"Iya, Bu. Kita berdua masih menjalin hubungan yang baik."
"Syukurlah jika memang kalian masih menjalin hubungan yang baik, Ibu turut senang."Kaira menggigit bibirnya semakin keras, menyalurkan rasa gugup yang menjalar di tubuhnya."Bu, Kaira sama Ares pamit pulang dulu ya. Ini Kaira ada urusan mendadak, yang penting kan Kaira udah jenguk ayah."Ibu Kaira menganggukkan kepalanya, sebelum dia benar-benar pergi dari ruangan tersebut, Kaira menyalimi ayah dan ibunya, tidak terkecuali Ares yang juga melakukan hal serupa.Saat di dalam mobil, Kaira melayangkan tatapan tajam ke arah Ares. "Apa maksud kamu bilang kalau kita masih berpacaran?""Keliatannya ayah sama ibu juga belum tau kalau kamu dan papaku menikah."Tenggorokan Kaira kembali tercekat, dia tidak menyangka jika Ares akan berucap demikian."Ingat, Ares. Aku udah jadi mama tiri kamu, jadi tolong hargai kehadiranku.""Aku kan dah bilang, sampek kapan pun aku gak mau. Lagian kita juga gak putus kan?"***Malam menjelang, Kaira sedang duduk di samping Devin menikmati makan malam yang tadi dia buat."Masakan Mama enak banget, jadi ngingetin aku sama seseorang," ucap Ares dengan senyum miring."Siapa?" tanya Devin yang penasaran."Mantan Ares yang pergi. Aku aja heran, kenapa dia ninggalin aku. Padahal gak jelek-jelek banget aku ini."Bak tertampar oleh udara, Kaira tau arti ucapan yang Ares lontarkan. Sudah sekian lama Kaira pergi dan tidak pernah memasak untuk Ares."Syukurlah jika kamu suka sama masakan mamamu."Sedang asyik makan, Kaira merasakan telapak kaki yang mengelus betisnya."Uhuk!" Kaira batuk ketika mendengar pengakuan Ares. Bagaimana tidak? Yang Ares maksud adalah dirinya, Kaira juga melihat ke arah kakinya dan mendapati kaki Ares."Kamu gak papa Sayang?""Eh, iya Mas. Aku gak papa kok, tadi ini keselek aja."Ares tersenyum miring tanpa diketahui keduanya, 'Liat aja nanti malem.'Selesai makan, Ares memikirkan rencana untuk segera membalaskan dendamnya kepada Kaira. ‘Aku akan membuatmu kembali padaku, Kaira.’Seusai makan malam bersama itu, kaira dapat bernafas lega karena Ares tidak mengucapkan hal-hal yang aneh lagi.Kaira saat ini sedang berada di dalam kamarnya bersama dengan Devin. “Mas, udah mau tidur?” tanya Kaira yang berjalan keluar dari kamar mandi sembari mengelap wajahnya yang baru saja dicucinya.Devin mendongak menatap ke arah Kaira yang berjalan menghampirinya. Senyuman tipis terukir di wajahnya. “Iya, besok harus bangun pagi soalnya masih ada kerjaan,” jawab Devin setelah menutup laptop yang sedari tadi berada di pangkuannya.Kaira mengangguk-anggukkan kepalanya. Setelah mengeringkan wajahnya, dia duduk di pinggir kasur yang berseberangan dengan tempat Devin saat ini. “Kalau gitu Mas tidur dulu aja, ya. Aku mau ke dapur buat ambil minum dulu.”Devin menganggukkan kepalanya. Sebelum terbaring di atas kasur, Devin mendekatkan dirinya pada Kaira. Dia sentuhnya bahu Kaira dengan lembut hingga membuat Kaira memandang ke arahnya.Cup!Kecupan lembut diberikan ioleh Devin di kening Kaira. Kaira sempat membeku di tempanganya merasakan benda kenyal dan basah di atas keningnya itu.“Selamat malam, Sayang,” ucap Devin dengan lembut lalu kembali ke tempatnya tadi untuk merebahkan tubuhnya.Kaira masih terdiam di tempatnya. Dipandangnya mata Devin yang sudah terpejam dengan nafas yang beraturan.Kaira menghela nafasnya setelah merasa Devin sudah hampir mencapai alam mimpinya. Dia beranjak dari tempatnya lalu mengambil gelas kosong yang berada di atas nakas itu.Dengan langkah pelan, Kaira membuka pintu kamarnya lalu melangkah keluar. Setelah itu Kaira langsung menuju ke dapur untuk mengisi gelas kosongnya dengan air minum.Tanpa diketahui oleh Kaira, Ares