Share

Bertemu orang tua Kaira

"Hai, mama tiriku. Mau ke mana?" sapa Ares yang masih menatap Kaira dengan senyuman.

"Ares, aku ... maaf." Kaira langsung membenarkan tubuhnya, yang tadi bersandar di dada bidang milik Ares.

"Kamu mau ke mana?" tanya Ares dengan wajah yang semakin dekat ke arah Kaira.

"Aku ... ak —"

Sebuah kecupan manis mendarat di bibir Kaira. Kaira mematung beberapa saat dengan kedua mata yang membulat sempurna.

Kaira bisa merasakan, bahwasannya Ares tersenyum dalam kecupan tersebut.

Kaira yang tersadar lebih dulu pun, langsung mendorong dada bidang milik Ares.

"Long time no see, kekasihku yang hilang."

Deg.

Jantung Kaira berpacu dengan cepat, ketika sebuah seringaian muncul dari bibir Ares.

"Ares. Aku benar-benar minta maaf, aku akan pergi untuk mengunjungi orang tuaku. Bisakah kamu Minggir sejenak?"

"Akan aku antar," ucap Ares yang membuat Kaira melongo seketika.

Ares yang melihat Kaira melongo pun, langsung memegang pergelangan tangan Kaira dan menariknya.

"Sudah. Jangan berpikir terlalu lama, bukannya kamu ingin cepat bertemu dengan kedua orang tuamu?"

Kaira menganggukkan kepalanya dan langsung mengikuti Ares yang menarik lengannya, untuk mengikuti langkahnya.

Kini Kaira dan Ares sudah berada di dalam mobil. Kaira duduk di samping Ares, dia mengulum bibirnya sendiri agar tidak berucap hal yang bisa saja membuatnya terjebak.

"Ares. Apa kamu tahu, aku pingin pergi ke mana?" tanya Kaira, ketika Ares dengan lancang melewati rumah sakit di mana tempat orang tua Kaira berada.

"Entah. Kamu tidak berucap sepatah kata pun sedari kita memasuki mobil."

"Ares, jika aku bilang, kita sudah kelewatan. Apa yang akan kamu lakukan?"

"Tenang saja. Anggap aku Ares yang kamu kenal seperti dahulu."

"Ares. Tujuan kita sudah terlewati cukup jauh."

Terdengar Ares menghela nafas panjang. Dia menatap ke arah Kaira sejenak, "Memang tujuan kamu ke mana?"

"Rumah sakit yang ada di sana tadi," ucap Kaira dengan menunjuk ke rumah sakit yang sudah berada di belakang.

"Kaira. Kenapa kamu gak bilang sejak awal."

"Aku ... maaf ya, aku gak berani ngomong tadi. Soalnya, aku bingung."

Kaira menggigit bibir bawahnya dengan keras, karena merasa gugup.

"Jangan menggigit bibirmu seperti itu, Kaira. Nanti bisa menyebabkan bibir kamu terluka."

Kaira yang mendengar ucapan Ares, langsung menghentikan kegiatannya. Dia menghembuskan nafas panjang, dan langsung mengarahkan tatapannya ke luar jendela mobil.

Rintikan air dari atas langit mulai turun. Kaira merasakan sebuah hembusan angin yang cukup membuatnya heran.

Padahal matahari sedang memancarkan sinarnya dengan begitu terik.

"Apa yang sedang kamu lakukan, Kaira."

"Tidak. Aku hanya menikmati angin saja."

"Ini sudah sampai, Kaira. Kamu gak mau turun dari mobil?"

"Eh ... iya, ya."

Kaira berucap seraya menatap ke arah luar mobil kembali. Ares membukakan pintu mobil untuk Kaira.

"Turun Kaira. Mau sampai kapan kamu duduk di dalam mobil ini?"

"Iya, Ares. Kamu mau langsung pulang, atau gimana?" tanya Kaira, setelah berdiri di hadapan Ares.

"Aku ikut kamu ya," ucap Ares yang membuat Kaira langsung membolakan matanya.

"Ares, aku ... aku bukannya gak mau ajak kamu. Tapi aku mau nemuin ibu sama ayah."

"Aku juga merindukan ayah, jadi biarin aku ikut ke ruangan ayah."

Tidak heran jika Ares mengenal kedua orang tua Kaira, mereka memang sering bebarengan sedari dulu. Itu sebabnya, Ares memilih untuk tetap ikut Kaira.

