Baswara dengan wajah kesal memasuki ruangannya, begitu pula Sam yang mengikuti di belakang. Terlalu banyak pertanyaan yang ingin ia lontarkan, aksi nekad wanita tadi cukup mengganggu dan Sam tak ingin kejadian yang sama kembali terulang.
Baswara memilih berdiri sambil menatap dinding kaca, suasana kota yang ramai selalu menjadi andalannya. Namun, tidak dengan Sam yang memilih duduk sambil terus memandangi punggung pemimpinnya. Rasa penasaran terus mendorong dirinya untuk segera menemukan jawabannya. Namun, keadaan emosional Baswara yang sedang tak stabil membuat Sam menahan niatannya.
“Aku tahu ada yang ingin kau tanyakan,” ucap Baswara sembari membelakangi Sam.
“Ya, mengapa kau berada di depan ruanganku? Apakah kau menunggu?” tanya Sam yang berkilah dari apa yang sebenarnya ingin ia ketahui.
“Aku hanya menginginkan salinan data laporan,” ucap Baswara dengan napas yang memburu. Sepertinya ia sedang menahan amarah.
<Setelah satu jam pingsan, akhirnya Baswara siuman. Ia tersadar dengan Kana duduk di sebelahnya.“Bas, jangan memaksakan diri jika kamu masih merasa pusing,” ucap Kana yang dengan lembut menyentuh tangan Baswara.“Sam, bagaimana keadaan Sam, Kana?” tanya Baswara sambil menunjukkan wajah kacaunya.“Dia sudah sadar dan sedang beristirahat. Aku sudah memastikan keadaannya baik-baik saja. Bagaimana keadaan kamu Bas? Mengapa kau bisa sampai terjatuh di lorong rumah sakit?” tanya Kana dengan tatapan hawatir.“Entahlah! Belakangan ini aku sulit mengontrol emosi, bahkan aku sering merasakan sakit di kepala bagian belakang,” jelas Baswara dengan tatapan lelah.“Apa karena kamu terlalu memaksakan diri? Sebaiknya kamu tidak mengulanginya lagi, Bas. Itu tidak baik. Ada baiknya kamu mengambil beberapa hari untuk beristirahat atau liburan.”Baswara tersenyum, dengan tatapan penuh ide ia berkata, &
Baswara mendekati tubuh Sam yang masih terbaring di atas ranjang. Kedua tangannya kini telah berada tepat di leher Sam, mengapit erat seakan hendak mencekik Sam. Membuat dahi Sam mengernyit dan segera membuka matanya.“Kau gila, Bas?” tanya Sam dengan nada sedikit berteriak. Dadanya sesak dengan tatapan takut.Bukannya marah atau takut, Baswara malah tertawa terbahak-bahak melihat reaksi berlebihan yang diperlihatkan sahabatnya-Sam. Sepertinya ia begitu puas melihat wajah takut Sam.“Apa kau takut aku benar-benar melakukannya?” tanya Baswara tanpa rasa bersalah.“Sialan! Bercandamu terlalu mainstream, Bas!” ucap Sam kesal yang kini mencoba mengontrol kembali napasnya.“Jangankan membunuhmu, Sam. Bahkan jika kau terluka atau tersakiti, justru aku yang akan lebih dulu maju untuk melindungimu, Sam. Kau bukan sekedar bawahan ataupun sahabat. Kau lebih dari itu,” ucap Baswara kali ini menunjukkan wajah kes
Ketukan pintu menyadarkan Baswara dari lamunan. Ternyata sekretaris Sam datang menemuinya.“Maaf, Tuan. Tuan Sanjaya menitipkan pesan,” ucapnya yang kemudian menyerahkan sebuah amplop coklat.Masih dengan wajah tenang, Baswara mulai membuka amplop yang tertutup dengan rapat. Sebuah jadwal keberangkatan, beserta tiket pergi dan semua tujuan yang harus Baswara kunjungi terdapat di sana.“Sialan!” ujar Baswara dengan kepalan menghantam kuat ke atas meja. “Andai saja, Sam tidak dirawat. Aku pasti memintanya menggantikanku, setidaknya menemaniku di sana,” ungkapnya sembari menghempaskan tubuh pada sandaran kursi.Tertera jelas jam keberangkatan Baswara yang tidak lain esok siang tepat pukul sebelas. Terang saja ini membuat emosi Baswara kembali tidak terkontrol. Ia benar-benar tidak siap untuk berangkat, terlebih ia tahu akan bersama siapa kelak saat berada di sana.“Jean, dia lagi! Haruskah aku berangkat?&rdquo
“Bas, maafkan aku. Apa aku mengganggumu?” tanya kana yang seakan tersadar akan sikapnya. Ia merasa begitu malu ketika melihat angka yang ditunjukkan jarum jam. “Ya ampun, apa yang kau lakukan Kana? Mengapa kau begitu nekad menghubungi Baswara di jam segini? Mengapa kau begitu yakin kalau itu Baswara?” gumamnya sambil menunjukkan ekspresi kalut dan begitu kacau.“Ah, tidak. Apakah aku boleh menemuimu?” tanya Baswara dengan jantung yang berdetak begitu cepat, hingga memaksa dirinya menekan kuat bagian dada untuk menenangkan diri.“Bertemu? Maksud kamu besok?”“Tidak, Kana. Sekarang, yah sekarang ini. Aku sudah berada di depan rumahmu.”Mendadak kedua mata Kana terbelalak, jantungnya seakan berhenti beberapa detik yang kemudian ia kembali berusaha untuk bernapas normal.“Mobil merah yang ada di depan rumahku?”“Ya.”“Sudah berapa lama kamu di sana?&
