Share

Waragang

Baswara menatap bingung, ia tidak merasa mengenalnya. Tatapan bingung Baswara membuat si anak semakin kesal hingga berteriak kencang dihadapannya.

“Hei!” ucapnya sambil menepuk kuat meja Baswara. “Aku sedang berbicara denganmu!”

“Bisakah kamu bersikap lembut, bocah kecil,” ucap Baswara dengan tatapan penuh kebencian.

“Kau harus bertanggung jawab! Kau pikir nyawa seseorang itu mainan?!” ucap Si bocah yang semakin membuat Baswara kesal. Namun, Baswara masih bisa menjaga sikapnya dengan baik meskipun nyaris terpancing.

“Sepertinya kau salah orang, Nak!” ucap Baswara yang kemudian hendak bangkit dengan kopi di tangannya.

“Kau pikir, kau manusia paling kaya, hah? Uangmu tidak dapat membeli nyawa seseorang!” teriak bocah itu kembali, membuat langkah Baswara terhenti seketika. Sambil menatap tajam dengan dahi mengernyit Baswara meletakkan kopi dengan kasar di atas meja hingga berceceran.

“Apa maksudmu?”

Seorang pria berumur terlihat melihat kesekitaran. Tatapannya terhenti kala melihat keberadaan Baswara. Dengan segera ia melangkah cepat dan mendekati bocah kecil yang tidak lain merupakan majikannya.

“Tuan muda Soga, apa yang anda lakukan di sini?” tanya pria itu sambil terduduk memegang erat kedua bahu tangan Soga.

“Aku harus memperingati pria ini. Dia pelaku tabrak lari tadi. Aku ingat betul plat dan wajah pengemudinya,” jelas Soga dengan tatapn kebencian sembari menunjuk ke arah Baswara.

Baswara terdiam, ia masih merasa bingung akan tuduhan yang dilayangkan kepadanya. Ia tidak merasa pernah melakukan itu, namun plat nomor yang anak itu sebutkan benar menunjukkan plat milik mobilnya.

“Maafkan kami,” ucap si pria tua yang kemudian meminta Soga untuk ikut dengannya. Namun, Soga meronta-ronta, enggan pergi sebelum menyelesaikan keinginannya. Sambil terus menggerak-gerakkan badannya, Soga pun berteriak, “Ingat! Aku akan menuntutmu. Kau harus bertanggung. Aku akan memanggil pengacaraku untuk memasukkanmu ke penjara. Ingat omonganku. Soga, ingat namaku!” teriak Soga yang perlahan kian menjauh dari Baswara.

Merasa malu karena menjadi tontonan, Baswara pun pergi meninggalkan kantin. Langkahnya melunglai dengan pikiran yang terus bercabang. Hatinya merasa ragu, dalam hati ia berbisik, “Tidak mungkin anak itu sembarang menuduhku, terlebih saat melihat tatapan seriusnya. Namun, aku tidak mengerti akan apa yang ia katakan. Aku tidak merasa menabrak siapapun. Jika ada, itu kejadian tempo hari dengan Alea sebagai korbannya.”

Seketika pikiran Baswara kembali teringat akan sosok Alea yang masih berada di apartemennya. Wajahnya terlihat kacau dengan urat berurat yang timbul disekitaran dahi. Wajahnya memerah dengan kepala yang terasa begitu panas. Lelah dan penat yang ia rasakan ditengah kejadian demi kejadian yang harus ia hadapi.

Langkahnya terhenti tepat di depan ruangan Sam. Dari balik kaca pintu, ia melihat Sam masih terbaring dengan mata terpejam. Tidak ingin mengganggu, Baswara memilih duduk di kursi panjang yang berada di samping pintu. Duduk merunduk dengan kedua tangan menggenggam erat rambut hitamnya.

“Tuan, Tuan Baswara,” panggil seorang perawat.

Baswara menengadahkan wajahnya dan berusaha kembali bersikap tenang dengan memperlihatkan senyumannya.

“Tuan diminta menemui Dokter sekarang!” ucap si perawat yang kemudian membawa Baswara memasuki ruang dokter.

***

Dering gawai Baswara berbunyi, membuatnya terbangun dan tersadar. Entah sejak kapan dia tertidur di atas sofa ruangan Sam berada. Gawai terus berdering, terlihat nama Sanjaya tertulis di sana. Bukannya mengangkat panggilan masuk, Baswara memilih menon aktifkan gawainya lalu kembali memejamkan mata.