'Ini hanya sebagian rencanaku, Kaira. Kembali mendekati ayah dan ibu. Bukankah kita sedari dulu sudah dekat.'

Tentu ucapan itu hanya terucap di dalam hati Ares, karena memang ini tujuan Ares untuk mengantarkan Kaira.

Setelah Kaira turun dari mobil, Ares dengan lancang menggenggam pergelangan tangan Kaira untuk tidak membuang-buang waktu.

Kaira mengikuti langkah kaki Ares yang memasuki rumah sakit tersebut. Langkah kaki Ares mengarah pada resepsionis.

Kaira menghentikan langkah kakinya, dia menahan Ares.

Kaira menggelengkan kepalanya, "Kamu kenapa, Kaira?"

"Aku sudah mengetahui, di mana ruangan ayah dirawat. Jadi kamu tidak perlu bertanya ke resepsionis."

Ares menganggukkan kepalanya, "Baiklah. Jika itu maumu."

Ares dan Kaira pun melanjutkan langkah kakinya, ternyata ruangan ayah Kaira tidak terlalu jauh dari tempat resepsionis itu.

Kaira dan Ares kini sudah berdiri di hadapan pintu ruangan ayah Kaira. Perlahan Kaira mulai membuka pintu tersebut, dan mendorongnya.

"Kaira. Kamu datang bersama siapa, Nak?"

Kaira menatap ibunya dengan menggigit bibir bawahnya sendiri, "Ares, Buk."

"Ares? Yaampun, benarkah?!"

Ibuknya Kaira pun langsung melangkahkan kedua kakinya untuk menuju ke arah Kaira berdiri.

"Ya ampun, Nak Ares. Kamu sudah sangat dewasa sekarang. Ibuk gak nyangka, bisa bertemu kamu kembali."

Ares menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, dia mengangkat kedua sudut bibirnya dan menyalami ibuk dan ayah Kaira.

'Semoga Ares tidak bilang ke ibuk dan ayah. Kalau aku sudah menjadi mama tirinya. Hal ini tidak bisa aku hindari, ketika Ares ingin mengantarku ke sini.'

"Bagaimana keadaan ayah, Buk?"

"Kamu bisa lihat sendiri, Kaira. Ibuk juga bingung, uang yang kamu kasih itu telah habis untuk biaya operasi ayah kamu, Kaira."

"Apa Ibuk sudah makan?"

Ibuknya Kaira pun menggelengkan kepalanya pelan, "Ibuk masih kenyang. Jika kamu dan Ares lapar, kamu bisa beli di kantin terlebih dahulu ya."

"Apa kamu lapar, Ares? Aku tadi sudah makan. Kamu?"

"Aku belum berniat untuk makan, Kaira. Aku masih kenyang, karena sarapan tadi pagi."

Ibuk Kaira menghembuskan nafas panjang, dia terlihat menopang kedua tangannya untuk mengusap lutut.

Ya, ketiganya kini sedang terduduk di sofa yang berada di ruangan itu. Tentunya ini bukan kamar pilihan Kaira, ini adalah kamar pilihan Devin.

Kaira memang tidak mengizinkan Devin untuk menemui langsung kedua orang tuanya itu. Meskipun paras Devin tampan dan pasti tidak akan ada yang mengira jika usianya sama dengan ayah Kaira, tetap saja Kaira tidak bisa mengenalkan Devin.

Kaira terlalu takut, jika ibuknya itu syok dan akan merasa sakit hati jika Kaira tidak memberitahu kedua orang tuanya terlebih dahulu.

Sekarang Kaira hanya bisa menggigit bibir, dia masih takut jika Ares kelepasan dengan ucapannya itu.

"Jadi ... apakah kalian masih berpacaran?"

Tubuh Kaira mematung. Dia bingung ingin menjawab apa, ini adalah pertanyaan yang sangat Kaira hindari.

Hatinya seolah tercubit, 'Aku tidak ingin memberitahu tentang statusku sekarang. Tapi, apakah Ares akan menjawab, jika aku sekarang adalah mama tirinya?'

Sedangkan Ares yang melihat ekspresi muka Kaira dengan tubuh yang menegang itu, membuat Ares tersenyum miring.

'Ini adalah saat yang tepat, untuk aku kembali membuka suara.'

Tentu ucapan Ares hanya tertahan di dalam hati. Ares mengangkat bibirnya, seolah ingin mengatakan sesuatu.

Kaira menggerak-gerakkan kakinya. Dia memejamkan matanya seraya harap-harap cemas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status