Home / Romansa / Aduh, Bosku Bucin / 3. Ternyata Tetangga

Share

3. Ternyata Tetangga

Author: dtyas
last update Last Updated: 2025-09-29 07:36:09

Bab 3

“Hah.”

Bintang menghela nafas saat tiba di depan lift apartemen. Hari pertama bekerja di Jakarta, sungguh melelahkan. Masih belum hafal rute menuju kantor dan mengandalkan angkutan umum. Belum lagi kepadatan di jalanan mengakibatkan macet. Dalam hati ia menyemangati diri sendiri agar tidak menyerah lalu resign dan pulang kampung.

Parahnya lagi, di kantor ia harus bertemu dengan seseorang dari masa lalu. Bahkan harus rela setiap hari melihatnya, dia Asoka. Di ruangan yang sama sebagai ketua tim. Membayangkannya saja, Bintang kesal sendiri. Ternyata dunia memang sesempit daun kelor. Dari banyaknya tempat ia harus berada satu tempat dengan Asoka. Dari banyaknya manusia yang ada di dunia ini, dia harus bertemu lagi dengan Asoka.

Mendadak ia teringat ucapan Medi kalau hubungan mereka bisa berubah menjadi cinta. Bintang langsung bergidik ngeri membayangkan hal itu. Mana mungkin ia bisa menyukai apalagi jatuh cinta pada Asoka, membayangkannya saja membuatnya berekspresi ingin muntah.

Jam segini ternyata ramai juga antrian lift. Gegas Bintang masuk ke kotak besi itu ketika sudah terbuka dan orang yang di dalamnya keluar. Sebenarnya ia tinggal di lantai enam, tapi kalau harus menggunakan tangga darurat, bisa-bisa ia pingsan. Pintu lift terbuka di lantai tujuan.

“Permisi,” ucap Bintang agar pengguna lain bergeser. Kembali menghela lega, ia hampir sampai di unit untuk istirahat.

Lift di sebelah terbuka dan keluarlah seseorang yang dia kenal.

“Kamu ….”

Orang itu menoleh, dia Asoka. Terlihat berdecak dan melenggang pergi.

“Hei, tunggu.”

Bintang bergegas mengejar Asoka dan menahan langkah pria itu.

“Kenapa kamu ada disini? Jangan bilang kamu buntuti aku ya?” cecar Bintang.

Asoka menatap Bintang datar dan tanpa minat. Raut wajahnya menunjukan gurat kelelahan sama seperti Bintang.

“Percaya diri sekali, untuk apa aku ikuti kamu. Memang semenarik apa dirimu sampai aku lakukan hal begitu.”

Suara Asoka bagai gemuruh dan petir, sangat mengganggu dan cukup memekakan telinga. Emosi Bintang kembali tersulut.

“Kamu ….” Bintang mengepalkan kedua tangan menyalurkan emosinya. Kalau saja Asoka bukan rekan kerja apalagi ketua tim, ingin sekali dia menghajar wajah sok tampan dan sombong itu. Kalau perlu ia melayangkan tendangan maut sampai pria ini tersungkur.

Sabar, Bintang, sabar.

Bintang menarik nafas lalu menghembuskannya. Belum selesai, Asoka sudah kembali melangkah bahkan menyenggol Bintang saat melewatinya.

“Heh, tunggu dulu. Kamu ngapain ada di sini?” tanya Bintang mensejajari langkah Asoka.

“Menurut kamu?” Asoka malah balik tanya, masih terus melangkah.

“Jangan bilang kamu tinggal di sini juga? Tidak boleh, cukup di kantor saja. Jangan sampai kita tinggal di gedung yang sama.

Asoka menghentikan langkahnya dan menunjuk pintu unit. Unit dengan nomor 611.

“Aku memang tinggal di sini, sudah setahun.” Menekan tombol untuk membuka passcode dan akhirnya pintu unit terbuka, dia masuk lalu kembali menutup pintu.

“Hah, jadi kami tinggal di lantai yang sama. Juga …. “ Bintang menatap pintu unit di sebelahnya, 612. Unit miliknya berdampingan dengan milik Asoka.

