Share

Cihna

Author: Be Maryam
last update Last Updated: 2021-06-09 19:58:36

“Sam, bagaimana keadaanmu saat ini?” tanya Baswara melalui gawainya.

Bukannya menjawab, Sam malah tertawa terbahak hingga sulit berhenti. Sedangkan Baswara hanya diam, tidak seperti biasa akan kembali meledek Sam.

“Kau sudah menanyakan ini sejam yang lalu, Bas. Apakah kau begitu gerogi untuk bertemu dengan Kana?” tanya Sam dengan begitu yakin.

“Andai kau bisa keluar dari rumah sakit dan menemaniku di sini, Sam,” ungkap Baswara dengan nada yang bergetar.

“Hahahaha, Baswara Sanjaya. Aku tidak menyangka, dibalik kesempurnaan yang kau miliki. Ada kekurangan yang begitu mempermalukan, terlebih mengingat status playboy-mu di masa lalu.”

Wajah Baswara memerah bukan karena marah, melainkan malu akan kejujuran Sam yang begitu mengenal baik dirinya.

“Aku harus kembali, sepertinya Kana sudah tiba. Aku harap semua berjalan lancar,” ucap Baswara sebelum memutus panggilannya.

Gemuruh menghiasi hati Baswara, napas yang mendadak sesak diikuti irama jantung yang berdegum tidak karuan semakin membuat Baswara salah tingkah. Langkahnya terlihat sempoyongan seperti orang mabuk. Meskipun begitu, ia berusaha menenangkan diri dengan cara mengeluarkan napas dari mulutnya secara berulang kali.

Langkah Baswara terhenti pada salah satu meja, duduk bersandar menunggu kedatangan Kana. Matanya terpana akan sebuah bunga melati putih yang tersusun di tengah meja. Bunga itu asli dan masih mengeluarkan aroma. Tatapan kosong mengarah bunga melati membawa Baswara akan kejadian yang terjadi tadi malam.

“Krak!”

Pintu terbuka, ternyata Alea mengikuti mereka dan menggagalkan rencana Jane. Sambil berdiri di depan pintu, Alea menatap dengan rasa tidak senang akan sikap Jane saat ini. Dengan segera Jane turun dari atas meja dan merapikan pakaiannya, lalu melangkah keluar ruangan setelah menabrak kuat lengan Alea.

“Hampir saja, aku tidak tahu apa jadinya jika Alea tidak membuka pintu,” gumam Baswara dengan tatapan penuh syukur.

“Ayo! Aku antarkan kamu ke apartemen,” ucap Baswara dengan nada tegas, semua ini ia lakukan untuk menutupi rasa tegang yang ada dalam dirinya.

Baswara tersenyum, ia tidak menyangka Jane berani melakukan hal itu kepadanya. Terlebih Baswara tahu, kalau Jane merupakan anak pengusaha ternama dan memiliki tingkat pendidikan yang tinggi.

“Sebegitu buruknya wanita pebisnis, aku tidak menyangka ia merendahkan dirinya sendiri demi sebuah ambisi.”

Kedatangan seorang wanita yang kini duduk tepat di depannya, membuyarkan lamunan Baswara. Dengan segera ia memperbaiki duduknya dan menatap kaku ke arah wanita yang selama ini ia cari.

“Hai, Bas. Apa kabar?” tanya Kana dengan dahi mengernyit. Ia terlihat bingung akan sikap Baswara yang terlihat kaku menatapnya.

“Ya, seperti yang kau lihat saat ini. Apakah undangan makan siangku mengganggumu?” tanya Baswara sambil berusaha menenangkan jantungnya yang berasa ingin copot.

“Tidak, Bas. Sama sekali tidak. Aku hanya tidak menyangka seseorang yang mengundangku itu, kamu.”

Baswara tersenyum, namun kali ini terlalu mengembang. Sepertinya ia begitu senang hingga tidak lagi bisa menjaga sikapnya. Meskipun begitu, ia berusaha menyembunyikan ketegangannya. Menggenggam erat kain meja bagian bawah, berharap bisa menutupi tangannya yang gemetar.

