Share

Perlakuan Ares pada Kaira

Ares yang tersadar terlebih dahulu, langsung mendudukkan tubuhnya. Dia membuang mukanya ke arah lain, untuk menghindari tatapan Kaira.

"Ngapain kamu di sini?" tanya Ares dengan suara dinginnya.

"Aku ... aku tadi lihat kamu tidur di sofa, mana udah malem. Jadi aku bawain selimut," Kaira berucap seraya membenarkan tubuhnya yang tadi masih condong ke arah sofa.

"Gak usah sok peduli deh," ucap Ares seraya berdiri dari duduknya dan berlalu pergi meninggalkan Kaira.

Sedangkan Kaira yang menatap kepergian Ares, hanya bisa mematung dengan mata yang nanar.

*

Keesokan paginya, Kaira memasak beberapa makanan di dapur. Terlihat Kaira yang melangkah sedikit kesusahan, karena memang semalam dia melewati malam panjang bersama Devin.

"Kaira. Kamu sedang memasak apa, Sayang?" tanya Devin yang entah sejak kapan berada di belakang Kaira. Tangan Devin pun memeluk Kaira dari belakang, membuat Kaira bisa merasakan hembusan nafas Devin.

"Um ... Mas, apa setidaknya kita harus jaga sikap, ketika ada Ares?"

Kaira berucap seraya mencoba untuk melepaskan diri dari pelukan Devin. Tentu ucapan Kaira membuat dahi Ares mengerut.

"Memang kenapa? Bukankah dia juga sudah bersikap baik pada kamu?" tanya Devin dengan mengangkat sebelah alisnya.

"Aku masih belum terbi —"

"Bau gosong apa ini? Kenapa baunya sampai ke kamarku?" tanya Ares yang baru saja ke luar dari kamarnya.

Kaira langsung tersadar dengan ucapan Ares, dia membalikkan badannya dan langsung mematikan kompor.

"Tuh kan, Mas. Kamu sih ...."

Tanpa sadar Kaira mencubit pelan pinggang Devin. Tentu hal itu tidak luput dari tatapan Ares.

"Dasar pengantin baru," ucap Ares seraya melenggang pergi ke arah meja makan.

Devin pun hanya menggaruk tengkuknya ketika mendengar ucapan anaknya, sangat berbanding terbalik dengan ekspresi Kaira.

Kaira melihat jelas ketika Ares berucap, Ares tersenyum miring selayaknya orang yang menyimpan sebuah misteri.

"Kamu kenapa, Sayang?"

Kaira hanya menggelengkan kepalanya," Tidak apa-apa, Mas. Lebih baik Mas mandi terlebih dahulu. Aku akan membereskan makanan gosong ini."

Ting ... ting ....

"Sampai kapan kalian akan memadu kasih seperti itu? Aku udah lapar, tolong segera siapkan sarapan untukku."

"Ares!"

"Sudah, Mas. Tidak apa-apa. Mungkin Ares memang benar-benar lapar."

*

Kini Ares, Devin dan Kaira sedang berada di meja makan. Jarak Kaira dan Ares hanya terhalang meja tersebut.

Bayangan semalam saat Kaira ingin menyelimuti Ares pun, seolah berputar-putar selayaknya kaset rusak.

Tanpa sadar Kaira hanya mengaduk-aduk makanannya, tentu hal itu membuat Devin kembali mengerutkan dahinya lagi.

"Kaira. Kamu ada masalah apa? Coba cerita, aku udah jadi suami kamu sekarang. Apa biaya adik kamu belum cukup? Jika belum, aku bisa mengirimkan uang kembali."

Kaira menggelengkan kepalanya, "Tidak, Mas. Itu sudah cukup. Aku hanya sedang rindu dengan mama dan papa."

"Kamu sabar ya. Nanti kita ke makamnya." Devin berucap seraya mengelus lembut rambut panjang Kaira.

Ares yang berada di hadapan mereka pun, menatap nyalang ke arah keduanya. Kedua tangannya menggenggam sendok dan garpu dengan sangat erat.

Ting!

"Ini meja makan. Jangan berisik. Bukankah papa dan kamu sudah berisik semalam suntuk? Itu mengganggu aktivitas tidurku."

"Ares! Jaga ucapan kamu. Kamu seharusnya bersikap lebih sopan dengan mama tiri kamu. Jangan berbicara seperti itu, kamu sekarang harus memanggil Kaira dengan sebutan mama."

