Share

Haraka

Suasana kantor terlihat senyap kala kaki Baswara melangkah diantara mereka. Semua pandangan tertuju padanya. Wajah kaget sekaligus takut tergambar jelas. Namun, Baswara mengabaikan begitu saja. Baginya suasana ini bukanlah sesuatu yang asing. Sebagai pemimpin yang keras dan tegas, Baswara kerap ditakuti bukan disegani. Berbeda jauh dengan sikap mereka kepada Sam, terkesan ramah namun tetap dihormati.

“Temui aku di ruangan segera, Sam,” ucap Baswara tegas melalui gawaninya.

Beberapa saat ketukan terdengar, Sam sudah tiba di ruangan Baswara. Melangkah lunglai dengan wajah cemas. Sepertinya ia tahu benar akan apa yang hendak Baswara sampaikan padanya.

“Duduklah!” ucap Baswara tegas. 

Meskipun ia tengah berdiri membelakangi pintu, namun ia melihat jelas wajah Sam melalui pantulan dinding kaca.

“Apa saja yang belum kamu sampaikan padaku?” suara gelegar Baswar berhasil membuat Sam tertunduk dengan wajah memucat.

Tidak kunjung mendapatkan jawaban, Baswara berbalik dan mendekati Sam. Menatap tajam dengan napas yang berderu.

“Kamu tahu kan, aku bisa mengetahui semuanya dengan mudah. Tetapi yang aku inginkan saat ini kejujuranmu, Sam,” ucap Baswara yang kini sudah mendaratkan tubuhnya di atas kursi empuk.

Sam terlihat meragu, hingga akhirnya ia pasrah dan berniat mengatakan. Namun, telepon kantor Baswara berbunyi. Resepsionis menyampaikan ada tamu yang hendak menemui dirinya. Membuat Sam menghela napas dan bersiap berdiri untuk pergi meninggalkan ruangan. Detak jantung Sam berdetak tidak berirama. Melangkah lunglai dengan segala beban berat yang dipikulnya.

“Sam, urusan kita belum selesai,” ucap Baswara yang disambut anggukan Sam.

Tepat didepan pintu, terlihat dua orang pria menggunakan baju kemeja berjalan menuju ruangan Baswara. Keduanya mengenakan masker dan flat cap bermotif kotak. Berjalan angkuh dengan map kuning di genggaman.

Sam sempat melirik ke arah mereka, sebagai sahabat dan orang terdekat Baswara, Sam merasa tidak mengenal mereka. Salah satu dari mereka juga menatap ke arah Sam, wajahnya tidak terlihat jelas karena kacamata hitam yang menutupi. Namun, Sam menyadari kalau pria itu tersenyum kepadanya.

Gawai Sam berdering, memaksa Sam segera melangkah cepat menuju parkiran setelah menerima panggilan masuk.

***

“Bagaimana? apa yang ingin kalian laporkan?” tanya Baswara dengan wajah tegas. Tanpa perban, meskipun menyisakan goresan kecil pada dahi kanannya.

“Ini, Tuan. Semua ini saya dapatkan dari sumber terakurat. Saya harap Tuan merasa puas akan data yang ada,” ungkap salah satu mereka dengan senyuman penuh percaya diri.

Map kuning diraih, perlahan Baswara mulai membacanya. Sesaat ia tertegun, mengernyitkan dahi dan menatap penuh kebencian. 

“Hanya ini? Bagaimana dengan kabar Kanagara?” tanya Baswara dengan nada merendahkan, sepertinya ia begitu berat mengakui kinerja dua pengintainya.

“Segera, kami akan segera menemukannya. Yang pasti dia sudah tidak berada di kota Serdang, namun kami akan segera mengabarkan perkembangannya,” ungkap si pengintai yang kemudian permisi pulang dengan wajah kecewa.

“Ya, saya sudah mengirimkan uang. Saya harap kalian bisa bekerja lebih maksimal kedepannya,” ungkap Baswara setelah mengetik sesuatu di layar gawainya.

Keduanya pergi, masih ada satu tugas yang harus mereka selesaikan, yaitu menemukan keberadaan Kana.

Baswara kembali meraih map kuning yang ada dihadapannya. Menelaah perlahan data yang tertulis. Sesekali ia melirik ke arah lain dengan raut berpikir, terkadang juga terlihat kaget dan tidak menyangka. Rasa penasaran yang ada membuat Baswara segera pergi meninggalkan ruangan menuju rumah, tempat di mana ayahnya berada.

Rumah terlihat sepi, seorang pekerja rumah tangga menghampiri Baswara dengan lembutnya.

“Bi, di mana Momy?” tanya Baswara tegas.

“Anu, Tuan. Nyonya sedang pergi, sudah dari pagi.”

“Dady?” 