“Bagaimana bisa kau mengetahui tempat tinggalku, Bas?” tanya Kana dengan suara lembutnya. Meskipun lembut, namun pertanyaan ini membuat Baswara menjadi semakin gugup. Ia tidak ingin terlihat sebagai pengintai, namun juga ia tidak mungkin mengakui kalau ia mencari Kana selama ini.

“Aku melihatmu, yah, di sebuah taman. Lalu aku menemukan alamat rumahmu dari salah satu pelayan. Awalnya aku mengira itu tidak bebar-benar kau, Kana. Hingga saat ini kita bertemu,” ucapan Baswara terhenti. Ia sepertinya tidak tahu mau mengatakan apa lagi. “Sialan! Bisa tidak kau bersikap tenang, Bas? Jangan mempermalukan dirimu sendiri,” gumam Baswara yang kini semakin erat menggenggam kain pelapis meja.

“Benarkah? Aku tidak menyangka seorang Baswara menyukai taman bunga,” ledek Kana sambil menunjukkan senyum manis yang selalu dirindukan Baswara.

“Sialan! Senyuman itu lagi. Bagaimana jika aku ingin terus melihatnya? Jika begini terus, ingin rasanya aku menikahimu malam ini juga.”

“Bas, ada apa? Mengapa kau terdiam? Apakah ucapanku menyakitimu?” tanya Kana sembari menggerak-gerakkan tangannya di hadapan Baswara.

“Ah, tidak. Aku hanya merasa senang bisa kembali bertemu denganmu.”

“Oh ya, bagaimana kabar Samudera?” tanya Kana dengan wajah penasaran.

Baswara terdiam, entah mengapa ia merasa nyeri pada ulu hati mendengar pertanyaan ini. Rasa tidak senang terlihat jelas dari perubahan mimik wajah yang mendadak kaku.

“Dia bekerja denganku saat ini.”

“Ya, aku mendengar kabar yang sama. Itulah mengapa aku menanyakannya padamu. Terlebih kalian begitu dekat dulunya,” ungkap Kana yang kini kembali menunjukkan senyumannya.

“Hentikan Kana, hentikan senyuman itu. Aku tidak bisa mengontrol diri setiap kali melihat senyuman manis itu terkembang,” bisik Baswara dalam hati.

“Apa kegiatanmu saat ini, Bas?”

“Aku? Oh, menjadi karyawan di perusahaan ayahku. Terdengar tidak buruk bukan?” tanya Baswara kembali, namun kali ini dengan senyuman penuh percaya diri. “Kamu tidak boleh tahu apa yang aku miliki saat ini Kana, karena aku ingin kamu menyukai diriku bukan harta dan tahtaku,” bisik Baswara kembali.

“Yah, apapun itu pekerjaan yang kita jalani. Selama kau menikmatinya dan menjalani dengan senang hati, maka tidak akan ada beban selama melewatinya. Sedangkan untuk perkara nominal, semua itu kembali ke gaya hidup kita,” jelas Kana dengan penuh percaya diri. Namun, seketika ia tersadar kala melihat tatapan takjub Baswara ke arahnya.

“Maafkan aku, Baswara. Aku tidak bermaksud menasehatimu,” jelas Kana dengan wajah malu.

“Tidak, semua yang kau katakan itu benar. Sepertinya aku harus belajar banyak darimu. Dari dulu hingga kini, kau masih menjadi Kanaku yang cerdas,” ucap Baswara yang kemudian tersadar akan perkataannya, lalu tertunduk malu menyembunyikan wajahnya. Begitu pula Kana yang merasa mendengar jelas Baswara memanggilnya dengan Kanaku, namun ia segera meyakinkan diri bahwa ia telah salah mendengar.

Percakapan yang begitu menyenangkan, dilengkapi dengan menu makanan yang berhasil memuaskan lidah. Tanpa terasa waktu berjalan begitu cepat, sudah dua jam berlalu, namun Baswara masih saja enggan untuk mengakhiri pertemuan ini. Hingga dering gawai Kana berbunyi.