Sebenarnya bukan milik pribadi, ia hanya menyewa. Tapi kalau harus pindah dengan alasan bertetangga dengan Asoka, sangat berlebihan. Selain ia sudah bayar diawal, mencari hunian aman dan nyaman dengan cepat sangat sulit. Ia pun pasrah harus bertetangga dengan Asoka, pria menyebalkan menurut versinya.

***

Bintang menguap, tidurnya kurang nyenyak. Mungkin karena di tempat baru, masih menyesuaikan diri. Keluar dari unitnya, berangkat lebih awal agar tidak terjebak macet. Ternyata tepat saat Asoka juga keluar dari unit miliknya.

Brak.

Bintang menutup pintu dengan keras, lalu mendahului pria itu bahkan tanpa menyapa. Sudah mengatakan kalau di luar kantor, tidak ada hubungan dan urusan. Jadi, ia tidak perlu berpura-pura ramah dan santun.

Sama-sama menunggu lift, saat pintu terbuka gegas Bintang melangkah duluan. Sudah ada beberapa orang di dalam lift, saat Asoka masuk terdengar alarm menandakan terlalu banyak beban. Bintang tersenyum smirk melihat Asoka melangkah keluar.

Hampir satu jam, Bintang tiba di kantor. Pagi ini dia menggunakan alternatif selain ojek online, nyatanya lebih lama dan sempat salah naik armada. Baru duduk dan menyalakan komputer. Sudah ada pesan di grup chat menginformasikan rapat tim, yang akan dilaksanakan sepuluh menit lagi.

“Masih ada waktu,” gumam Bintang lalu beranjak menuju pantry dan membuat kopi. Selain masih ada sisa kantuk, ia pun belum sarapan.

“Bintang.”

Bintang pun menoleh mendengar namanya disebut.

“Iya, mas,” sahut Bintang mendapati rekan satu timnya menghampiri. Pria itu bernama Marzuki, sesuai dengan id card karyawan yang digunakan.

“Mau kemana, kita sebentar lagi ada briefing.”

“Ke pantry, mas. Permisi.” Bintang mengangguk dan kembali melanjutkan langkahnya, mengabaikan Marzuki yang masih menatap. Entah apa yang digumamkan pria itu, yang jelas ia tidak suka berlama saling tatap. Ada rasa tidak nyaman, seperti tatapan pria mesum.

Briefing pun dimulai, saat Asoka memasuki ruangan. Hari sial sepertinya masih membayangi hidup Bintang. Mendapati Asoka dan dirinya harus berada dalam circle yang sama dan kali ini ia harus sabar karena Marzuki duduk di sampingnya. Bahkan ia harus rela menjawab pertanyaan receh dan gombal yang diucapkan pria itu.

“Selain project yang sudah berjalan, ada tugas baru untuk kita. Lumayan besar, proyek villa dan resto. Lokasi di luar kota, tepatnya kota B,” tutur Asoka sebagai ketua tim.

Bintang mendengarkan arahan dari Asoka, ia berusaha untuk profesional dan akan menunjukan kalau ia bisa diperhitungkan dengan kompetensinya.

“Untuk itu kita harus survey ke lokasi dan saya menugaskan Marzuki juga Bintang,” ujar Asoka lagi.

Bintang terbelalak tidak menduga namanya akan disebut. Mereka harus survei keluar kota dan ia harus berada diantara kedua pria ini. Kedua pria yang menyebalkan.

“Siap, mas,” sahut Marzuki. “Tenang saja Bintang, ada saya. Kamu akan nyaman selama dalam perjalanan ataupun di lokasi. Saya pastikan nyaman itu akan berubah juga menjadi benih-benih cinta.”

Peserta rapat langsung heboh mendengar ucapan Marzuki, kecuali Asoka. Bintang hanya senyum terpaksa merespon hal itu.

“Kita berangkat besok, kemungkinan tiga hari. Sekalian mengecek lokasi proyek yang sudah selesai. Jaraknya hanya dua jam dari lokasi ini,” tutur Asoka lagi.

“Oke, siap Mas Oka,” seru Marzuki.

“Bintang, kamu siap?” tanya Asoka. “Kalau tidak siap, saya bisa hubungi Pak Medi untuk urus mutasi kamu balik ke cabang.”

“Eh, jangan Mas. Saya, siap kok.”

“Siap apa?” tanya Asoka.

“Ya … siap itu, ikut survei,” sahut Bintang terbata.

