Share

Yatarta

“Dari mana saja kamu?” tanya Sanjaya dengan tatapan tidak senang. “Beberapa hari ini kamu sering keluar kantor pada jam kerja. Apa kamu ingin menghancurkan perusahaan kita?!” sambung Sanjaya setelah melihat Baswara tidak memperdulikannya.

“Heh!” ucap Baswara yang kini berbalik badan mendekati ayahnya. “Aku tidak mengerti akan permainan Dady. Aku ...,” ucapan Baswara terhenti setelah melihat kedatangan ibunya.

“Ada apa ini? Dad, Baswara baru pulang. Biarkan dia beristirahat dulu, jangan diberikan rentetan pertanyaan seperti itu,” ungkap ibu Baswara sembari membelai lembut lengan putra tunggalnya.

“Lepas, Mom!” teriak Baswara sembari mengenyahkan tangan ibunya. “Aku lelah hidup bersama kalian. Kalian semua penipu!” teriaknya kembali yang kemudian pergi dengan tergesa-gesa menuju mobil. Menyalakan dan melaju kencang dengan penuh amarah. 

Baswara merasa dihianati keluarganya sendiri. Semua perasaan kacau ini terjadi semenjak pertemuannya dengan Alea di apartemen.

“Kamu, kenapa kamu bisa berada di sini?” tanya Baswara dengan tatapan hendak menerkam. Dahinya mengernyit dengan kedua mata yang membulat.

Wajah gadis itu terlihat kaget, lalu menunjukkan rasa bingung sembari bertanya, “maaf, kamu siapa?”

Sontak saja Baswara turut bingung dengan pertanyaan yang dilontarkan padanya. 

“Aku tidak sedang bercanda, Alea!” teriak Baswara diikuti kepalan tangan yang menghantam dinding apartemen. Membuat gadis itu kaget dan segera mendekap erat tubuhnya sendiri.

“Saya tidak kenal kamu, pergi, pergi, pergi!” teriak gadis itu sembari menunjukkan wajah takut.

Beberapa saat kemudian datang seorang perawat wanita menghampiri mereka. Dengan cepat ia memeluk Alea untuk menenangkannya. Terlihat Alea menyembunyikan wajahnya pada tubuh si perawat. Tubuhnya bergetar dan terlihat sangat kurus dan tidak terurus.

“Maaf, Tuan siapa? Mengapa Tuan kembali datang ke sini?” tanya si perawat yang terlihat tidak mengindahkan kedatangan Baswara.

“Kembali datang? Jika kamu tahu aku datang, mengapa kamu tidak membukakan pintu untukku? Kamu tahu siapa aku? Aku pemilik apartemen ini,” jelas Baswara dengan gigi yang merapat.

“Masuklah! Kita bicara lebih lanjut di dalam,” pinta si perawat yang kemudian membawa Alea memasuki kamar. Memberinya obat dan membiarkan ia beristirahat. Sedangkan perawat itu kembali keluar untuk berbicara dengan Baswara.

“Tuan ingin minum apa?” 

“Duduk dan bicaralah! Hanya itu yang aku inginkan,” ucap Baswara tegas yang terlihat begitu begitu tidak sabar.

“Saya hanya diminta merawat Nona di sini. Mengikuti beberapa peraturan yang Nyonya besar berikan, seperti tidak menerima tamu asing.”

“Asing? Aku anak dari wanita yang kamu sebut Nyonya besar tadi,” jelas Baswara dengan congkaknya. Membuat perawat itu tertunduk dengan wajah penuh rasa bersalah. Kedua tangannya saling menggenggam erat dengan kedua kaki yang begitu rapat. Sepertinya ia begitu ketakutan akan kedatangan Baswara.

“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak mengenali anda.”

“Bagaimana bisa Alea berada di sini?” tanya Baswara kembali, terlalu banyak kejadian aneh yang memancing rasa penasarannya.

“Yang saya tahu, Nona kecelakaan dan kepalanya terhempas. Menyebabkan Nona hilang ingatan dan kini dirawat di sini,” jelas si perawat masih tertunduk, seakan takut menatap wajah sangar Baswara saat ini.