“Ya, aku masih berada di kafe. Baiklah, terima kasih,” ucap Kana melalui gawainya.

Kana dan Baswara saling menatap. Terlihat jelas kalau Baswara begitu penasaran akan sosok yang menghubungi Kana, namun ia begitu enggan mempertanyakannya. Begitu pula dengan Kana yang terlihat peka dan menyadari hal itu. Namun, ia juga tidak percaya diri untuk memberitahukan begitu saja.

“Apakah kau sudah harus pulang?” tanya Baswara menghilangkan keheningan.

“Sepertinya begitu, mungkin kita bisa kembali mengatur pertemuan.”

“Aku bisa mengantarkanmu pulang, Kana,” tawar Baswara dengan nada penuh harap.

“Terima kasih, Bas. Akan ada yang menjemputku.”

Beberapa saat terdengar suara langkah kaki mendekati keduanya. Ternyata itu si bocah kecil-Soga dan seorang pria yang ditemui Baswara di kafe tempo hari.

“Bunda ..,” ucap Soga yang kemudian segera memeluk tubuh Kana. Namun, ia terlihat kaget melihat Baswara yang juga berada di sana.

“Apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya dengan wajah tidak senang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Adoration   Hadiah Terindah

    Kana dan Soga dibawa ke sebuah tempat di kota kecil. Mereka melakukan perjalanan delapan jam lamanya. Menelusuri jalan sempit dengan banyak pohon tinggi di sekitaran. Jalanan yang menanjak dan udara yang sejuk seperti menuju puncak.“Bas, kita mau ke mana?” tanya Nesa yang merasa bingung akan jalan yang tengah mereka tuju.“Ke rumah kita,” sahut Baswara dengan senyuman.“Rumah kita? Maksudnya kamu beli rumah baru untuk kita?” tanya Kana yang merasa tak mengerti akan maksud ucapan Baswara.“Daddy ingin beri kejutan loh, Bun. Iya kan Dad?” sahut Soga yang kini mulai menikmati perjalanan. Bibirnya terus tersenyum. Sesekali ia membuka kaca jendela dan membiarkan angin menyapu lembut rambut merahnya.“Soga apa kamu siap?” tanya Baswara.“Oke, Dad.”Mobil pun berhenti di te

  • Adoration   Keluarga Baru

    Baswara tak sadarkan diri. Ia pun kini terbaring lemas di atas ranjang. Tertidur dengan wajah memucat dan pipi memerah. Bingung, Kana meminta dokter pribadi keluarga Soga untuk datang memeriksakan Baswara.“Semuanya baik-baik saja. Tidak ada masalah yang berarti. Suhu tubuhnya pun normal, begitu pula dengan tekanan darahnya. Saya rasa Tuan Baswara hanya sedang kejang otot saat berenang. Yang kemungkinan karena tidak melakukan pemanasan sebelumnya,” jelas Dokter yang kemudian memberikan obat lalu permisi pulang.“Dad, rencana kita berhasil,” bisik Soga yang sedari tadi berdiri di samping Baswara. Sedangkan kana keluar kamar untuk mengantarkan dokter pulang.Baswara mengedipkan matanya. Lalu keduanya kembali berakting saat Kana memasuki kamar.“Soga ambilkan air hangat ya untuk Bunda,” ucap Soga yang dengan sengaja meninggalkan Baswara dan Kana berdua. Tak lupa ia me

