Share

Cunduk

Author: Be Maryam
last update Huling Na-update: 2021-05-18 16:18:10

Pagi yang cerah dengan tiupan angin segar, dihiasi sisa jejak hujan semalam. Jalanan begitu ramai, dipenuhi dengan berbagai angkutan yang memecah keheningan pagi. Sebuah mobil mewah mampu menarik hati. Mobil bewarna gading itu dikendarai seorang supir yang membawa  wanita dan bocah kecil di dalamnya, terparkir rapi di halaman rumah sakit. Wanita yang bertubuh kurus dan berkulit sawo, berbalut kemeja dan rok panjang menggandeng masuk bocah laki-laki menuju rumah sakit Sehati. Keduanya berjalan tenang sembari berbincang dengan tatapan bahagia.

“Bunda, apakah Paman tidak terluka parah? Jika iya, aku tidak ingin masuk untuk melihatnya,” ungkap bocah kecil dengan wajah cemberut.

“Tidak, Soga sayang. Paman tidak terluka, kebakaran kemarin hanya menimbulkan banyak asap yang membuat Paman jatuh pingsan. Kamu tidak perlu hawatir, aku yakin Paman akan merasa senang melihat kedatanganmu,” jelas wanita cantik dengan gaya berpakaian yang terlihat kuno, hingga membuat banyak mata menatap heran ke arahnya.

Tatapan pengunjung membuat Soga merasa risih dan dengan segera melepas genggaman tangan wanita yang ia panggil bunda. Malu, membuat Soga dengan menurunkan posisi topinya hingga menutupi wajah sembari menyembunyikan kedua tangan pada saku celana.

“Apakah kamu yakin? Aku harap Bunda bisa menjelaskan kepada Paman, jika nantinya aku berlari keluar saat melihat luka pada tubuh Paman,” ungkap Soga sembari mengernyitkan dahinya.

Wanita itu hanya tersenyum sembari mengangguk lembut, karena ia tahu sedari kecil Soga sudah memiliki hemopobia. Tidak heran jika saat ini ia merasa enggan untuk menjenguk karena takut melihat luka ataupun darah.

Keduanya melangkah tenang menuju lantai lima, tempat di mana ruang VVIP berada. Suasana terasa hening dengan aroma terapi menyentuh lembut penciuman mereka. Rumah sakit ternama yang kerap dihuni pejabat kaya ini juga memiliki pengawasan yang baik. Terlihat dari pendataan keduanya saat hendak memasuki ruangan, pemeriksaan kesehatan pengunjung lengkap hingga menggunakan krisbow disetiap areanya.

“Apa ini?! Bagaimana bisa orang mati bisa menguasai perusahaan? Apa kalian tidak salah?” ungkap Baswara sembari melempar tumpukan kertas yang ada di tangannya.

Dua orang pria hanya merunduk dengan tatapan kecewa. Sedangkan seorang penjaga hanya bisa berdiri tegak diujung pintu menyaksikan keributan yang ada.

“Pergi dan cari informasi yang benar!” teriak Baswara kembali sembari menujuk ke arah pintu.

Kedua pria itu dengan segera melangkah keluar setelah mengumpulkan berkas yang berserakan. Lalu pergi saat penjaga membukakan pintu untuk mereka.

Langkah Soga terhenti tepat di salah satu kamar, suara ribut berupa amukan membuat keduanya menoleh ke dalam ruangan. Tepat saat pintu terbuka, Baswara dan sang wanita saling bertatapan. Namun, pintu kembali tertutup hingga menghalangi pandangan keduanya.

“Kana! Itu Kana!” ucap Baswara yang tergesa-gesa menuruni ranjang. Membuat selang infus terlepas hingga mengeluarkan darah segar. Namun, Baswara tidak perduli dan terus melangkah mendekati pintu. 

Tetapi Baswara terhalang oleh penjaga yang berusaha keras menahan kepergiannya.

“Lepas! Aku harus keluar untuk melihatnya!” teriak Baswara yang terlihat berusaha keras melepas dekapan si penjaga.