“Kecelakaan? Kapan itu terjadi?” tanya Baswara yang kini mencoba menerka bahwa Alea merupakan korban dari kecelakaan yang ia perbuat.

“Seminggu yang lalu dan sempat dirawat di rumah sakit. Kecelakaannya terjadi di jalan Yos Sudarso. Sebuah mobil mengebut dan menabrak Nona hingga membuat Nona sempat tidak sadarkan diri.”

Bak disambar petir, Baswara kini terdiam dan menutup rapat mulutnya. Kecurigaannya benar, ternyata Alea merupakan korbannya. Keadaan Alea yang hilang ingatan membuat Baswara menjadi merasa bersalah. Namun, ia terlihat kesal akan sikap ibunya yang tidak mau memberitahukan kejadian sebenarnya.

Baswara bangkit dan mencoba membuka pintu kamar Alea, namun dengan segera ditahan oleh perawat.

“Maafkan saya, Tuan. Nona sedang tertidur, saya baru saja memberikannya obat penenang. Belakangan ini keadaan Nona tidak stabil. Beliau sering menangis dan menjerit takut di dalam mimpinya. Saya harap, Tuan tidak memaksakan diri untuk menemui Nona. Saya janji, akan membukakan pintu dan membiarkan Tuan menemui Nona dilain hari.”

Penjelasan si perawat cukup memuaskan Baswara. Hingga kini mobil mewahnya terparkir di pinggir jalan. Rasa bersalah karena mencelakai Alea masih menyelubungi dirinya. Rasa ingin marah untuk melampiaskan keadaan tidak lagi bisa tertahan. Keberadaan Sam yang tidak bersamanya, membuat Baswara hilang kendali. Hanya bisa menangis sendiri ditengah kegelapan malam, dalam mobil kesayangannya.

Cukup lama Baswara melampiaskan kesakitannya dalam tangis. Keberadaan Alea yang merupakan salah satu anak rekan kerja ayahnya menjadi beban berat tersendiri untuk dirinya. Terlebih keadaan Alea yang hilang ingatan akan menuntut pertanggung jawabannya.

Ketukan pada kaca jendela mobil menyadarkan Baswara. Perlahan ia mengangkat kepala yang sedari tadi bersembunyi diantara dua tangan. Menyeka lembut sisa tangis yang kini membasahi pipi, lalu menatap ke arah seseorang yang kini berdiri di sampingnya sambil berteduh dengan payung merah.

“Sam!” teriak Baswara kaget yang kemudian segera membuka pintu mobil dan membiarkan Sam masuk dan duduk di sampingnya.

Sam duduk dengan tubuh bersandar lemah. Tatapannya kosong dengan pakaian yang sedikit basah.

“Sam, apa yang terjadi? Mengapa kau ...,” ucapan Baswara berhenti seketika saat Sam melihat ke arahnya dengan bola mata yang berkaca-kaca.

“Maafkan aku, Bas!” ucapnya yang kemudian menyeka air mata yang jatuh.

“Katakan padaku apa yang terjadi. Agar aku bisa membantumu,” ucap Baswara sembari menggoyang-goyangkan tubuh Sam dengan kedua tangannya.

Sam hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu jatuh pingsan pada sandaran kursi. Kaget dan bingung, namun Baswara segera menyalakan mobil dan membawa Sam ke rumah sakit terdekat. Baginya keselamatan Sam sangat penting, bahkan melebihi dirinya sendiri. Tidak hanya sahabat, Sam sudah seperti saudara kembarnya. Selalu ada untuknya dan sangat mengerti dirinya. Tidak heran jika ia sangat begitu kehilangan saat Sam tidak masuk kantor seharian ini.

Pertolongan dilakukan, Sam diberikan penanganan langsung dan kini ia telah terbaring di atas ranjang rumah sakit. Sedangkan Baswara hanya bisa duduk menatap tubuh lemah Sam yang ternyata dipenuhi ruam biru dibeberapa bagian tubuhnya.

“Apa yang terjadi Sam? Mengapa kamu datang dalam keadaan begini?” gumam Baswara yang terlihat tidak habis pikir akan apa yang tengah ia hadapi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status