  • Adoration   Tragedi di Kolam Renang

    Hari-hari dilalui dengan senyuman dan kebahagiaan. Kana tak menyangka kehdarian Baswara di rumah mereka mberhasil menyempurnakan hidup mereka. Pagi ini Kana telat bangun, betapa kagetnya ia saat melihat ke arah jam dinding.“Telat!” gumam Kana yang segera melompat dari tempat tidur. Ia merasa bingung sendiri harus ngapain. Terlebih Baswara sudah tak lagi ada di atas ranjang.“Tenang, tenangkan dirimu Kana. Basuh wajah dan ke dapur. Oke!” ucapnya yang kemudian lari ke kamar mandi.Kini Kana terduduk di depan cermin. Matanya terlihat sendu menatap wajahnya. Berulang kali jemarinya menyentuh bagian pipi dan mata.“Pucat banget yah, sembab gitu matanya. Apa aku pakai make up aja? Tapi aku enggak biasa pakai begituan. Aku ... ah, udah ah. Begini aja,” gumam Kana yang kemudian pergi meninggalkan kamar.Kakinya melangkah membawa menuju dapur, te

  • Adoration   Perjuangan Meraih Restu

    “Pagi sayang,” sapa Baswara yang kini tersenyum menatap wajah Kana.“Udah jam berapa?” tanya Kana yang seketika kaget melihat Baswara sudah mengenakan kemeja rapi.“Kamu bobok aja. Aku harus melakukan panggilan video ke klien. Jadi aku harus mengenakan kemeja yang rapi kan?” ucap Baswara.Kana hanya bisa tersenyum geli melihat keadaan Baswara saat ini. Mengenakan kemeja dengan celana olahraga di bawahnya. Kana hanya bisa menggeleng kepala melihat tingkah Baswara.“Jam empat?” gumam Kana yang tak menyangka bahwa ini masih pagi buta.“Yah, maaf kalau ganggu tidur kamu,” ucap Baswara yang kini kembali membuka kemejanya. Ia pun menaiki ranjang dan kembali berbaring. Tangannya memeluk manja tubuh Kana dengan kepala yang bersanda menyentuh lengan Kana.“Aku masih ingin tidur,” sambungnya setela

  • Adoration   Budak Cinta

    Tiada hari tanpa kemesraan dan kini Kana mulai terbiasa dengan hal ini. Tak hanya melakukannya di kamar, bahkan kini mereka berani melakukannya di banyak tempat. Seperti yang terjadi saat ini.Kana yang tengah asik duduk di taman pun dikejutkan akan kedatangan Baswara. Ia hadir membawa nampan berisi buah dan segelas jus jeruk. Bak pelayan yang sedang melayani putri raja, Baswara merundukkan badan untuk menyerahkan nampan.Seakan memainkan peran, Kana pun dengan angkuhnya berucap, “Sulangi saya!”Baswara pun tersenyum. Ia meletakkan nampan dan duduk di samping Kana. Tangan kanannnya siap hendak menyulangkan. Namun, bukannya mengangakan mulut. Kana justru kembali berlakon. Ia menunjuk ke arah lantai seraya berkata, “Enggak ada pelayan yang duduk sebangku dengan tuan putri!”“Ba, baik, Tuan putri,” ucap Baswara yang kini bangkit dan bersiap hendak berdiri dengan kedua

  • Adoration   Perjuangan Baswara

    Kana masih tidak menyangka ia telah menikah dengan Baswara. Hampir setiap malam ia tidak merasa tenang. Tidur dengan Baswara masih terasa asing untuk dirinya. Ia berulang kali menatap diri di cermin dengan jutaan perasaan yang bercampur aduk.“Kok aku jadi begini? Kenapa enggak bisa bersikap biasa aja?” gumamnya yang terus merasa ada sesuatu yang kurang dari wajahnya.Kembali teringat akan pembicaraan mereka di malam pertama. Saat itu Kana terlihat tak siap untuk tidur bersama Baswara. Sikapnya yang menjaga jarak dengan pria membuat ia bingung sendiri. Namun, ia sangat bersyukur karena Baswara sangat mengerti dirinya.“Kamu malu?” tanya Baswara sembari menatap genit Kana.“Ah, kamu udah makan?” tanya Kana mengalihkan pembicaraan.“Aku belum selera. Tapi aku mau makan yang ada di sini,” ledek Baswara. Ia semakin senang menggoda Kana

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status