“Maaf, Tuan. Tangan Tuan berdarah,” jelas si penjaga yang terlihat kesulitan menahan kuatnya tenaga Baswara.

Keributan ini terdengar hingga keujung jalan tempat di mana para perawat berada. Dengan segera dua perawat pria berjalan memasuki ruangan, disusul dengan seorang perawat wanita yang berlari sambil membawa jarum suntik di tangannya.

Baswara kian buas, tidak hanya menggunakan kedua tangan, bahkan ia turut menggunakan kaki untuk mendorong pintu ruangan hingga menyebabkan lengkungan pada pintu. Suasana berubah menjadi riuh, banyak orang yang melirik ke arah luar untuk melihat akan apa yang terjadi.

Tetapi, keadaan seketika tenang kala jarum suntik berhasil tertancap di tubuh Baswara. Membuat tubuhnya seketika lemah, hilang kendali, terkulai jatuh, terperosot ke atas lantai. Dengan segera mereka menggotong tubuh gagah Baswara menuju ranjang, membaringkan dan menyelimuti tubuhnya.

“Nyonya, saya ingin melaporkan keadaan Tuan Baswara. Baru saja Tuan memberontak ingin memaksa keluar ruangan. Menyebabkan selang infus terlepas hingga mengeluarkan banyak darah. Namun, saya berhasil menahannya. Saat ini, Tuan sedang terbaring setelah seorang perawat menyuntikkan penenang ke tubuh Tuan,” jelas si penjaga melalui gawainya.

“Apakah ada seseorang yang menemui Baswara sebelumnya?” tanya Nyonya presdir.

“Yah, dua orang pemuda membawakan berkas kepada Tuan Baswara. Membuat Tuan kesal dan melemparkan semua berkas mereka. Namun, berkas itu kembali mereka bawa. Saya tidak mengetahui dengan jelas isi berkas tersebut.”

“Baiklah, saya akan segera tiba. Tolong jaga Baswara dengan baik, jangan sampai ia kabur dari rumah sakit.”

Beberapa petugas kebersihan dengan segera melenyapkan jejak tetesan darah. Merapikan kamar dan menyemprotkan antiseptik di area lantai. Begitu pula si penjaga yang kini kembali merapikan pakaiannya, duduk bersandar di sudut ruangan sambil menatap lelah ke arah Baswara.

Nyonya presdir tiba dengan wajah lelahnya. Memilih duduk di depan ruangan untuk memeriksa pesan yang masuk. Seorang bocah lelaki terlihat berlari dengan napas yang terengah-engah. Kemudian duduk di samping nyonya presdir sambil mengipas tubuh menggunakan topi miliknya. Membuat Nyonya presdir kaget dan menatap bingung ke arahnya.

“Soga, mengapa kamu tiba-tiba berlari?” tanya seorang wanita dengan wajah hawatir.

“Aku melihat pria dipenuhi darah,” jelasnya sembari mengendalikan napas.

“Maafkan kami, karena sudah mengganggu Nyonya,” ungkap si wanita dengan santunnya, diikuti kepala yang merunduk.

“Tidak mengapa, apakah dia putramu?” tanya Nyonya presdir dengan tatapan ragu.

Wanita itu terdiam, namun dengan segera Soga menjawab tegas, “ya, dia bundaku.”

“Berapa usiamu, Nak?” tanya Nyonya kembali, diikuti senyuman lebar. Sepertinya ia memiliki pemandangan lain akan keberadaan Soga dan bundanya.

“Sebelas tahun, namaku Soga dan ini bundaku, Kanagara,” ungkap Soga yang kini berdiri dan setengah merunduk sembari memperkenalkan diri.

“Kamu pemuda yang cerdas. Senang berkenalan denganmu, Nak,” balas nyonya presdir sembari menjabat tangan Soga. 

Soga dan Kana pergi, setelah meningucapkan selamat tinggal kepada nyonya presdir. Keduanya melangkah beriringan, sambil berbincang hangat. Pemandangan indah yang berhasil membawa ingatan nyonya presdir akan dirinya di masa lalu. Namun, sayangnya ia tidak bisa hidup tenang seperti mereka berdua. Ada banyak aturan dan pengawal yang membuat keduanya tidak bisa bergerak lepas. Menjadi kaku, tidak seperti berbicara kepada ibu.