“Biasakan fokus, jangan banyak melamun.”

Bintang mengangguk, tanpa menjawab Asoka. Tidak mungkin berdebat meski mulutnya ingin sekali merepet. Rasanya ingin dia jambak rambut pria yang berlagak sok ganteng itu. Siapa yang melamun, dia hanya tidak menduga kalau ditugaskan keluar kota.

Jadi kepikiran Candra. Di mana pria itu sekarang. Semoga tidak bertemu lagi, apalagi sampai kedapatan dirinya bekerja bersama Asoka.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aduh, Bosku Bucin   6. Kita Lihat Saja

    BAb 6“Ternyata, kamu bangsat juga ya.”Marzuki terkekeh, padahal Asoka menyinggungnya. Mungkin karena merasa dirinya memang bangs4t.“Mas Oka,” ucap Marzuki. “Di dunia ini hanya ada dua jenis pria. Bangs4t dan belok. Hanya kadar kebangs4tannya berbeda-beda. Seharusnya para wanita bersyukur dengan pria macam saya ini, dari pada dapat yang belok. Mas Oka, jangan kelamaan jomblo takutnya jadi belok,” tutur Marzuki lalu menepuk bahu Asoka dan berjalan mendahului.Dasar gila, batin Asoka.Kegiatan mereka sempat terjeda makan siang, lalu kembali ke lokasi untuk melengkapi dokumentasi yang dibutuhkan. Hampir pukul tiga saat rombongan itu berpindah ke penginapan yang tidak jauh dari lokasi survei untuk bermalam dan melanjutkan pekerjaan mereka.Asoka dan Marzuki satu kamar dan Bintang di kamar berbeda. Kebetulan kamar mereka terjeda dua kamar lainnya.“Kita rehat dulu, setengah jam lagi kita kumpul di sini,” seru Asoka menunjuk ruang tunggu yang cukup luas menghadap ke arah taman. “kita perl

  • Aduh, Bosku Bucin   5. Kamu ... Bangs4t

    Bab 5“Dasar nggak peka. Hampir dua jam nggak ada inisiatif melipir. Hih.” Bintang bergumam mengeluarkan keluhannya terhadap Asoka saat mencuci tangan. Baru saja selesai dengan urusan di bilik toilet.Mengecek di maps, ternyata perjalanan mereka masih dua jam lagi. Tidak ingin bergegas, Bintang mematut dulu wajahnya di cermin. Memastikan penampilannya masih layak.“Oke, kita lanjut lagi. Satu mobil dengan kulkas dari kutub dan raja gombal. Biar kata jomblo, nggak ada tertarik sama kedua cowok itu. Hih, jauh-jauh deh.”Bintang keluar dari toilet, hendak berbelok keluar menuju minimarket di mana Asoka menunggu.“Sudah beres?”“Astaga,” pekik Bintang sambil mengurut dada.“Kamu lucu kalau kaget gitu, tambah imut,” seru Marzuki sambil terkekeh.“Ish, jangan gitu lagi, mas. Saya kaget loh.”“Oh iyakah, maaf ya. Padahal aku niat baik tungguin kamu.” Melihat gerakan Marzuki yang akan menyentuhnya, Bintang gegas melangkah pergi. “Hei, Bintang, kok pergi.”Asoka berada di meja tidak jauh dari

  • Aduh, Bosku Bucin   4. Rencana Busuk Zuki

    Bab 4Asoka bersandar dan memijat dahinya pelan. Tidak menduga ia akan bertemu lagi dengan gadis itu. Bintang. Gadis yang kepergok satu kamar dengannya. Masih menjadi misteri kenapa dia bisa ada di kamar dengan Bintang dalam keadaan tidak sadar. Parahnya lagi, tidak berpakaian.Semenjak kejadian itu, rekan nya menduga Asoka dan Bintang memang ada hubungan. Padahal baru berinteraksi dan bicara di malam itu. Sepertinya mereka korban jebakan, tapi siapa yang melakukan itu dan apa maksudnya. Sama seperti dulu, ia tidak peduli. Meski penasaran, tapi dianggap angin lalu.Hendak menemui Medi, atasannya. Asoka meninggalkan ruangan, sempat melewati kubikel Bintang dan gadis itu fokus menatap layar komputer. Melewati pintu darurat yang tidak tertutup rapat, terdengar suara berbincang.“Kebiasaan, kalau merokok di tangga. Mana nggak ditutup. Gimana kalau asapnya masuk kemari.”Tangan Asoka sudah berada di gagang pintu dan akan mendorong untuk menutup, tapi tertahan saat mendengar percakapan itu