"Papa bercanda? Aku harus menyebut istri papa ini dengan sebutan mama?"

"I would never agree!"

Setelah berucap demikian, Ares langsung meninggalkan papanya dan Kaira.

Ares ke luar dari rumahnya dengan perasaan campur aduk. Dia benar-benar merasa frustasi sekarang, tapi tumpukan berkas di kantor sudah menantinya.

Ares berjalan ke arah garasi dengan langkah gusarnya. Dia membuka pintu mobil dan langsung menutupnya dengan kasar.

"Sialan!" umpatnya dengan memukul stir mobil.

Nafas Ares memburu, Ares menyalakan mesin mobilnya dan berlalu mengeluarkan mobilnya dari garasi.

Ares mengendarai mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Kantor adalah hal yang selalu Ares benci, tapi dia ingin menjauhkan pikirannya dari Kaira.

Mengingat nama itu kembali, membuat Ares lagi-lagi memijit pelipisnya.

Sedangkan di rumah, Kaira sedang duduk termenung di atas sofa depan televisi. Kaira memeluk lututnya sendiri, dia menghembuskan nafasnya kasar.

"Sial banget, nikah bareng bapaknya mantan."

Kaira meluruskan kembali kakinya, dia menatap layar ponsel yang kini sedang berada di genggamannya.

Layar tersebut menampilkan sebuah foto dirinya dan Ares, "Aku merindukanmu."

Kaira menatap nanar ke arah foto tersebut, "Aku merindukanmu, Ares."

Lagi dan lagi, mata Kaira mengeluarkan cairan bening dari pelupuk matanya.

Jangan ditanya, di mana sekarang Devin berada. Karena Devin sudah berada di kantor bersama dengan Ares.

Devin gagal mengambil cuti, dikarenakan Ares berulah di perusahaan.

"Ares," ucap Kaira lagi. Kini layar ponselnya sedang menjejaki galeri yang berisi kenangannya bersama Ares.

Tring ... tring ....

Suara dering ponsel mengagetkan Kaira, Kaira pun langsung menggeser tombol hijau yang berada di layar tersebut.

"Iya, Buk?"

"Cepat ke rumah sakit sekarang, Kaira. Ayah kamu kritis sekarang, tadi dia jatuh di kamar mandi. Ibuk juga gak tahu, kayaknya kepleset karena licin."

Kaira menutup mulutnya dengan telapak tangan, "I ... iya, Buk. Aku akan pergi ke sana sekarang. Ibuk tunggu ya."

Dengan suara bergetar, Kaira membalas ucapan ibuknya. Orang tua Kaira memang mengetahui jika Kaira menikah, tapi kedua orang tuanya itu tidak mengetahui dengan siapa Kaira menikah.

Hal itu memang Kaira sembunyikan, karena dia tau jika kedua orang tuanya tidak akan setuju. Ditambah lagi, usia suaminya hampir setara dengan papanya.

"Kamu gak apa-apa kan, Nak? Ayah sedang ditangani oleh dokter, ibuk juga belum tahu kondisi lebih jelasnya." tanya ibuk Kaira, karena mendengar isak tangis anaknya.

"Iya, Buk. Kaira baik-baik aja. Kaira akan dateng ke sana. Ibuk tenang aja ya."

Kaira memutuskan panggilan sepihak, dia enggan jika ibuknya mendengar isakannya.

Kaira terdiam beberapa saat, dia mengusap wajahnya kasar untuk menghapus air mata. Hembusan nafas kasar pun, terdengar dari bibir Kaira.

Kaira berdiri dari duduknya, dia mengambil tas dan ingin melangkah pergi menuju rumah sakit tempat di mana ayahnya berada.

Brugh!

Baru saja dia sampai di depan pintu, tanpa sengaja, Kaira menubruk orang di depannya. Orang tersebut, sepertinya ingin masuk ke dalam rumah. Kaira yang memejamkan matanya pun, mengerutkan dahi mulusnya hingga bergaris.

'Seharusnya aku jatuh ke atas dinginnya lantai, tapi kok ....'

Ya, tubrukan di antara keduanya memang sangat kencang. Bahkan tubuh Kaira hampir terpental, itu sebabnya Kaira memejamkan matanya.

Kaira membuka matanya perlahan, samar-samar wajah orang di depannya langsung jelas, ketika Kaira membuka kedua matanya.

Orang tersebut tersenyum sangat manis, hingga membuat Kaira mematung untuk beberapa saat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status