“Aku harap bisa memiliki menantu seperti dirinya, hebat dan santun. Memiliki cucu yang tampan dan pemberani pula. Semoga Baswara bisa segera menemukan pasangan hidupnya,” gumam nyonya presdir yang kemudian melangkah masuk menuju ruangan.

Baswara masih terlelap di atas ranjang. Tangannya tidak lagi terpasang selang infus. Hanya ada tempelan kasa dan perban di bagian punggung tangan. Wajah tampan nan rupawan itu kini terlihat sayu dengan kulit yang memucat.

Dering ponsel berbunyi, dengan segera nyonya presdir menerima panggilan masuk.

“Bagaimana keadaannya, Sam? Sebaiknya kamu bawa saja Alea ke apartemen. Minta seorang perawat mengawasinya di sana. Jangan sampai ada yang tahu.”

Tanpa sadar Baswara telah terbangun dengan keributan yang ada. Ia mendengar jelas semua pembicaraan ibunya bersama Sam. 

“Alea diirawat, di apartemen, Jangan ada yang tahu, Apa lagi ini? jangan bilang  kalau Alea yang dimaksud ..,” tanya Baswara di dalam hati. Ia kembali berpura-pura tidur untuk menghindari nasehat sang ibu akan tindakan brutalnya yang baru saja ia perbuat.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Adoration   Hadiah Terindah

    Kana dan Soga dibawa ke sebuah tempat di kota kecil. Mereka melakukan perjalanan delapan jam lamanya. Menelusuri jalan sempit dengan banyak pohon tinggi di sekitaran. Jalanan yang menanjak dan udara yang sejuk seperti menuju puncak.“Bas, kita mau ke mana?” tanya Nesa yang merasa bingung akan jalan yang tengah mereka tuju.“Ke rumah kita,” sahut Baswara dengan senyuman.“Rumah kita? Maksudnya kamu beli rumah baru untuk kita?” tanya Kana yang merasa tak mengerti akan maksud ucapan Baswara.“Daddy ingin beri kejutan loh, Bun. Iya kan Dad?” sahut Soga yang kini mulai menikmati perjalanan. Bibirnya terus tersenyum. Sesekali ia membuka kaca jendela dan membiarkan angin menyapu lembut rambut merahnya.“Soga apa kamu siap?” tanya Baswara.“Oke, Dad.”Mobil pun berhenti di te

  • Adoration   Keluarga Baru

    Baswara tak sadarkan diri. Ia pun kini terbaring lemas di atas ranjang. Tertidur dengan wajah memucat dan pipi memerah. Bingung, Kana meminta dokter pribadi keluarga Soga untuk datang memeriksakan Baswara.“Semuanya baik-baik saja. Tidak ada masalah yang berarti. Suhu tubuhnya pun normal, begitu pula dengan tekanan darahnya. Saya rasa Tuan Baswara hanya sedang kejang otot saat berenang. Yang kemungkinan karena tidak melakukan pemanasan sebelumnya,” jelas Dokter yang kemudian memberikan obat lalu permisi pulang.“Dad, rencana kita berhasil,” bisik Soga yang sedari tadi berdiri di samping Baswara. Sedangkan kana keluar kamar untuk mengantarkan dokter pulang.Baswara mengedipkan matanya. Lalu keduanya kembali berakting saat Kana memasuki kamar.“Soga ambilkan air hangat ya untuk Bunda,” ucap Soga yang dengan sengaja meninggalkan Baswara dan Kana berdua. Tak lupa ia me