ternyata memandangnya dari dalam kamar. Pintu kamar Ares yang memang tidak sepenuhnya tertutup membuat Ares dapat dengan bebas memandang Kaira yang berjalan menuju dapur.Senyuman tipis terukir di wajahnya. “Ini kesempatanku untuk berbicara dengan Kaira lagi,” gumam Ares dengan pelan.Ares memutuskan untuk menunggu Kaira kembali dari dapur. Dia akan menarik Kaira masuk ke dalam kamarnya dan mengajak Kaira untuk berbincang bersama.Tidak memakan waktu yang lama hingga Kaira kembali menampakkan dirinya lagi. Ares memanfaatkan waktu itu lalu membuka pintu kamarnya yang memang bersebelahan dengan kamar Devin dan Kaira itu.“Kaira,” panggil Ares dengan nada suara yang dibuatnya pelan.Kaira tersentak kaget ketika melihat Ares yang berjalan mendekatinya. Rasa waspada kembali menghampiri Kaira yang sedang memegang gelas yang telah terisi dengan air.Mau apa lagi kamu?” tanya Kaira dengan wajah datarnya. Dia takut Ares berbuat hal yang nekat padanya.Ares tersenyum tipis melihat raut wajah Kaira. Tangannya Ares terjulur dan melingkar di pergelangan tangan Kaira dengan erat. “Ikut aku,” ucap Ares dengan paksa menarik pergelangan tangan Kaira.Kaira membelalak terkejut dengan apa yang dilakukan Ares. “Lepaska—”Kaira yang berniat untuk berteriak terpotong ketika dia merasakan telapak tangan Atres yang menyentuh bibir ranumnya.Kaira mendelik tajam pada Ares yang kembali berani menyentuhnya. Di sini Kaira merasa bersalah kepada Devin kembali karena telah berbuat hal yang tidak seharusnya dengan anak tirinya itu.Ares mendekatkan bibirnya pada telinga Kaira. “Jangan teriak kalau kamu nggak ingin Papa tahu apa yang terjadi dengan kita,” bisik Ares sepelan mungkin.Kaira merinding mendengar suara Ares yang sangat dekat dengan telinga. Dia tidak menyerah untuk menepis genggaman tangan Ares padanya. “Engmm!!” Kaira berusaha memberontak meskipun mulutnya masih setia dibekap oleh Ares.Ares menghela nafas pelan. Dia merasa ingin kembali menjahili Kaira yang tidak mampu berbuat apa-apa saat ini. “Tenang saja, aku cuma ingin ngobrol bareng kamu,” ucap Ares padanya akhirnya membuat Kaira berhenti memberontaknya.Ares juga menjauhkan tangannya dari mulut Kaira sehingga Kaira dapat kembali berbicara dengan bebas.Kaira menatap tidak suka pada Ares. Namun dia tahu jika dia menolak ajakan Ares, maka Ares mungkin akan melakukan hal yang lebih nekat dari apa yang dilakukannya sekarang.Kaira menghela nafas pasrah lalu menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Oke, aku ikut denganmu. Tapi lepaskan tanganmu dariku, Ares. Ini nggak wajar,” ucap Kaira masih menatap risih tangan Ares yang setia menggenggam pergelangan tangannya.Ares dengan santai melepaskan tangannya dari Kaira dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana pendeknya. “Ayo masuk ke kamarku,” ucap Ares membalikkan badannya dan membuka lebar pintu kamarnya itu.Kaira masih ragu untuk masuk ke dalam kamar Ares. Bagaimanapun Ares sekarang adalah anak tirinya jadi menurut Kaira hal yang dilakukannya dengan Ares terlalu tidak baik.“Kenapa diam saja? Ayo masuk,” uacp Ares yang menyadarkan Kaira dari lamunannya.Kaira tidak punya pilihan lain. Selagi Devin masih tertidur, Kaira tidak akan melakukan hal yang tidak-tidak dengan mantan kekasihnya itu. Kaira tetap menghormati Devin sebagai suaminya dan hanya menganggap Ares sebagai anak tirinya.Dengan langkah pelan Kaira melangkah masuk ke dalam kamar Ares. Dia merasa gugup masuk ke dalam kamar mantan kekasihnya yang telah berstatus sebagai anak tirinya.Tanpa sepengetahuan Kaira, senyuman Ares terukir di wajah tampannya itu. setelah Kaira masuk ke dalam kamarnya, Ares langsung menutup pintu kamarnya dengan pelan agar