Pagi ini keadaan hotel Sun Beach terlihat rapi. Banyak mobil mewah teparkir di sana. Meja jamuan juga telah berisi berbagai jenis kopi dan makanan ringan lainnya. Sepertinya akan ada pertemuan penting.
Tepat di salah satu ruangan terlihat Sanjaya dengan pakaian rapinya terus melirik ke arah pintu masuk. Tatapannya seolah menanti kedatangan seseorang. Berulang kali ia mencuri pandang arloji di tangan kanannya.
“Biasanya ia sudah hadir sebelum pertemuan berlangsung. Tetapi sekarang, batang hidungnya juga belum kelihatan. Awas saja jika ia nekat melakukan tindakan bodoh kali ini,” gumam Sanjaya yang kemudian melangkah mendekati jendela besar.
Tamu yang ditunggu tiba, dua orang pria dewasa berwajah belasteran memasuki ruangan. Diikuti seorang gadis berwajah oriental berjalan di belakangnya. Gadis cantik dengan gaun terbuka dibagian atas diselimuti jas hitam dan rok belahan tinggi hingga menunjukkan paha yang mulus. Ketiganya begitu ramah menghampiri Sanjaya, berbincang tenang sambil menanyakan keberadaan Baswara-anak sekaligus pemimpin perusahaan Sanjaya saat ini.
Sanjaya merasa malu dan bingung harus menjawab apa. Syukurnya Baswara sudah tiba dengan pakaian yang rapi. Melangkah gagah mendekati mereka dan mulai memperkenalkan diri.
“Selamat datang, Tuan. Perkenalkan saya Baswara, senang berkenalan dengan anda,” ungkap Baswara menggunakan bahasa Jerman.
Kedua wajah belasteran itu tersenyum, saling melempar pandang, lalu berkata, “senang berkenalan dengan anda, Tuan Baswara. Saya sangat senang bisa kembali mendengar bahasa kelahiran saya. Saya tidak menyangka anda begitu baik dalam menggunakan bahasa Jerman. “Ternyata berita tentang anda benar adanya, tidak hanya cerdas, anda juga sangat baik dan berelasi dengan banyak orang,” puji Tuan Mark yang ternyata berasal dari negara Jerman.
Sanjaya tersenyum penuh bangga, meski ia tidak tahu benar akan apa yang mereka katakan. Namun, dari mimik wajah mereka terlihat jelas rasa senang dan kebanggaan akan sikap Baswara.
“Saya senang melihat kedekatan ini dan saya harap kita bisa bekerja sama dengan baik kedepannya. Sebagai ayah, sudah menjadi tugas saya mendidik anak dengan baik. Baswara harus lebih baik dari saya untuk memajukan perusahaan kita,” sambung Sanjaya sembari melirik kagum ke arah Baswara sambil menepuk lembut bahu Baswara.
Seakan tidak pernah terjadi pertengkaran, Baswara tersenyum dengan rendah hati menanggapi pujian ayahnya. Berlakon baik merupakan salah satu kelebihan Baswara, tidak heran ia mendapat gelar baik hampir disemua rekan bisnisnya. Begitu pula yang terjadi saat ini.
Pertemuan berlangsung lebih cepat, penjelasan yang dilakukan Baswara begitu memuaskan dan mudah dimengerti. Membuat mereka terperangah dan terus menganggukkan kepala. Tidak hanya cerdas, Baswara berhasil memancarkan karismanya. Terlihat dari senyuman gadis yang sedari tadi terus melihat Baswara tanpa henti.
Waktunya istirahat, Baswara memilih menikmati tiupan angin segar di balkon ruangan, menatap taman untuk menghilangkan kepenatannya. Sepertinya pikirannya begitu kalut saat ini, namun ia tetap berhasil menjalannya tugasnya.
“Bunga-bunga itu begitu indah dan selalu berhasil menenangkan hati yang melihatnya,” celetuk Jane-sekretaris sekaligus anak dari Tuan Mark.
Keberadaan Jane cukup membuat kaget, ternyata Jane sudah berada lama di samping Baswara. Namun, ia terlalu asik dengan pikirannya hingga tidak menyadari akan hal ini.
“Ya, terlalu banyak hal yang harus aku selesaikan. Melihat taman berisi bunga bisa membuatku menjadi sedikit lebih baik,” balas Baswara yang kembali menunjukkan sikap tenang.
“Aku ingin tahu, apa pendapat seorang pengusaha muda akan sebuah pernikahan?” Jane bertanya dengan senyuman genit serta tatapan penuh arti.
Melihat keberadaan keduanya yang sedang berada di balkon, mengingatkan Jane akan keadaan sebuah pernikahan dengan banyak tamu yang menatap ke arah mereka dari halaman yang dikelilingi bunga-bunga indah.