“Kenapa tidak diangkat? Apakah itu dari Tuan Sanjaya?” tanya Sam yang ternyata sudah terbangun sedari tadi.

Kedua mata Baswara terbelalak dan menatap Sam dengan senangnya. Tersenyum dan melangkah mendekati Sam yang masih terlihat lemah.

“Bagaimana keadaanmu Sam? Apakah kau merasa sakit dibagian tertentu?” tanya Baswara dengan tatapan hawatir.

Sam menggeleng sambil tersenyum.

“Maafkan aku, Bas. Aku lupa mengabarimu bahwa aku sakit,” jelas Sam dengan wajah yang terlihat pucat.

“Tidak mengapa, aku akan memindahkanmu ke rumah sakit lain Sam. Kau sebaiknya beristirahat dengan tenang selama perawatan. Sepertinya kau terlalu lelah bekerja belakangan ini,” ungkap Baswara dengan kedua mata yang berkaca-kaca. Entah apa yang ia dengar dari penjelasan dokter, namun yang pasti ia begitu merasa sedih sekaligus takut kehilangan.

“Aku sudah lebih baik, hanya tinggal lemasnya saja. Mungkin lusa aku sudah bisa kembali bekerja,” jawab Sam yang kini mencoba duduk namun kesulitan.

“Berbaringlah Sam! Jangan memaksakan diri. Aku tidak ingin terjadi hal buruk pada dirimu. Lebih baik memberikanmu liburan selama sebulan daripada ...,” ucapan Baswara terhenti, nada suaranya terdengar bergetar seperti menahan tangis. Sikap aneh Baswara membuat Sam bingung, hingga membuatnya menatap curiga.

“Ada tugas penting yang akan kamu selesaikan. Maka dari itu, aku harap kamu bisa pulih segera,” ucap Baswara yang berlagak tegas, berdiri menatap penuh tekanan ke arah Sam.

Wajah Sam terlihat kecut mendengar ucapan Baswara, namun Baswara merasa senang karena berhasil menutupi kegelisahan hatinya.

“Beristirahatlah, Sam! Besok kita akan pindah rumah sakit. Aku harus kembali pulang, ada pertemuan esok pagi!” ucap Baswara dengan wajah meledek.

“Yah, berhati-hatilah di jalan. Jangan sampai kau memakan korban lagi,” ucap Sam yang terlihat meledek Baswara kembali.

Bukannya jengkel, Baswara justru terdiam di sepanjang jalan. Ucapan Sam kembali membawa Baswara mengingat Soga.

“Soga, nama yang unik. Pemberani dan memiliki ingatan yang kuat. Dia terlihat hebat seperti prajurit muda. Namun sayang, aku masih tidak memahami apa yang ia omongkan.”

Baswara terus melaju menuju rumahnya. Saat melewati taman, ia kembali mengingat sosok gadis yang begitu mirip dengan Kana.

“Aku merindukanmu Kana, terlalu banyak yang harus aku kerjakan. Semua yang terjadi seakan menjadi pertanda bahwa kita akan sulit bertemu. Namun, aku yakin akan segera menemukanmu. Waktu berjalan begitu cepat, hanya tersisa lima bulan mendekati usia tiga puluh,” gumam Baswara dengan raut wajah lelah bercampur penat.

Mobil mewah bewarna merah telah memasuki garasi rumah. Baswara berjalan lambat memasuki rumah sambil melonggarkan dasinya. Bukannya masuk melalui pintu utama, Baswara justru melangkah melalui pintu kecil yang sering digunakan para pekerjanya. Tatapan mata mereka terlihat bingung akan keberadaan Baswara yang terlihat melewati ruangan mereka. Namun, Baswara mengabaikan dan terus saja melangkah menuju kamarnya.

Sebuah suara terdengar, diikuti tawa yang menggelegar. Ternyata itu suara ayahnya yang sedang berbincang melalui gawainya. Seakan memiliki firasat, Baswara memilih berhenti sejenak untuk menguping pembicaraan mereka.

“Yah, Baswara bisa dengan mudah mengembangkan bisnis kita. Begitu pula Jane yang sangat baik dalam menganalisa perkembangan. Jika keduanya bersama, maka kita bisa menguasai perekonomian dunia. Akan ada banyak perusahaan kecil yang bernaung dibawah kekuasaan kita. Sebuah ide yang baik Tuan Mark,” ucap Sanjaya dengan nada bangga.

Wajah Baswara seketika memerah, tangannya mengepal penuh kebencian. Dadanya bergerk cepat naik turun, napas berderu dengan gejolak amarah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status