BAB 45

    Terhitung, sudah tiga hari sejak hari dimana Javier pergi begitu saja setelah mendengar permohonan Aletta. Lelaki itu tidak berbalilk, ketika Aletta meminta jawabannya. Aletta hendak mengejar, namun rasa sakit di perutnya menghentikan gadis itu.Javier tidak menghubungi Aletta dan Aletta tak peduli akan itu. Hari kemarin, membuat Aletta berfikir bahwa memang dirinya ditakdirkan untuk sendiri. Mungkin, memang ini jalan yang terbaik untuk Aletta juga Javier. Demi membatasi perasaan mereka, agar Aletta bisa tetap menunggu Janu tanpa merasa bersalah karena merasakan sesuatu yang janggal tanpa disengaja. Kini, dengan sang jabang bayi Aletta dengan santai menikmati sarapannya seperti biasa. Dengan tontotan pagi kesukaannya, juga sebuah buku kecil berisikan beberapa tulisan asal. Disana, Aletta menuliskan beberapa kemungkinan pekerjaan yang bisa ia kerjakan. Hal itu Aletta dapatkan dengan bantuan Abin, Fatan, juga Hanan dengan banyak pertimbangan. Tabungan Ale

  • Adiknya pacarku, Abangnya suamiku   BAB 44

    Me : Maaf malam ini saya tidak akan pulang [ read] Javier mnyeritkan alis, saat menyadari pesannya tidak Aletta balas. Masih dengan posisi tertidur di sofa, dengan kesadaran yang belum terkumpul sepenuhnya. Kemarin, Javier pergi ke rumah Felly untuk berbincang. Tidak hanya dirinya, ia juga mengajak Jordy. Felly yang mengundang Javier. Gadis itu ingin menunjukan pada Javier bahwa bukan tidak mungkin untuk mereka berteman. Even, setelah empat tahun mereka dan juga apa yang Javier perbuat. Justru menurut Felly, akan disayangkan rasanya jika mereka saling menjauh hanya karena kata putus. Hubungan mereka lebih dari itu. Masih banyak hal yang bisa jadi alasan mereka bertemu atau berbincang selain asmara. Mereka bertiga berbincang banyak. Walaupun Jordy tampak asing dan banyak diam, karena merasa tak nyaman dengan suasana yang menariknya ke masa lalu itu. Bagi lelaki itu, melihat Felly dan Javier berbincang selayknya teman adalah sesuatu yang t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status