“Pernikahan? Mungkin aku akan menikah muda, sehebat apapun seorang pria tidak akan lebih baik tanpa wanita yang kuat di sampingnya,” jawab Baswara dengan senyuman yang berhasil membuat hati Jane tidak karuan. Terlebih, wanita kuat merupakan pujian untuk Jane dari Tuan Mark. Membuat Jane semakin salah tingkah dan meninggikan hayalnya.
“Bagaimana denganmu?”
Jane tidak menjawab dan hanya tersenyum manja, namun gelagat jane terbaca baik oleh Baswara. Tidak ingin melanjutkan pembicaraan, Baswara memilih untuk pamit meninggalkan Jane.
Akal bulus Jane berjalan, ia dengan sengaja menjatuhkan gelas berisi minuman yang sedari tadi berada di genggamannya. Lalu sengaja mengelak dan menjatuhkan diri pada tubuh Baswara dengan tangan berpegang erat pada lengan kokoh sang pria idaman.
Kini kedua wajah mereka saling berdekatan, Jane semakin mendekatikan dadanya menuju tubuh Baswara. Namun, siasat ini gagal karean Baswara dengan segera membantu Jane untuk berdiri dan berkata, “tenang saja, aku akan memanggil pelayan untuk membersihkannya.”
Jane terlihat kesal, ia menatap cemberut ke arah punggung Baswara yang perlahan terlihat semakin menjauh.
“Awas saja kamu Baswara. Kamu akan menjadi mangsaku,” gumamnya dengan tatapan penuh ambisi.
Tidak hanya Jane, ternyata Sanjaya dan Tuan Mark juga turut melihat kedekatan keduanya. Terlihat mereka saling menatap penuh arti diikuti senyuman tipis. Sepertinya mereka memiliki rencana yang sama setelah melihat kejadian ini.
Pertemuan hari ini berakhir, namun masih ada dua kali pertemuan lagi kedepannya. Baswara Segera meninggalkan hotel dan menyalakan mobil menuju rumah sakit. Sedari tadi hatinya merasa tidak tenang karena belum mendapatkan perkembangan dari keadaan Sam.
“Ada apa dengan diriku? Mengapa aku justru memilih jalan ini? Ayolah Bas, fokuskan pikiranmu,” gumam Baswara dengan penuh kekesalan. Entah mengapa ia memilih jalan yang memutar hingga membuatnya semakin jauh menuju rumah sakit tempat Sam berada. “Tidak ada jalan lain, aku harus mengikuti jalan ini.”
Mobil mewah Baswara melaju tenang, suara musik yang menyala kuat membuat Baswara tidak bisa mendengar dengan baik suara jalanan. Dentuman kencang hingga membuat mobilnya ikut bergetar, namun luar biasanya, suara itu tidak terdengar keluar mobil.
Seorang pengemis kecil mengetuk lembut kaca jendela mobil Baswara. Tubuhnya yang pendek membuat Baswara tidak menyadarinya. Saat lampu jalan kembali bewarna hijau, Baswara dengan segera menyalakan mobilnya hingga tanpa sadar melempar si anak ke jalanan.
Semua pengendara menatap benci ke arah mobil Baswara yang terus melaju kencang mengabaikan si pengemis kecil. Sedangkan si anak masih terbaring di tengah jalan sambil meringis kesakitan. Tidak ada yang memperdulikannya, hingga sebuah mobil bewarna putih gading mendekati dan membawanya masuk.
Baswara terus saja melaju dan kini ia melewati sebuah taman, taman ini selalu berhasil membuatnya kembali ingat akan sosok Kana. Tersenyum dan tatapan lelah, Baswara kembali melaju menuju rumah sakit.
Setiba di rumah sakit, ruangan terlihat riuh. Korban kecelakaan tengah terbaring di ruang UGD. Tidak perduli, Baswara terus saja melangkah melewati kerumunan menuju ruangan Sam.
Sam masih terbaring dengan tubuh yang lemah. Ia sudah sempat terbangun, hanya saja mengeluh sakit pada bagian kepala. Tiada yang bisa Baswara lakukan selain menunggu Sam yang masih terlelap setelah mendapat suntikan berisi penenang.
“Maafkan aku, Sam. Tidak seharusnya aku terlalu menekanmu dan menyulitkanmu dengan semua keadaanku. Aku tidak bermaksud membuatmu terikut dengan semua masalahku. Aku tahu, aku tidak terlalu baik sebagai sahabat. Maafkan aku Sam, aku harap kau segera bangun. Aku cukup kehilangan dirimu, aku merasa berat menjalani semua ini tanpa kehadiranmu,” gumam Baswara dengan nada yang bergetar. Sepertinya keberadaan Sam memiliki pengaruh besar pada diri Baswara, hingga menyebabkan kesedihan yang mendalam.
