Share

Affair With Mantan
Affair With Mantan
Author: Dwie_ina

Bertemu Kembali

Ares mengendarai motornya dengan kecepatan di atas rata-rata, dia membelah jalan yang bisa dibilang cukup lengang.

Tujuan utamanya saat ini adalah sebuah pemakaman yang berjarak cukup jauh dari tempatnya tinggal.

Ares memarkirkan motornya di area pemakaman, dia menghembuskan nafas kasar, sebelum akhirnya dia melangkah ke dalam.

Terlihat Ares yang sedang menatap satu per satu gundukan di tanah. Tanpa terasa, kedua matanya berkabut.

Ares melangkah semakin masuk ke arah area pemakaman, kini dia berjongkok disalah satu gundukan tanah tersebut.

"Ma, aku sangat merindukan Mama. Kenapa Mama ninggalin aku secepat ini. Bahkan, saat tanah yang menutupi tubuh Mama masih basah. Papa sudah merencanakan pernikahannya dengan wanita lain."

Ares menghirup udara di sekitarnya, "Menurut informasi yang Ares dapatkan, wanita tersebut lebih muda dari papa."

Ares menggerakkan tangannya untuk mengelus batu nisan milik mamanya. Setelah lama mencurahkan isi hatinya, Ares kini berniat untuk pulang.

Setelah berpamitan untuk pulang, Ares melangkah ke luar menuju tempat di mana motornya berada.

*

Bukannya pulang, kini Ares berada di club. Memang jam baru menunjukkan pukul empat sore, tapi hal itu sama sekali tidak mengurungkan niat Ares untuk berada di tempat laknat itu.

"Aku mau tambah Vodka satu botol," ucap Ares, kepada bartender yang berada di hadapannya.

Setelah mendapatkan apa yang diinginkan, Ares memilih untuk pindah tempat duduk.

Sofa yang berada di pojokan, menjadi pilihan yang tepat bagi Ares.

Setelah mendudukkan pantatnya, Ares teringat dengan apa yang diucapkan oleh papanya beberapa hari lalu.

"Papa akan melaksanakan pernikahan kembali," ucap sang papa saat mereka berdua berada di meja makan.

Ares yang hendak menyuapkan makanan ke dalam mulutnya, langsung mematung seketika. Jemarinya mencengkram erat sendok yang ia genggam.

"Papa paham konsep orang sedang berduka gak sih? Atau papa sudah selingkuh, sedari mama sakit?"

Kilas balik percakapan itu, membuat kepala Ares semakin pusing. Dia menenggak vodka yang berada di dalam genggamannya hingga tersisa setengah.

"Bajingan!"

Brak!

Ares membanting botol tersebut ke atas meja, dia menyugar rambutnya ke arah belakang.

Hembusan nafas panjang terdengar dari bibir Ares. Dia merogoh saku celana, untuk mengambil ponselnya.

Wallpaper di layar ponsel Ares, membuatnya kembali memijit pangkal hidungnya.

Kaira, nama wanita yang fotonya tersemat di layar ponsel Ares.

"Kamu ke mana? Kenapa tiba-tiba pergi dan gak ada kabar sama sekali?" gumam Ares.

Wanita yang selama tiga tahun itu pergi entah ke mana. Wanita yang selalu menjadi tempat curhatnya disaat Ares merasa terpuruk.

"Kaira. Aku sangat merindukanmu." Kembali lagi, Ares meneguk vodka yang tak jauh dari jangkauannya.

"Hey ... kamu sendirian?" tanya wanita yang mengenakan baju seksi.

Ares mendongakkan kepalanya dan menatap ke arah wanita tersebut, "Apakah pertanyaan kamu penting, untuk aku jawab?"

Ares mengangkat sebelah alisnya sembari menelisik dari atas hingga bawah, tubuh wanita tersebut.

Ares menarik salah satu sudut bibirnya, "Jangan menggoda."

Setelah berucap seperti itu, Ares langsung beranjak dari duduknya dan berlalu pergi. Meninggalkan wanita yang menatapnya tanpa berkedip.

*

Lampu jalanan yang semalam menyala, kini sudah tergantikan dengan sinar mentari.

Ares mengerjapkan kedua matanya sembari mengucek pelan. Hal utama yang sedang dia cari adalah, ponselnya.

Ares mengulurkan tangan untuk mencari keberadaan benda pipih tersebut.

Jam digital di layar ponselnya menunjukkan pukul tujuh pagi. Rasa malas mendera dirinya saat ini.

