Beranda / Romansa / Aduh, Bosku Bucin / 4. Rencana Busuk Zuki

Share

4. Rencana Busuk Zuki

Penulis: dtyas
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-29 07:36:39

Bab 4

Asoka bersandar dan memijat dahinya pelan. Tidak menduga ia akan bertemu lagi dengan gadis itu. Bintang. Gadis yang kepergok satu kamar dengannya. Masih menjadi misteri kenapa dia bisa ada di kamar dengan Bintang dalam keadaan tidak sadar. Parahnya lagi, tidak berpakaian.

Semenjak kejadian itu, rekan nya menduga Asoka dan Bintang memang ada hubungan. Padahal baru berinteraksi dan bicara di malam itu. Sepertinya mereka korban jebakan, tapi siapa yang melakukan itu dan apa maksudnya. Sama seperti dulu, ia tidak peduli. Meski penasaran, tapi dianggap angin lalu.

Hendak menemui Medi, atasannya. Asoka meninggalkan ruangan, sempat melewati kubikel Bintang dan gadis itu fokus menatap layar komputer. Melewati pintu darurat yang tidak tertutup rapat, terdengar suara berbincang.

“Kebiasaan, kalau merokok di tangga. Mana nggak ditutup. Gimana kalau asapnya masuk kemari.”

Tangan Asoka sudah berada di gagang pintu dan akan mendorong untuk menutup, tapi tertahan saat mendengar percakapan itu meski tidak sengaja.

“Iya, Bintang. Karyawan baru, rekan satu tim sama gue.”

Dahi Asoka mengernyit mendengar nama Bintang disebut dan ia mengenal suara pria yang membicarakannya. Marzuki.

“Target berikutnya nih.”

“Iyalah. Cantik dan masih polos, tipe gue banget. Kebetulan Asoka kasih tugas ada dianya. Sekali mendayung, dua, tiga pulau terlampaui.” Marzuki terkekeh pelan.

“Terus, lo mau ngapain?”

“Lihat situasi, kalau ada kesempatan. Gue mau buat dia nggak sadar lalu  … lo tahu sendirilah, gue bakal ngapain.”

“Parah lo, dasar bajing4n.”

Marzuki terkekeh. “Belum tentu Bintang masih per4wan, kalau ia berarti gue beruntung. Sekarang dia malu-malu kucing, tapi kalau udah kena sama gue pasti ngejar-ngejar. Siapa yang nggak kenal Marzuki, si player dari Emerald Design. Bela aja masih hubungi gue kalau butuh. Punya kelebihan itu dieksplor, jangan kayak Asoka. Wajah ganteng, tapi jomblo. Sama perempuan sikapnya dingin. Jangan-jangan dia maho,” tutur Marzuki lagi.

Asoka urung menutup pintu darurat dan pergi dari sana. Sudah tahu sepak terjang Marzuki dan dikenal sebagai player. Tidak menyangka kalau Bintang menjadi target berikutnya. Ia hentikan dan bertindak, belum ada bukti. Dibatalkan keberangkatan Bintang, pasti akan ada momen atau waktu lain untuk Marzuki melakukan rencananya. Ia harus hati-hati dan mengawasi pria itu. Tapi untuk apa, kenapa pula ia harus peduli dengan Bintang. Entahlah, Asoka pun bingung sendiri.

Rencana menemui Medi tidak jadi dilakukan, Asoka malah kembali ke ruangan dan memanggil Bintang serta Marzuki untuk membicarakan kegiatan besok. Dari interaksi mereka, Asoka menilai Marzuki cukup berani dan terang-terangan menggoda Bintang. Pun saat diskusi selesai, Marzuki lebih intens menggoda Bintang.

“Di kota B dingin loh, tapi kamu nggak usah khawatir ada aku yang akan menghangatkan.”

“Tidak perlu mas, saya akan bawa jaket tebal,” sahut Bintang.

“Jangan ghibah di sini. Sana bubar!”

Bintang mencibir diusir Asoka, padahal dia berharap Marzuki mendapatkan teguran. Sangat tidak nyaman dengan ucapan dan sikap pria itu. Asoka tidak terpengaruh dengan cibiran Bintang, hanya menatap datar dengan posisi tangan bersedekap.