Tidak ingin menangis, Baswara segera keluar meninggalkan ruangan. Air matanya terus mendorong keluar jika ia terus melihat Sam yang terbaring. Untuk melegakan hati, Baswara beranjak menuju kantin untuk memesan segelas kopi.
“Hei, kamu kan pemilik mobil kuning dengan plat 134S?” tanya seorang bocah lelaki yang tiba-tiba menghampiri meja Baswara.
Baswara menatap bingung, ia tidak merasa mengenalnya. Tatapan bingung Baswara membuat si anak semakin kesal hingga berteriak kencang dihadapannya.“Hei!” ucapnya sambil menepuk kuat meja Baswara. “Aku sedang berbicara denganmu!”“Bisakah kamu bersikap lembut, bocah kecil,” ucap Baswara dengan tatapan penuh kebencian.“Kau harus bertanggung jawab! Kau pikir nyawa seseorang itu mainan?!” ucap Si bocah yang semakin membuat Baswara kesal. Namun, Baswara masih bisa menjaga sikapnya dengan baik meskipun nyaris terpancing.“Sepertinya kau salah orang, Nak!” ucap Baswara yang kemudian hendak bangkit dengan kopi di tangannya.“Kau pikir, kau manusia paling kaya, hah? Uangmu tidak dapat membeli nyawa seseorang!” teriak bocah itu kembali, membuat langkah Baswara terhenti seketika. Sambil menatap tajam dengan dahi mengernyit Baswara meletakkan kopi dengan kasar di atas meja hingga bercecer
Sam terbujur kaku di atas ranjang, berbalut baju serba putih dan dikelilingi banyak bunga. Tertidur begitu lelap dengan kulit yang memutih bak kapas. Tiada tanda-tanda kehidupan, terbaring tenang menunggu penguburan.“Bas, Baswara,” panggil seorang wanita dengan nada yang lembut. Membuat Baswara tersadar akan lamunan dan pikiran buruknya.“Meeting akan segera dimulai,” sambungnya.Ternyata Jane datang untuk memanggil Baswara yang sedari tadi terlihat melamun di balkon hotel.“Ya,” jawab Baswara yang kemudian berbalik badan dan mengikuti langkah Jane.Terlihat jelas tubuh Jane melenggok dihadapannya. Tubuh tinggi berbalut pakaian yang indah berhasil menyempurnakan penampilan Jane. Tidak hanya itu, aroma parfum yang khas serta kecerdasannya saat pertemuan cukup berkarisma meskipun belum bisa mengalahi kekuatan karisma Baswara.“Maaf Jane. Mungkin kamu memiliki banyak hal yang begitu diinginkan wanita.
Resto mewah dengan ukiran disetiap dinding dan tiangnya. Deretan patung besar berdiri seakan menyambut tamu yang datang. Aroma lavender dan suara genggong menyempurnakan keindahannya. Resto dengan desain bali ini menjadi tempat istimewa dan kerap dikunjungi banyak pelancong. Terutama mereka yang berasal dari luar negeri, mengaku merasa nyaman saat berada di dalamnya. Tidak heran jika Sanjaya memilih tempat ini untuk mengadakan makan malam. Ruang VIP sudah dipesan dan kini Baswara terlihat duduk di sana.“Hai Bas!” sapa Jane yang terlihat hadir seorang diri. Bergaun indah dan terbuka dibagian atas. Terlihat anggun dengan balutan warna putih, terlihat senada dengan keadaan resto.“Hai,” jawab Baswara yang kemudian melirik ke sisi belakang Jane seakan tengah mencari seseorang.“Daddy akan datang terlambat, begitu pula dengan Tuan Sanjaya,” jelas Jane yang begitu peka akan sikap Baswara.“Oke,” jawab Baswara ten
“Bas, Baswara, mengapa kau termenung?” tanya Sam membuyarkan lamunan Baswara yang sedari tadi terduduk menatap lantai.“Ah, ya, maksudku tidak,” ucap Baswara dengan salah tingkah.“Aku yakin ada sesuatu yang terjadi. Tidak mungkin seorang Baswara rela bangun begitu pagi dan mengunjungiku ke rumah sakit, jika tidak terjadi sesuatu.”Wajah penuh yakin Sam saat menatap Baswara membuat dirinya tidak berkutik. Dengan mata beralih pandang, Baswara pun mulai menceritakan kejadian yang terjadi tadi malam.***Seorang pria dewasa datang menghampiri Soga dan Baswara. Berbaju rapi bak eksekutif muda dengan berbalut jas. Melangkah tenang dengan tatapan ramah.“Soga, apa yang kamu lakukan di sini?” tanyanya dengan sedikit berbisik.“Bisakah Yaya memberitahukanku jalan yang tempo hari aku lewati. Aku tidak tahu namanya,” ungkap Soga dengan wajah penuh harap.Tetapi sayang pria i