Ares semalam tidak pulang, dia memilih untuk menginap di hotel. Rencananya hari ini, dia tidak akan menghadiri acara pernikahan papanya itu.

Drttt ... drtttt.

Getaran yang berada di ponsel Ares, membuat dirinya melirik ingin tahu ke arah notif tersebut.

[Ares, jangan lupa. Hari ini, hari pernikan papa. Kamu wajib datang, suka tidak suka. Kamu sudah dewasa! Jangan seperti anak kecil yang sedang merajuk.]

Ares menggenggam ponselnya dengan erat, senyum miring menghiasi bibirnya.

"Aku merajuk. Papa mana yang tega menikah lagi, ketika istrinya baru saja dikuburkan. Dasar, kocak!"

Brak!

Ares membanting ponselnya sendiri di meja, dia menghembuskan nafasnya kasar.

"Baiklah, jika itu yang diinginkan papa. Aku akan datang, tapi ... aku gak bakalan menjamin tentang keamanan yang berada di gedung itu."

Senyum aneh terbit di bibir Ares, tiba-tiba otaknya memikirkan sebuah rencana yang cukup untuk membalaskan rasa kesalnya.

Ares yang semalam memang mabuk, kini masih merasakan pusing yang mendera kepalanya. Tapi rasa itu hilang seketika, saat membaca pesan dari papanya tadi, dan hanya tersisa sedikit.

Ares menyelesaikan mandinya dengan cepat, dia langsung beranjak turun ke parkiran dan mengendarai mobilnya untuk membelah jalan raya.

Ares sengaja menurunkan kaca jendela mobil, dia kadang memejamkan matanya sekejap untuk menikmati angin yang berhembus masuk ke dalam mobilnya.

Tin! Tin!

Suara klakson di belakang mobil Ares, membuatnya berjingkat kaget dari lamunan. Ares mendongak, untuk melirik lampu lalu lintas.

Hijau. Ares langsung melajukan mobilnya tanpa merasa bersalah dengan pengendara di belakangnya tadi.

Tidak lama setelah dari lampu merah, kini Ares memberhentikan mobilnya di depan gedung yang lumayan besar.

Terdapat beberapa penjaga yang berdiri di depan pintu masuk utama. Ares ke luar dari mobilnya, dia tidak mengenakan setelan jas formal yang disuruh oleh papanya.

"Tuan," ucap penjaga pintu yang memang mengenali Ares.

"Maaf, kenapa Anda tidak mengenakan setelan formal? Ini acara penting bagi papa Anda."

"Hal yang penting bagi papa saya, belum tentu penting untuk saya. Kalian minggir, dan bukakan pintu ini. Saya ingin masuk."

Penjaga itu hanya menundukkan badan untuk menghormati Ares, mereka juga menuruti keinginan Ares untuk membukakan pintu.

Memang saat ini Ares hanya mengenakan kaos dan celana jeans. Baju yang sama Ares kenakan saat dia berada di club.

Pintu terbuka, Ares langsung masuk dan kedua matanya menelisik ke seluruh penjuru ruangan.

Warna putih dan juga biru sangat mendominasi di dalam gedung, banyak hiasan dan bunga-bunga yang tertata.

Sedangkan para kolega bisnis yang berada di sana, menatap ke arah Ares dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.

Indra pendengaran Ares, menangkap beberapa bisikan suara.

"Lihat. Pasti anaknya juga sangat malu, karena papanya menikah dengan wanita yang bahkan di bawah umur anaknya."

Ares mengabaikan ucapan orang tersebut, dia memilih untuk langsung memposisikan dirinya duduk di kursi deretan paling depan.

Terlihat papanya yang sedang berdiri di depannya. Papanya menatap Ares dengan tatapan setajam pisau, sedangkan Ares yang ditatap sedemikian hanya bisa memalingkan muka.

Rasa kecewa kentara jelas dari wajah Ares, dia menahan amarahnya dengan mengepalkan tangan erat-erat.

Hingga saatnya tiba. Mempelai wanita berjalan ke depan dengan gaun berwarna putih yang sangat cantik.

Ares hendak menjalankan rencananya, ketika mempelai wanita tersebut sudah berada di samping papanya.

Tubuh Ares mematung, jantungnya seperti berhenti berdetak. Dia melihat dengan mata kepalanya sendiri, jika wanita yang akan dinikahi papanya adalah sosok yang tidak asing bagi Ares.

Wanita yang selama tiga tahun ini menghilang, dan pergi membawa hati Ares bersamanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status