“Aku yakin itu Kana. Yah, aku harus segera mengunjungi alamat ini untuk memastikannya,” gumam Baswara sembari menggenggam selembar kertas berisi alamat. Kertas pemberian salah satu pegawai kafe yang mengaku telah mengenal Kana dan Soga-bocah lelaki yang selalu bersama Kana.
Seharian ini Sam tidak terlihat. Bahkan gawainya tidak aktif, membuat Baswara kesal. kekesalannya kian bertambah kala mengetahui Sam juga tidak masuk kantor hari ini.
“Sialan! Dia pasti menghindariku. Bagaimana bisa ia tidak masuk dan tidak menghubungiku,” gumam Baswara yang kini menatap dinding kaca.
Dering gawai berbunyi, terlihat beberapa pesan masuk berisi foto. Ternyata itu pesan dari si petugas gedung apartemen. Ia mengirimkan gambar Sam, seorang perawat wanita dan seorang pemuda berbaju rapi.
Gambar ketiga berhasil meraih perhatian Baswara. Sambil menggerakkan jari, Baswara memperbesar ukuran gambar untuk memastikan siapa orang terakhir yang mengunjungi apartemennya. Namun, sebuah topi dan masker menutupi wajahnya, membuat Baswara tidak bisa mengenali pria itu.
“Siapa pria ini? Bagaimana bisa dia keluar masuk apartemenku? Sam, yah. Dia harus menjelaskan semuanya padaku,” ungkap Baswara yang kemudian pergi mengendarai mobil mewahnya.
Seperti biasa, jalanan terlihat ramai. Cuaca cerah dengan suhu yang terasa panas tidak menghalangi Baswara untuk berkeliaran di jalanan. Ada terlalu banyak hal yang harus ia selesaikan dan kini mengunjungi apartemen miliknya atau mencari Kana menjadi dua hal yang menyulitkan. Namun, tekat dan besarnya harapan untuk segera bertemu dengan Kana membuat Baswara dengan mudah mengubah haluan menuju perumahan yang berada tidak jauh dari area taman.
Perjalanan terhenti pada sebuah rumah besar dan bergaya Eropa, dengan dua tiang tinggi berada di depannya. Tiga buah mobil mewah terparkir di sana. Rumah yang bernilai seni, hingga berhasil membuat Baswara berdecak kagum.
“Sepertinya pemilik rumah ini bukan orang sembarangan,” gumamnya dengan tatapan takjub.
Seketika kembali teringat akan penjelasan si pekerja kafe kemarin.
“Apakah yang Tuan maksud Nona berbaju putih dan memakai rok panjang bewarna coklat?” tanya wanita pekerja kafe.
“Ya, dia terlihat bermain dengan beberapa anak di daerah sana,” jelas Baswara sembari menunjuk taman bagian depan kafe.
“Saya tahu, Nona itu sering mengunjungi taman bersama anak kecil yang bernama Soga. Anak itu selalu memanggilnya dengan sebutan Bunda.”
Terdiam, seketika Baswara seperti tersambar petir. Jantungnya merasa nyeri seakan ada pisau tajam yang menancap keras. Menyayat-nyayat berulang kali, hingga membuatnya meringis. Namun, dengan segera ia mengontrol diri dan kembali bertanya, “apakah kamu tahu nama Nona itu?” tanya Baswara untuk lebih meyakinkan penglihatannya.
Pekerja itu menggeleng lambat dengan wajah kecewa. Namun, ia dengan segera menyobek kertas pesanan dan mulai menuliskan sebuah alamat di atasnya.
“Ini alamat Nona itu, dia beberapa kali memesan makanan dan meminta di antar ke alamat ini. Mungkin ini bisa membantu Tuan untuk menemukannya,” ungkap si pekerja dengan santunnya.
“Terima kasih,” ucap Baswar yang dengan segera meraih kertas pemberian si pekerja, tidak lupa ia menyerahkan dua lembar uang seratus ribu sebagai ungkapan terima kasih.
“Tidak, Tuan. Tidak usah, terima kasih,” ucap si pekerja yang kemudian pamit begitu saja.
Ada tatapan bangga terlihat pada wajah Baswara, sepertinya ia mengagumi sikap tulus si pekerja yang sedikit pun tidak menunjukkan kecurigaan padanya. Wanita yang bersikap lugu dan sederhana ini semakin mengingatkannya pada sosok Kana di masa kuliah. Kerinduan kian besar untuk bisa segera bertemu dengan sang pujaan.