“Sam, bagaimana keadaanmu saat ini?” tanya Baswara melalui gawainya.Bukannya menjawab, Sam malah tertawa terbahak hingga sulit berhenti. Sedangkan Baswara hanya diam, tidak seperti biasa akan kembali meledek Sam.“Kau sudah menanyakan ini sejam yang lalu, Bas. Apakah kau begitu gerogi untuk bertemu dengan Kana?” tanya Sam dengan begitu yakin.“Andai kau bisa keluar dari rumah sakit dan menemaniku di sini, Sam,” ungkap Baswara dengan nada yang bergetar.“Hahahaha, Baswara Sanjaya. Aku tidak menyangka, dibalik kesempurnaan yang kau miliki. Ada kekurangan yang begitu mempermalukan, terlebih mengingat status playboy-mu di masa lalu.”Wajah Baswara memerah bukan karena marah, melainkan malu akan kejujuran Sam yang begitu mengenal baik dirinya.“Aku harus kembali, sepertinya Kana sudah tiba. Aku harap semua berjalan lancar,” ucap Baswara sebelum memutus panggilannya.Gemuruh mengh
“Soga, mengapa kamu berkata begitu?” tanya Kana dengan wajah bingung sembari menatap ke arah Baswara dan Soga bergantian.“Bunda, dia pria yang sempat aku ceritakan kemarin,” jelas Soga dengan sedikit merengek.Kana terdiam dan mencoba mengingat, sedangkan Baswara menatap kaku setelah mendengar Soga memanggil Kana dengan sebutan Bunda.“Bunda? Jangan bilang kalau bocah ini adalah anak dari Kana,” gumam Baswara dengan rasa nyeri dihatinya.Begitu pula Kana yang kini menatap balik ke arah Baswara, sepertinya ia merasa tidak yakin bahwa sosok yang diceritakan Soga tempo hari adalah Baswara.“Sepertinya terjadi kesalah pahaman,” ucap Baswara yang mencoba mencairkan suasana.“Kana, Soga, ayo kita pulang!” ajak seorang pria dengan tatapan penuh kasih.Belum lagi Baswara bisa mengontrol hatinya, pria itu datang dan menambah ketegangan.“Bukankah anda yang kemarin tempo
Baswara tiba di apartemen dan menemui petugas apartemen yang merupakan orang suruhannya. Keduanya telah membuat janji bertemu di area parkir. “Informasi apa yang ingin kau katakan padaku?” tanya Baswara dengan wajah yang begitu ketat. Sangkin ketatnya, cukup membuat si petugas apartemen menjadi gugup dan sedikit takut. “Begini Tuan, saya memperhatikan bahwa ada dua orang pria yang sering mengunjungi apartemen anda. Salah satu dari mereka tidak pernah lagi terlihat datang,” jelasnya dengan wajah serius. “Pria yang kau maksud, ini bukan?” tanya Baswara sambil menunjukkan wajah Sam yang ada di layar gawainya. Kedua mata si petugas terbelalak, ia menatap takjub ke arah Baswara sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia tidak menyangka, Baswara memiliki foto pria yang ia maksud. “Namun, masih ada satu orang pria lain yang juga sering berkunjung kemari. Dia selalu mengenakan baju kaos dan topi hitam lengkap dengan maskernya. Saya berusaha memperhatik
Bel apartemen berbunyi, dengan segera perawat itu bangkit dan membukakan pintu. Kedua matanya terlihat memerah, masih dengan tubuh gemetar ia menyambut kedatangan Alea.“Ada apa?” tanya Alea dengan wajah bingung.“Baswara mencarimu, ia menekanku akan kepergianmu yang tanpa pengawasanku,” jelas perawat itu sambil menyeka air matanya.“Tenang saja, biar aku yang menghadapinya!” ucap Alea dengan langkah mantap menuju ruang tengah.“Apakah anda sudah lama datang dan ... apakah anda datang untuk menemuiku?” tanya Alea dengan raut wajah tidak merasa bersalah.“Tidak, aku datang untuk menemui perawatmu. Aku ingin tahu seperti apa perkembanganmu. Sebagai pelaku, bukankah ini merupakan hal yang wajar untuk aku lakukan?” tanya Baswara dengan lantangnya. Matanya terus menatap tajam keseluruh sikap tubuh Alea.“Kau sedikit berbeda hari ini, Alea. Kau tidak lagi bersikap lugu dan mal