tidak menimbulkan bunyi yang akan membangunkan Devin nantinya.Kaira menatap ke arah Ares yang melangkah melewatinya dan menuju ke arah kasur Ares yang berukuran besar itu.Ares duduk di pinggir kasur dengan santai dan menepuk sampingnya beberapa kali sebagai tanda bahwa Kaira duduk di sampingnya itu. “Jangan diam saja, Mama tiriku. Duduklah,” ucap Ares dengan nada sindirannya pada panggilan darinya untuk Kaira.Kaira sudah tidak mempermasalahkan masalah sindiran Ares itu. Dia melangkah dengan pelan menghampiri Ares namun bukannya duduk tepat di samping Ares, Kaira malah membuat jarak yang cukup besar antara dirinya dan Ares.Ares tertawa pelan melihat sikap waspada Kaira padanya. Dia tidak mempermasalahkannya karena dia sudah tahu Kaira akan melakukan hal itu. Ares sudah cukup mengenal Kaira seperti apa.Ares dengan sengaja menggeser tubuhnya hingga sekarang berada di samping Kaira. “Aku nggak akan melakukan apa-apa,” ucap Ares ketika melihat Kaira yang ingin kembali menghindari dirinya.Kaira pun memutuskan untuk diam dan mengedarkan pandangannya. Namun sorot matanya sedikit melebar ketika melihat sebuah bingkai foto yang berada di dinding kamar Ares.Foto itu dicetak cukup besar sehingga tidak sulit untuk Kaira menemukannya. Itu adalah foto Kaira dan Ares, ketiak mereka masih menjadi sepasang kekasih waktu masa SMA.Ares mengikuti arah pandang Kaira. Dia tersenyum tipis melihat Kaira yang terdiam memandang foto mereka dulunya. “Kaget, ya? Gara-gara aku masih nyimpen foto itu?”Tidak memedulikan keadaan Kaira, Ares memutuskan untuk pergi lagi dari rumahnya itu dan memilih untuk menenangkan dirinya di bar yang sudah menjadi tempat langganannya. “Ck, makin lama di rumah yang ada aku bakal semakin emosi sama wanita pembawa sial itu. Jadi lebih baik aku menghibur diri di tempat biasa,” gumam Ares, sambil terus melajukan mobilnya itu menuju ke salah satu bar yang dia maksud tersebut. Tidak berapa lama kemudian, Ares tiba di bar tersebut. Di sana dia langsung saja memarkirkan mobilnya itu di parkiran bar lalu barulah setelah itu dia turun dari mobilnya dan melangkah masuk ke dalam bar itu. Tujuan Ares di sana pun hanya ingin minum-minum sebentar saja karena memang hanya itu saja yang bisa membuat dia agak melupakan apa yang sudah terjadi pada dirinya. “Vodka,” ucap Ares pada bartender yang sudah cukup mengenalnya itu. “Oke,” sahut bartender tersebut. Alunan suara musik di dalam bar itu pun sama sekali tidak mengganggu Ares. Dia hanya ingin menikmati minumann
Setelah cukup lama Ares menghabiskan waktunya di makam ibu kandungnya itu, dia pun akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Jujur saja sampai sekarang Ares masih menahan rasa amarahnya terhadap Kaira. Bahkan di dalam pikirannya saat ini adalah untuk memukul dan menampar wanita yang menurutnya sudah menjadi penyebab ayahnya mengalami kecelakaan pesawat itu.“Harusnya wanita itu dari awal nggak hadir aja di kehidupan aku dan Papa. Dengan begitu hubungan aku sama Papa juga nggak bakal renggang kayak sebelumnya,” geram Ares, mengeratkan genggaman tangannya pada gagang motor yang dia pegangi itu. Ares pun hanya bisa menatap jalanan di depannya dengan tatapan penuh amarahnya. Hingga selang beberapa menit kemudian, akhirnya Ares tiba di rumahnya dan dia langsung memakirkan motornya ke dalam garasi yang berada di samping runahnya. Kemudian Ares melepaskan helmnya dan segera melangkah masuk ke dalam rumahnya itu. Tepat saat dia mendekat ke arah ruang tengah, di sana Ares bisa mendengar