***

Kegiatan ke kota B menggunakan mobil milik Asoka. Tiga hari jauh dari rumah, tentu saja barang yang dibawa agak banyak. Apalagi perempuan, lebih ribet dari para laki-laki. Koper sudah siap juga ransel yang dipakai. Bintang keluar dari unitnya dan turun ke lobby. Sudah membuka ponsel siap memesan taksi.

“Bintang.”

Mendengar namanya dipanggil, Bintang pun menoleh. Ternyata Asoka.

“Kenapa?” tanya Bintang. Nada suara dan raut wajahnya tidak ramah.

“Ck, ikut saya!”

“Loh, kemana?”

“Kantor, kamu pikir kemana? Losmen?”

“Dih, ogah amat. Kejadian dulu, kamu masih hutang penjelasan,” seru Bintang. Asoka mengabaikannya dan berlalu menuju parkiran basement diikuti Bintang sambil menyeret koper.

“Ini maksudnya saya ikut mobil kamu?”

Asoka menghela nafas, karena Bintang baru paham.

“Jangan mikir aneh-aneh, ini biar cepat. Mampir ke kantor hanya jemput Marzuki. Kalau kamu berangkat sendiri, saya harus tunggu kalian dan akan makan waktu lagi.”

“Koper saya gimana?”

“Simpan di bagasi, memang mau kamu pangku koper itu selama perjalanan.” Asoka membuka pintu mobil meninggalkan Bintang yang masih bergumam tidak jelas.

Mesin mobil sudah dihidupkan juga pendingin udara, Bintang sudah memasuki mobil. Asoka kembali menghela nafas menatap mirror center.

“Kenapa duduk disitu, saya bukan supir kamu.”

Bintang memang duduk di kabin tengah, dia pikir Marzuki akan duduk disamping Asoka. Meski enggan ia berpindah duduk dan selama dalam perjalanan tidak ada yang bicara. Hanya suara lagu yang diputar oleh Asoka.

Duduk bersama Asoka dalam satu mobil membuat suasana menjadi canggung. Asoka hanya fokus dengan kemudi dan jalanan, berbeda dengan Bintang. Sejak keluar area apartemen, pandangannya tertuju ke luar jendela. Aroma parfum Asoka menguar di hidungnya, begitu maskulin dan menenangkan.

Sampai di lobby mobil berhenti, Bintang pun pindah lagi ke kabin tengah. Marzuki menghampiri dan membuka bagasi meletakan barangnya.

“Pagi Mas Oka,” sapa Marzuki dan dijawab hanya deheman. Marzuki melongok ke belakang. “Pagi, Bintangku.”

“Pagi juga, Mas Marzuki,” sahut Bintang dengan senyum terpaksa.

“Kamu cantik hari ini dan aku suka.” Marzuki bersenandung merayu Bintang seakan hanya ada mereka berdua di mobil.

“Zuki, seatbelt!”

“oh, iya, mas.”

Selama perjalanan, Asoka membahas terkait lokasi survei. Meski sudah pernah didiskusikan sebelumnya, ia kembali menegaskan tentang lokasi yang mereka tuju serta fokus tugas masing-masing.

“Usahakan tidak meleset dari target waktu yang sudah direncanakan. Kita harus melihat lokasi proyek yang sudah selesai untuk laporan,” tutur Asoka.

“Kalau boleh usul, bagaimana kalau saya dan Bintang fokus di lokasi survei dan Mas Asoka ke lokasi proyek yang sudah selesai. Kalau sudah beres baru gabung dengan kami.  Lebih efisien dan kita masih bisa komunikasi.”

Usulan Marzuki sudah pasti demi melancarkan rencananya. Dalam hati Asoka mengumpat untuk pria itu.

“Hm, boleh juga,” seru Asoka.

Senyum Marzuki begitu merekah mendengar hal itu. Berbeda dengan Bintang yang tidak suka dengan usulan itu. Tidak ingin berada di situasi hanya berdua dengan playboy cap kodok bernama Marzuki. Baru akan protes, tapi urung karena Asoka kembali bicara.

“Tapi kita lihat nanti ya. Survey ini lebih penting dibanding proyek yang sudah rampung.”

Mendengar itu, Bintang bersorak dalam hati. Berbeda dengan Marzuki, andai Asoka bisa melihat raut wajahnya yang langsung berubah tidak mood dan mengalihkan pandangan ke luar jendela.

“Mas, bisa berhenti di rest area depan. Saya perlu ke toilet,” ujar Bintang. Sudah hampir dua jam perjalanan dan Asoka belum menunjukan lelah apalagi kantuk. Bintang perlu ke toilet dan membeli kopi.