“Tuan besar ada di teras samping,” jawab si bibi sembari mengarahkan jempol kanannya.

Tanpa banyak kata Baswara melangkah menuju teras. Terlihat Sanjaya tengah duduk menikmati teh dan koran di tangannya. Menatap ke arah taman dan kolam kecil yang berisi ikan dan air pancur di tengahnya.

“Ada apa? Bukankah ini masih jam kerja?” tanya Sanjaya dengan acuhnya, bahkan tanpa melihat ke arah Baswara.

“Apa yang terjadi? Mengapa Suryakanta bisa memiliki aset lebih tinggi tanpa melakukan apapun. Bahkan dia telah wafat dari setahun yang lalu,” ungkap Baswara dengan berapi-api.

“Cari tahu kembali, jangan biasakan hanya menerima informasi kulit luarnya saja,” ucap Sanjaya santai. Sepertinya ia tahu benar sikap Baswara yang akan bergerak cepat demi memenuhi semua hasratnya.

“Dad!” bentak Baswara yang dengan segera dipatahkan Sanjaya.

“Bas, bukannya sudah Dady katakan untuk segera menemukan istri? Hanya tersisa lima bulan. Jika kamu tidak juga menikah, Dady tidak tahu hal buruk apa lagi yang mungkin terjadi.”

Baswara terdiam, semua ungkapan kesal terhenti dibibirnya. Mengatup rapat dengan tangan mengepal. Napasnya berhembus kasar, kemudian pergi begitu saja tanpa kata. Sedangkan Sanjaya terlihat tenang dan kembali meraih koran dan membacanya. Sudut bibirnya melengkung tinggi, tatapan sayup penuh ambisi itu menggambarkan kelicikan Sanjaya.

Baswara kembali mengendarai mobilnya, ia terlihat mengabaikan sapaan dari beberapa pekerja rumah. Melaju kencang menuju salah satu apartemen milik keluarga Sanjaya.

Mobil terhenti dan kini sudah terparkir di lantai dasar. Baswara terlihat menaiki lift menuju lantai tiga. Perlahan langkahnya terhenti dan mulai berbincang dengan salah satu pekerja gedung. 

“Apakah kamu yakin ada orang lain yang sedang menempati apartemen ini?” tanya Baswara dengan nada penuh tekanan.

“Ya, Tuan. Tepatnya sudah tiga hari lamanya. Bahkan Nyonya dan salah satu pemuda bertubuh tinggi dan berpakaian rapi juga turut datang setiap harinya,” jelas si petugas dengan hormatnya.

Tanpa pikir panjang, Baswara segera melangkah mendekati pintu apartemen. Jemarinya mulai menari di atas tombol pengaman. Namun, pintu tidak kunjung terbuka. Membuat Baswara kesal dan segera menekan bel.

“Sialan! Sepertinya mereka telah mengganti pasword-nya,” gumam Baswara yang terlihat tidak sabar menanti pintu terbuka.

Tidak ada yang menanggapi, bahkan hingga bel ketiga ditekan. Membuat amarah Baswara memuncak, dengan kasar Baswara mengedor pintu. Lagi-lagi tidak ada tanggapan, membuat Baswara pergi dengan langkah menghentak-hentak.

Belum jauh melangkah, pintu perlahan terbuka sedikit. Terlihat seorang pria mengeluarkan kepala untuk memastikan kepergian Baswara. Lalu segera kembali masuk dan menutup rapat pintu apartemen. Tepat saat Baswara melirik ke arah belakang, hingga ia tidak menyadari keberadaan seseorang yang telah mengintip dirinya.

“Ada tugas tambahan. Kamu harus mendapatkan informasi dan foto setiap tamu yang mengunjungi apartemen ini. Kamu akan menerima bayaran besar setelah mendapatkan semuanya,” jelas Baswara yang kemudian pergi berlalu meninggalkan ruangan.

Losari merupakan apartemen terbesar dan termegah. Berada di tengah kota dengan pengawasan yang sangat baik. Sangat menjaga privasi pemilik apartemen dengan keamanan yang terbaik.

Baswara yang merasa begitu kesal memilih pergi meninggalkan apartemen. Mobilnya terhenti pada sebuah taman yang berada tidak jauh dari keberadaannya. Memarkirkan mobil dan mendekati kafe yang berada dipojok taman.

“Surff ... nikmat, kopi ini memiliki rasa yang berkelas,” gumam Baswara yang merasa lega setelah meneguk kopi hitam pesanannya. “Lihat mereka, tertawa riang tanpa harus merasakan tekanan dan beban berat," sambungnya saat menatap kumpulan anak tertawa riang.

“Kana?” ucap Baswara dengan tatapan meragu. Memaksanya bangkit dan melangkah mendekati seorang wanita diantara beberapa bocah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status