“Kana, aku harus segera menemukanmu. Aku tidak ingin menikah selain dengan dirimu. Apapun akan aku lakukan agar bisa memilikimu. Yah, meskipun harus melewati tradisi bodoh ini, namun aku tidak akan membiarkan wanita lain yang berada di sisiku,” gumam Baswara dengan tatapan berapi-api.
Saat ini Baswara menatap diri melalui cermin yang ada di hadapannya. Ia memperhatikan dengan baik semua sudut wajahnya, sambil berbisik dalam hati, “aku harap dirimu masih sendiri saat ini dan anak yang selalu bersamamu bukanlah bagian dari dirimu.”
Baswara tersadar dari lamunannya kala sebuah mobil mewah keluar dari rumah Kana. Mobil yang bernilai milyaran itu berjalan lambat menuju jalur tol. Dengan segera Baswara menyalakan mobil dan berniat mengikutinya. Besar harapan bahwa seseorang yang berada di dalam mobil itu Kana.
Mobil bewarna putih gading itu terus berjalan memasuki tol, dengan Baswara yang juga turut mengikutinya. Perlahan, sepertinya mobil itu sadar tengah diikuti, hingga ia meningkatkan kecepatannya. Tidak ingin tertinggal, Baswara juga memaksimalkan kecepatan dan terus mengikuti. Namun sayang, tiga buah mobil kontainer yang ada di hadapannya membuat ia kehilangan mobil itu. Baswara berusaha melewati mobil kontainer, namun mobil lainnya menghalanginya. Membuat Baswara putus asa dan memilih menepi setelah melewati tol yang panjang.
Tetapi sepertinya Tuhan masih berpihak padanya. Mobil putih gading itu kembali terlihat dan kini memasuki jalan besar yang membawa Baswara kembali menuju taman tempo hari.
“Yah, aku yakin, aku bisa menemukanmu Kana. Sekarang, kamu berada tepat di depanku. Tidak akan kubiarkan kamu lari lagi,” gumam Baswara dengan tatapan penuh kemenangan.
Kali ini Baswara mengendarai mobil dengan tenang, ia tidak mau mobil intaiannya kembali menyadari keberadaannya. Kedua mobil itu melaju tenang dan kini memasuki persimpangan menuju taman. Terlihat jelas mobil putih gading itu sudah memasuki area taman dan begitu pula dengan Baswara.
Saat Baswara hendak meninggalkan mobil di parkiran, beberapa pesan masuk secara berurutan. Menghentikan langkah Baswara dan mulai membuka gawainya.
“Tuan, sepertinya terjadi keributan di apartemen anda. Dua orang petugas kebersihan melaporkan kepada saya.”
“Tuan, saya harap Tuan bisa datang kemari dan melihat secara langsung. Banyak orang yang mengunjungi apartemen anda.”
“Tuan, saya tidak bisa merekam atau mengambil foto sekarang. Karena saya tidak ada akses masuk ke dalam apartemen anda.”
Ketiga pesan yang masuk dikirim oleh si petugas apartemen. Mau tidak mau, Baswara membatalkan keinginannya untuk menemui Kana dan lebih memilih mengunjungi apartemen saat ini juga.
“Kenapa harus sekarang!” ucap Baswara sambil memukul kasar gagang setir. “Tunggu aku Kana, aku akan kembali menemuimu,” gumamnya yang kemudian menyalakan mobil sport-nya.
Kembali kepersimpangan dan memilih jalur lainnya, Baswara tiba di apartemen hanya dalam waktu sepuluh menit. Memarkirkan mobil di area umum dan melangkah menuju lift. Namun, langkah Baswara terhenti melihat mobil Sam berada di antara banyak mobil lainnya.
“Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Baswara yang kemudian mempercepat langkahnya.
Apartemen terlihat sepi, tidak seperti yang petugas apartemen laporkan. Namun, Baswara dengan keras menyalakan bel lalu berdiri di pinggir pintu. Sepertinya ini cara terbaik untuk memancing penghuni apartemen membukakan pintu untuknya. Benar saja, pintu terbuka dan terlihat seorang gadis berwajah belasteran berdiri di tengahnya. Menatap bingung mencari sosok si penekan bel.
Baswara dengan cekatan menahan pintu dan melihat keberadaan gadis itu. wajahnya terlihat kaget, dengan refleks mulutnya berkata, “Alea?!”