Kana terlihat cantik dengan gaun merah marunnya. Ia tersenyum manis di depan cermin. Sepertinya ia bersiap-siap hendak menemui Baswara di airport. Waktu menunjukkan pukul sembilan. Ia merasa lebih baik datang diawal untuk memberikan kejutan pada Baswara. Namun, sesaat kemudian gawai Kana berdering, ternyata itu panggilan dari guru private Soga yang hendak mengabarkan kalau Soga akan pulang lebih awal.Sontak saja hal ini membuat Kana menjadi bimbang. Jika ia nekad menemui Baswara di airport maka sudah pasti ia tidak akan sempat menjemput Soga. Sedangkan dirinya sendiri begitu ingin menyaksikan Baswara berangkat dengan pesawatnya.“Huh! Mengapa aku jadi seperti ini? Mengapa aku sampai merasa kecewa begini enggak bisa menghantar Baswara,” gumamnya dengan raut wajah penuh kekesalan.Dering kembali berbunyi, kali ini Arya yang menghubunginya.“Kana, Soga akan pulang pukul berapa hari ini? Saat ini aku berada di kafe yang tak jauh dari sekola
Pesawat mulai terbang, namun tatapan Baswara masih mengarah ke airport meskipun sang pujaan tak lagi terlihat.“Benar kata orang, ‘Jika kau mencintai seseorang, maka kotanya pun ikut kau cintai’,” gumam Baswara disertai hembusan napas berat dari mulutnya. “Pesawat baru saja berangkat, tapi aku sudah merasa rindu. Bagaimana ini?”Kegelisahan Baswara menarik seorang pria yang duduk di sampingnya. Pesawat berkelas itu dinaiki banyak pengusaha hebat dan orang kaya lainnya. Terlihat dari jas, pakaian dan sikap mereka yang begitu menunjukkan level kedudukannya.Baswara masih saja kepikiran Kana. Ia mencoba menyalakan TV yang ada di depannya, namun tidak ada acara yang menarik. Bahkan film yang biasa menjadi penghiburnya saat perjalanan pun kini terasa membosankan. Baswara terus saja menunjukkan wajah kesal diikuti dengusan sebal.“Maaf, apa anda baik-baik saja?” tanya pria dewasa yang duduk di sampingnya.&
Sam masih terbaring di atas ranjang, namun wajahnya kali ini jauh lebih segar. Ia terlihat asik menatap layar gawai yang ada di tangannya.“Tok, tok, tok!”Pintu terbuka, terlihat Kana berjalan masuk disusul dengan Soga. Kana terlihat cantik dengan gaun modern, sedangkan Soga mengenakan pakaian rapi dengan tas ransel di pundaknya.“Bagaimana kabarmu, Sam?” sapa Kana yang kini masih berdiri di samping ranjang. Sedangkan Soga duduk di sofa sambil memainkan ipad-nya.“Udah lumayan, mungkin besok sudah boleh kembali bekerja. Aku enggak tenang banget ninggalin kantor, sedangkan Baswara harus pergi keluar negeri,” jelasnya dengan wajah masam, sambil duduk bersandar pada bantal.Seketika Sam tersadar dan kembali bertanya, “Apa kau tahu kalau Baswara sudah pergi?”Kana tersenyum dan mengangguk.“Apakah kau sempat menghantarkannya ke bandara, Kana?” sambung Sam.Seketika
Sebuah mobil mewah mendarat tepat di depan hotel. Mobil hitam klasik keluaran terbaru itu dikendarai sopir pribadi yang sengaja dikirim untuk menjemput Baswara. Ternyata kedatangan Baswara begitu disambut hangat oleh pihak Tuan Mark. Ia dengan sengaja mempersiapkan makan malam spesial untuk menjamu rekan bisnisnya yang tak lain Baswara.Masih menggunakan kemeja dan celana lea panjang, Baswara melangkah masuk ke kamar yang telah disediakan untuk dirinya. Meraih kunci yang ada di meja resepsionis dan berlalu pergi menuju lantai lima.Sepanjang jalan Baswara masih saja mengingat sosok pria tua yang sempat berbicara dengannya. Sesekali ia menggelng seakan meyakinkan diri bahwa ia tidak sedang berhalusinasi.Pintu kamar terbuka, ruang VIP dengan satu tempat tidur dan balkon indah. Lengkap dengan meja makan dan sofa yang nyaman. Terlihat pula tempat tidur dengan ukiran bak kerjaan, lemari kecil juga meja hias. Membuat Baswara tersenyum sembari menyentuh meja.