  • Adoration   Tragedi di Kolam Renang

    Hari-hari dilalui dengan senyuman dan kebahagiaan. Kana tak menyangka kehdarian Baswara di rumah mereka mberhasil menyempurnakan hidup mereka. Pagi ini Kana telat bangun, betapa kagetnya ia saat melihat ke arah jam dinding.“Telat!” gumam Kana yang segera melompat dari tempat tidur. Ia merasa bingung sendiri harus ngapain. Terlebih Baswara sudah tak lagi ada di atas ranjang.“Tenang, tenangkan dirimu Kana. Basuh wajah dan ke dapur. Oke!” ucapnya yang kemudian lari ke kamar mandi.Kini Kana terduduk di depan cermin. Matanya terlihat sendu menatap wajahnya. Berulang kali jemarinya menyentuh bagian pipi dan mata.“Pucat banget yah, sembab gitu matanya. Apa aku pakai make up aja? Tapi aku enggak biasa pakai begituan. Aku ... ah, udah ah. Begini aja,” gumam Kana yang kemudian pergi meninggalkan kamar.Kakinya melangkah membawa menuju dapur, te

  • Adoration   Perjuangan Meraih Restu

    “Pagi sayang,” sapa Baswara yang kini tersenyum menatap wajah Kana.“Udah jam berapa?” tanya Kana yang seketika kaget melihat Baswara sudah mengenakan kemeja rapi.“Kamu bobok aja. Aku harus melakukan panggilan video ke klien. Jadi aku harus mengenakan kemeja yang rapi kan?” ucap Baswara.Kana hanya bisa tersenyum geli melihat keadaan Baswara saat ini. Mengenakan kemeja dengan celana olahraga di bawahnya. Kana hanya bisa menggeleng kepala melihat tingkah Baswara.“Jam empat?” gumam Kana yang tak menyangka bahwa ini masih pagi buta.“Yah, maaf kalau ganggu tidur kamu,” ucap Baswara yang kini kembali membuka kemejanya. Ia pun menaiki ranjang dan kembali berbaring. Tangannya memeluk manja tubuh Kana dengan kepala yang bersanda menyentuh lengan Kana.“Aku masih ingin tidur,” sambungnya setela

  • Adoration   Budak Cinta

    Tiada hari tanpa kemesraan dan kini Kana mulai terbiasa dengan hal ini. Tak hanya melakukannya di kamar, bahkan kini mereka berani melakukannya di banyak tempat. Seperti yang terjadi saat ini.Kana yang tengah asik duduk di taman pun dikejutkan akan kedatangan Baswara. Ia hadir membawa nampan berisi buah dan segelas jus jeruk. Bak pelayan yang sedang melayani putri raja, Baswara merundukkan badan untuk menyerahkan nampan.Seakan memainkan peran, Kana pun dengan angkuhnya berucap, “Sulangi saya!”Baswara pun tersenyum. Ia meletakkan nampan dan duduk di samping Kana. Tangan kanannnya siap hendak menyulangkan. Namun, bukannya mengangakan mulut. Kana justru kembali berlakon. Ia menunjuk ke arah lantai seraya berkata, “Enggak ada pelayan yang duduk sebangku dengan tuan putri!”“Ba, baik, Tuan putri,” ucap Baswara yang kini bangkit dan bersiap hendak berdiri dengan kedua

  • Adoration   Perjuangan Baswara

    Kana masih tidak menyangka ia telah menikah dengan Baswara. Hampir setiap malam ia tidak merasa tenang. Tidur dengan Baswara masih terasa asing untuk dirinya. Ia berulang kali menatap diri di cermin dengan jutaan perasaan yang bercampur aduk.“Kok aku jadi begini? Kenapa enggak bisa bersikap biasa aja?” gumamnya yang terus merasa ada sesuatu yang kurang dari wajahnya.Kembali teringat akan pembicaraan mereka di malam pertama. Saat itu Kana terlihat tak siap untuk tidur bersama Baswara. Sikapnya yang menjaga jarak dengan pria membuat ia bingung sendiri. Namun, ia sangat bersyukur karena Baswara sangat mengerti dirinya.“Kamu malu?” tanya Baswara sembari menatap genit Kana.“Ah, kamu udah makan?” tanya Kana mengalihkan pembicaraan.“Aku belum selera. Tapi aku mau makan yang ada di sini,” ledek Baswara. Ia semakin senang menggoda Kana

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status