  • Aduh, Bosku Bucin   3. Ternyata Tetangga

    Bab 3“Hah.”Bintang menghela nafas saat tiba di depan lift apartemen. Hari pertama bekerja di Jakarta, sungguh melelahkan. Masih belum hafal rute menuju kantor dan mengandalkan angkutan umum. Belum lagi kepadatan di jalanan mengakibatkan macet. Dalam hati ia menyemangati diri sendiri agar tidak menyerah lalu resign dan pulang kampung.Parahnya lagi, di kantor ia harus bertemu dengan seseorang dari masa lalu. Bahkan harus rela setiap hari melihatnya, dia Asoka. Di ruangan yang sama sebagai ketua tim. Membayangkannya saja, Bintang kesal sendiri. Ternyata dunia memang sesempit daun kelor. Dari banyaknya tempat ia harus berada satu tempat dengan Asoka. Dari banyaknya manusia yang ada di dunia ini, dia harus bertemu lagi dengan Asoka.Mendadak ia teringat ucapan Medi kalau hubungan mereka bisa berubah menjadi cinta. Bintang langsung bergidik ngeri membayangkan hal itu. Mana mungkin ia bisa menyukai apalagi jatuh cinta pada Asoka, membayangkannya saja membuatnya berekspresi ingin muntah.J

  • Aduh, Bosku Bucin   2. Ketua Tim. Dia ... Asoka

    Bab 2“Aku ….” Asoka terdiam. Ia tidak kenapa bisa ada di kamar ini. Hanya ingat terakhir ia berada di belakang stage untuk rehat karena akan bergantian mengisi acara. Menerima nasi box konsumsi juga air mineral botol lalu entahlah. Yang mendominasi di kepalanya hanya rasa sakit. Jangankan untuk mengingat, bahkan ia bingung dan tidak mengerti dengan cecaran pertanyaan yang ditujukan padanya.“Jelaskan dong, jangan diam aja. Kita nggak ngapa-ngapain dan ini kamar aku.”Gadis ini ikut mengoceh memintanya menjelaskan. Sedangkan Asoka bingung harus menjelaskan apa.”“Asoka!” sentak gadis itu.“Aku belum tuli. Tidak usah berteriak.” Asoka menghela nafas sambil menyugar rambutnya menjauh dari Bintang.Saat ini mereka sudah berada di ruangan lain, bukan kamar yang tadi. Bintang sudah memakai pakaian lengkap. Ketiga senior termasuk Candra yang tadi menggerebek ada di ruangan itu, bersikap seperti hakim yang sedang melakukan sidang pada pasangan mesum yaitu dirinya dan Bintang.“Kalian ini, pa

  • Aduh, Bosku Bucin   1. Bertemu (Lagi)

    “Makasih ya pak,” seru Bintang sambil menyerahkan helm dan menaiki undakan tangga lobby.Hari pertama ia bekerja, sebenarnya bukan kali pertama juga. Bintang dimutasi ke kantor pusat. Tentu saja karena pencapain dan prestasi kerjanya. Memasuki area lobby, gedung Emerald Company, ia bertanya pada bagian informasi lantai tujuannya. Emerald Design, Firma arsitektur. Salah satu usaha dari Emerald Company.“Emerald Design, lantai delapan ya.”“Lantai delapan, oke, terima kasih mbak,” ujar Bintang lalu bergegas menuju lift.Tidak ingin memberikan kesan buruk di hari pertamanya bertugas. Ia tidak boleh terlambat. Melirik jam tangan, masih ada lima belas menit sebelum waktu kerja dimulai. Berdesakan saat memasuki lift, tidak mungkin menggunakan tangga darurat. Bisa-bisa ia kehabisan nafas saat tiba di lantai tujuan.Keluar dari lift, Bintang melihat penunjuk arah dan kembali bertanya pada meja informasi.“Saya Bintang Lita Anjani, dari cabang Jogja. Ini surat tugas mutasi saya,” ujar Bintang.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status