“Dari mana saja kamu?” tanya Sanjaya dengan tatapan tidak senang. “Beberapa hari ini kamu sering keluar kantor pada jam kerja. Apa kamu ingin menghancurkan perusahaan kita?!” sambung Sanjaya setelah melihat Baswara tidak memperdulikannya. “Heh!” ucap Baswara yang kini berbalik badan mendekati ayahnya. “Aku tidak mengerti akan permainan Dady. Aku ...,” ucapan Baswara terhenti setelah melihat kedatangan ibunya. “Ada apa ini? Dad, Baswara baru pulang. Biarkan dia beristirahat dulu, jangan diberikan rentetan pertanyaan seperti itu,” ungkap ibu Baswara sembari membelai lembut lengan putra tunggalnya. “Lepas, Mom!” teriak Baswara sembari mengenyahkan tangan ibunya. “Aku lelah hidup bersama kalian. Kalian semua penipu!” teriaknya kembali yang kemudian pergi dengan tergesa-gesa menuju mobil. Menyalakan dan melaju kencang dengan penuh amarah. Baswara merasa dihianati keluarganya sendiri. Semua perasaan kacau ini terjadi semenjak pertemuannya dengan Alea
Pagi ini keadaan hotel Sun Beach terlihat rapi. Banyak mobil mewah teparkir di sana. Meja jamuan juga telah berisi berbagai jenis kopi dan makanan ringan lainnya. Sepertinya akan ada pertemuan penting.Tepat di salah satu ruangan terlihat Sanjaya dengan pakaian rapinya terus melirik ke arah pintu masuk. Tatapannya seolah menanti kedatangan seseorang. Berulang kali ia mencuri pandang arloji di tangan kanannya.“Biasanya ia sudah hadir sebelum pertemuan berlangsung. Tetapi sekarang, batang hidungnya juga belum kelihatan. Awas saja jika ia nekat melakukan tindakan bodoh kali ini,” gumam Sanjaya yang kemudian melangkah mendekati jendela besar.Tamu yang ditunggu tiba, dua orang pria dewasa berwajah belasteran memasuki ruangan. Diikuti seorang gadis berwajah oriental berjalan di belakangnya. Gadis cantik dengan gaun terbuka dibagian atas diselimuti jas hitam dan rok belahan tinggi hingga menunjukkan paha yang mulus. Ketiganya begitu ramah menghampiri Sanj
Baswara menatap bingung, ia tidak merasa mengenalnya. Tatapan bingung Baswara membuat si anak semakin kesal hingga berteriak kencang dihadapannya.“Hei!” ucapnya sambil menepuk kuat meja Baswara. “Aku sedang berbicara denganmu!”“Bisakah kamu bersikap lembut, bocah kecil,” ucap Baswara dengan tatapan penuh kebencian.“Kau harus bertanggung jawab! Kau pikir nyawa seseorang itu mainan?!” ucap Si bocah yang semakin membuat Baswara kesal. Namun, Baswara masih bisa menjaga sikapnya dengan baik meskipun nyaris terpancing.“Sepertinya kau salah orang, Nak!” ucap Baswara yang kemudian hendak bangkit dengan kopi di tangannya.“Kau pikir, kau manusia paling kaya, hah? Uangmu tidak dapat membeli nyawa seseorang!” teriak bocah itu kembali, membuat langkah Baswara terhenti seketika. Sambil menatap tajam dengan dahi mengernyit Baswara meletakkan kopi dengan kasar di atas meja hingga bercecer
Sam terbujur kaku di atas ranjang, berbalut baju serba putih dan dikelilingi banyak bunga. Tertidur begitu lelap dengan kulit yang memutih bak kapas. Tiada tanda-tanda kehidupan, terbaring tenang menunggu penguburan.“Bas, Baswara,” panggil seorang wanita dengan nada yang lembut. Membuat Baswara tersadar akan lamunan dan pikiran buruknya.“Meeting akan segera dimulai,” sambungnya.Ternyata Jane datang untuk memanggil Baswara yang sedari tadi terlihat melamun di balkon hotel.“Ya,” jawab Baswara yang kemudian berbalik badan dan mengikuti langkah Jane.Terlihat jelas tubuh Jane melenggok dihadapannya. Tubuh tinggi berbalut pakaian yang indah berhasil menyempurnakan penampilan Jane. Tidak hanya itu, aroma parfum yang khas serta kecerdasannya saat pertemuan cukup berkarisma meskipun belum bisa mengalahi kekuatan karisma Baswara.“Maaf Jane. Mungkin kamu memiliki banyak hal yang begitu diinginkan wanita.