“Bisa.” Asoka agak menepi untuk berbelok ke rest area. “Kita ketemu di minimarket di sana.”

“Oke.” Bintang gegas membuka pintu mobil dan keluar begitupun dengan Marzuki.

Sambi menuju minimarket yang dimaksud, Asoka menghubungi seseorang dengan mode loudspeaker.

“Iya, Bos,” jawab seseorang di ujung sana.

“Kerjakan sesuai perintahku, jangan sampai lengah. Orang ini brengsek, penjahat kelamin,” ujar Asoka. “Bukan menggagalkan rencananya saja, tapi harus ada bukti.”

“Beres bos.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Aduh, Bosku Bucin   39. Pengakuan Candra (Dusta)

    Bab 39Asoka kembali ke kantor, baru saja menemui orangtuanya. Sudah diputuskan ia akan mengisi posisi yang lebih baik dan identitasnya akan disampaikan saat perayaan tahunan Emerald Company. Beberapa bulan lagi.Mobil sudah terparkir rapi di basement lalu menuju lift. Berharap Bintang belum pergi makan siang dan ia ada alasan untuk mengajak gadis itu keluar. Bucin, itu yang dia rasakan kini. Entahlah.Sampai di ruangan tidak mendapati meja Bintang kosong. Hanya ada beberapa orang di sana.“Mas, baru datang?” tanya Soni.“Hm.” Asoka mendekati kubikel Soni.“Bela kemana?” tanya Asoka. Alih-alih menanyakan Bintang malah bertanya tentang Bela.“Kelauar makan siang, kayaknya diundang Pak Candra. Udah dari tadi, belum jam istirahat mereka udah pergi.”“Pak Candra, BJ company?” tanya Asoka lagi.“Iya mas, siapa lagi. Tapi saya aneh deh. Pak Candra kayak yang gimana ke Bintang, tapi dekat juga sama Bela. Mereka sering komunikasi.Dalam hati Asoka mengumpat, sepertinya Candra memanfaatkan Bel

  • Aduh, Bosku Bucin   38. Dimana?

    Bab 38Bela menghela nafas sebelum menarik kursi, Candra tersenyum. menuangkan minuman ke dalam gelasnya juga gelas yang disiapkan untuk Bela.“Susah juga hubungi kamu,” cetus Candra. “Kemarin aku kemari, kamu tidak ada.”“Aku sibuk.” Bela mengambil gelas yang sudah terisi lalu meneguk habis isinya. Mengernyit dan memejam pelan merasakan alkohol melewati tenggorokannya.“Kamu dan Bintang satu tim, kalian dekat?”“Bintang?” Bela balik tanya.“Hm.” Candra kembali menuangkan minuman ke gelas Bela.Berada di ruang VIP di klub malam. Meski pintu ditutup rapat, suara bising musik tetap terdengar.“Tidak, dia baru bergabung. Katanya mutasi dari cabang, entahlah. Bukan levelku berteman dengannya,” tutur Bela. “Kenapa … jangan bilang kamu suka dengan Bintang?”Candra tertawa lalu bersandar.“Kami pernah dekat, bisa dibilang pacaran waktu kuliah. Dia adik tingkatku.”Terkejut dengan informasi itu, Bela sempat menganga lalu bersedekap sambil menggeleng pelan.“Aku pikir seorang Candra seleranya

  • Aduh, Bosku Bucin   37. Belum Ada Judul

    Bab 37Asoka memijat pelan tengkuknya saat keluar dari mobil. Merasa lelah dengan aktivitasnya hari ini. Serius tidak melibatkan Bintang dalam project milik Candra. Ia sendiri yang banyak terlibat di pekerjaan itu.Lelah dan kantuk yang dia rasakan, padahal ingin mengajak Bintang pulang bersama lalu makan malam. Rencana tinggal rencana. Memasuki area lobby dari arah basement, pandangan Asoka tertuju pada gadis yang baru keluar dari lift. berjalan sambil menunduk fokus dengan ponsel.Senyum terbit di wajah Asoka. Rasa lelahnya perlahan menguap mendapati gadis pujaan hati, muncul di hadapan.“Bintang.”Bintang pun menoleh.“Mas Oka, baru pulang?”“Hm. Mau kemana?” Asoka balik tanya.“Ke mini market. Aku lapar, di kamar nggak ada makanan.”“Oh, aku juga ada perlu ke sana.”Bintang dan Asoka berjalan bersisian meninggalkan lobby menuju minimarket. Dengan setelan rumahan, kaos dan celana pendek, Asoka memperhatikan Bintang.“Mas Oka lembut ya, pulang malam bener.”“Ada pekerjaan deadline,”