Resto mewah dengan ukiran disetiap dinding dan tiangnya. Deretan patung besar berdiri seakan menyambut tamu yang datang. Aroma lavender dan suara genggong menyempurnakan keindahannya. Resto dengan desain bali ini menjadi tempat istimewa dan kerap dikunjungi banyak pelancong. Terutama mereka yang berasal dari luar negeri, mengaku merasa nyaman saat berada di dalamnya. Tidak heran jika Sanjaya memilih tempat ini untuk mengadakan makan malam. Ruang VIP sudah dipesan dan kini Baswara terlihat duduk di sana.“Hai Bas!” sapa Jane yang terlihat hadir seorang diri. Bergaun indah dan terbuka dibagian atas. Terlihat anggun dengan balutan warna putih, terlihat senada dengan keadaan resto.“Hai,” jawab Baswara yang kemudian melirik ke sisi belakang Jane seakan tengah mencari seseorang.“Daddy akan datang terlambat, begitu pula dengan Tuan Sanjaya,” jelas Jane yang begitu peka akan sikap Baswara.“Oke,” jawab Baswara ten
“Bas, Baswara, mengapa kau termenung?” tanya Sam membuyarkan lamunan Baswara yang sedari tadi terduduk menatap lantai.“Ah, ya, maksudku tidak,” ucap Baswara dengan salah tingkah.“Aku yakin ada sesuatu yang terjadi. Tidak mungkin seorang Baswara rela bangun begitu pagi dan mengunjungiku ke rumah sakit, jika tidak terjadi sesuatu.”Wajah penuh yakin Sam saat menatap Baswara membuat dirinya tidak berkutik. Dengan mata beralih pandang, Baswara pun mulai menceritakan kejadian yang terjadi tadi malam.***Seorang pria dewasa datang menghampiri Soga dan Baswara. Berbaju rapi bak eksekutif muda dengan berbalut jas. Melangkah tenang dengan tatapan ramah.“Soga, apa yang kamu lakukan di sini?” tanyanya dengan sedikit berbisik.“Bisakah Yaya memberitahukanku jalan yang tempo hari aku lewati. Aku tidak tahu namanya,” ungkap Soga dengan wajah penuh harap.Tetapi sayang pria i
“Sam, bagaimana keadaanmu saat ini?” tanya Baswara melalui gawainya.Bukannya menjawab, Sam malah tertawa terbahak hingga sulit berhenti. Sedangkan Baswara hanya diam, tidak seperti biasa akan kembali meledek Sam.“Kau sudah menanyakan ini sejam yang lalu, Bas. Apakah kau begitu gerogi untuk bertemu dengan Kana?” tanya Sam dengan begitu yakin.“Andai kau bisa keluar dari rumah sakit dan menemaniku di sini, Sam,” ungkap Baswara dengan nada yang bergetar.“Hahahaha, Baswara Sanjaya. Aku tidak menyangka, dibalik kesempurnaan yang kau miliki. Ada kekurangan yang begitu mempermalukan, terlebih mengingat status playboy-mu di masa lalu.”Wajah Baswara memerah bukan karena marah, melainkan malu akan kejujuran Sam yang begitu mengenal baik dirinya.“Aku harus kembali, sepertinya Kana sudah tiba. Aku harap semua berjalan lancar,” ucap Baswara sebelum memutus panggilannya.Gemuruh mengh
“Soga, mengapa kamu berkata begitu?” tanya Kana dengan wajah bingung sembari menatap ke arah Baswara dan Soga bergantian.“Bunda, dia pria yang sempat aku ceritakan kemarin,” jelas Soga dengan sedikit merengek.Kana terdiam dan mencoba mengingat, sedangkan Baswara menatap kaku setelah mendengar Soga memanggil Kana dengan sebutan Bunda.“Bunda? Jangan bilang kalau bocah ini adalah anak dari Kana,” gumam Baswara dengan rasa nyeri dihatinya.Begitu pula Kana yang kini menatap balik ke arah Baswara, sepertinya ia merasa tidak yakin bahwa sosok yang diceritakan Soga tempo hari adalah Baswara.“Sepertinya terjadi kesalah pahaman,” ucap Baswara yang mencoba mencairkan suasana.“Kana, Soga, ayo kita pulang!” ajak seorang pria dengan tatapan penuh kasih.Belum lagi Baswara bisa mengontrol hatinya, pria itu datang dan menambah ketegangan.“Bukankah anda yang kemarin tempo