  • Aduh, Bosku Bucin   36. Ada Apa Dengan Kita

    BAb 36“Dia tidak mengenaliku,” ujar Asoka mengulang pernyataannya.“Tapi dia mengenaliku,” seru Bintang dan Asoka mengedikan bahu. “Aku malas bertemu dengannya, bilang saja aku sibuk.”Bintang serius dengan ucapannya, ia berbalik hendak kembali ke ruangan. Asoka menahan dengan memegang tangannya.“Aku tidak berhak menyuruhmu, tapi temui dulu.”“Kedatangannya bukan urusan pekerjaan dan aku menolak bertemu dengannya.”“Aku pun berharap kalian tidak bertemu, tapi temui saja. Sepertinya Candra masih menaruh harapan dan perasaan untuk kamu.”Bintang tertawa. “Sayangnya aku tidak.”“Baguslah. Temui dia dan kita bicara. Aku tunggu di sini.”Bintang menatap Asoka. Pria itu berdiri dengan gaya khasnya, kedua tangan berada di dalam saku celana.“Dia di depan informasi. Itu tempat umum, tidak mungkin dia macam-macam.”Dengan malas Bintang pun menuju ruang tunggu tidak jauh dari meja informasi atau resepsionis. Candra melihat kedatangan Bintang, langsung berdiri dan tersenyum.“Hai, Bintang,” sa

  • Aduh, Bosku Bucin   35. Candra VS Asoka

    Bab 35“Mas Oka sudah datang?” tanya Bela memastikan apa yang dia dengar. Ia pikir Asoka akan kembali dua hari lagi. Namun, pagi ini pria itu sudah kembali. “Lo serius mas Oka, bukan yang lain?”“Astaga Bela. Mata gue belum rabun kali. Orang seganteng itu nggak mungkin gue salah lihat.”“Hah, ribet ngomong sama kalian.” Bela meninggalkan meja informasi dan gegas menuju ruang kerjanya. Belum memikirkan lagi alasan yang tepat kenapa Bintang menggantikannya untuk survei.Sampai di ruangan, Asoka sudah ada di kubikelnya. Dalam hati Bela mengumpat, hari apa ini kenapa ia harus merasa sial padahal masih pagi. Berjalan pelan langsung menuju area kerjanya, berharap Asoka tidak melihat ia datang. Menghela lega, karena Asoka tidak merespon, bahkan sudah lima menit berlalu dan hampir semua karyawan di ruangan itu sudah hadir.“Aman,” gumam Bela sempat menoleh ke arah Asoka.Sedangkan di kubikel berbeda, Bintang berusaha fokus dengan layar komputernya. Namun, ada hal yang harus diselesaikan dan t

  • Aduh, Bosku Bucin   34. Risau ....

    Bab 34Bela mengumpat karena ponselnya berdering dan nama Candra muncul di sana. Sudah menghindar dengan mengutus Bintang saat survei, semoga saja Oka tidak akan tahu. Nyatanya Candra malah telpon.“Malas banget sih. Gue ngarep sama anaknya Pak Akbar bukan sama lo.”Bela melemparkan ponsel ke atas ranjang, melepas pakaiannya lalu menuju toilet. Baru saja tiba, padahal urusan kerja sudah selesai sejak tadi sore. Sempat hangout bersama temannya sekedar nongkrong di café.Keluar dari toilet, masih mengenakan bathrobe. Bela mengambil ponselnya. Ada pesan masuk dari Candra.[Kirim kontak Bintang]“Ck, dasar buaya. Sekarang mau merasakan yang cupu, tapi nggak apa. Dari pada gangguin gue terus.”Baru akan mengirim kontak Bintang pada Candra, ponselnya berdering. Kali ini nama Asoka yang muncul di layar.“Mas Oka, mau ngapain sih. Udah malam gini nelpon segala.”Bela menghela nafas sebelum menjawab panggilan itu.“Malam Mas Oka,” sapa Bela.“Kenapa yang survei Soni dan Bintang, aku sudah arah

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status