“I-Ini nggak mungkin ....”Dengan tangan yang bergetar memegang remote televisi, Kaira tidak mampu menahan air matanya yang sudah mengalir ke kedua pipinya. Sama sekali tidak pernah dibayangkannya bahwa suami yang dia cintai akan mengalami kecelakaan seperti itu. Apalagi baru beberapa jam berlalu semenjak Devin pergi ke luar kota dan meninggakan dirinya, namun kejadian seperti itu sudah terjadi. “M-Mas Devin ... nggak ... jangan tinggalin aku,” lirih Kaira, sambil menundukkan kepalanya dan membiarkan saja remote yang dipegangnya tadi terjatuh ke atas lantai.Rasa sakit yang dirasakan di dalam hatinya benar-benar tidak bisa dibendung oleh Kaira. Bahkan sedikti demi seidkit dia bisa merasakan rasa sesak yang begitu menyakitkan. “K ... Kenapa hal ini harus terjadi sama Mas Devin? Kenapa? Baru saja kami memulai kembali semuanya ... tapi kenapa hal ini harus terjadi?” Suara tangisan Kaira memenuhi ruang tengah tersebut. Dia tidak peduli dengan Ares yang mungkin saja akan mendengar tang
Beberapa hari telah berlalu semenjak keguguran yang dialami oleh Kaira.Kaira masih merasa sedih karena dia sudah kehilangan anak yang bahkan belum sempat melihat dunia karena salah dirinya. Namun berkat ada suaminya yang selalu menguatkannya, Kaira benar-benar merasa jauh lebih baik. “Kamu bakal pergi sampai berapa hari, Mas?” tanya Kaira, sambil merapikan pakaian suaminya yang dia masukkan ke dalam koper. “Mungkin 3 sampai 4 hari, Sayang. Tapi aku usahain pulang lebih cepat, ya,” jawab Devin, tersenyum lalu mengecup lembut kening istrinya. “Maaf ya, tiba-tiba aku harus pergi perjalanan bisnis kayak gini. Padahal aku masih mau ngejagain kamu di sini.”Kaira tersenyum lalu menggeleng pelan. “Nggak apa-apa, Mas. Lagian kamu nggak perlu jagain aku lagi, sekarang aku udah lebih baik kok,” balas Kaira, sambil menutup kopernya. “Berkat kamu, aku udah jauh lebih baik. Makasih banyak ya, Mas, makasih karena masih mau pertahanin aku jadi istri kamu.”Devin membalas senyuman istrinya itu lal
“Ares, kamu bantu Papa bawa Mama ke mobil, kita harus ke rumah sakit sekarang,” ucap Devin kepada Ares. Ares hanya menuruti perkataan papanya itu lalu membantu menggendong tubuh Kaira dan membawanya masuk ke dalam mobilnya Devin. Di dalam sanna sudah ada Devin yang menyalakan mesin mobilnya. “Kami juga masuk, kita ke rumah sakit sekarang. teman kamu bisa pulang lebih dulu,” ucap Devin memandang ke arah Jeremy dengan tatapan yang cukup tegas. Dia masih ingat dengan apa saja yang dikatakan Jeremy kepada istrinya. “Kejadian hari ini, jangan dibahas lagi.”Ares pun mau tidak mau ikut bersama dengan Devin dan menuju ke rumah sakit. Sedangkan Jeremy dimintai pulang oleh Ares karena tugasnya Jeremy tadi juga sudah selesai dan berjalan dengan lancar sesuai dengan apa yang Ares inginkan. Selama perjalanan menuju ke rumah sakit, Devin tidak henti-hentinya melirik ke arah Kaira dengan perasaan cemasnya. “Aku harap dia baik-baik aja,” ucap Devin
“Hey, Bro,” ucap Jeremy yang baru saja tiba di rumah Ares. “Jadi, ngapain kamu suruh aku datang ke sini?”Ares tersenyum. “Nanti kamu juga akan tahu. Masuk dulu,” ucap Ares berjalan masuk dan diikuti oleh Jeremy di belakangnya. Mereka pun memutuskan untuk duduk di ruang tamu. “Nggak ada niatan mau nawarin aku minum?” tanya Jeremy memukul lengan Ares pelan. “Aku tamu di sini.”“Ck, bentar lagi Mama aku juga bakal pulang. Nanti kamu minta aja sama dia,” ucap Ares. “Mama? Mama tiri kamu? oh iya, aku juga belum pernah lihat Mama tiri kamu, ya. Orangnya seperti apa? Papa kamu kan ganteng jadi harusnya Mama tiri kamu itu cantik dong, ya,”: ujar Jeremy yang mulai tertarik ingin mengetahui mengenai mama tiri Ares.Ares tersenyum miring mendengar perkataan Jeremy. “Mama tiri aku itu, kamu sangat mengenalnya, Jer. Nanti kamu setelah lihat pasti langsung ingat.”Jeremy mengernyitkan keningnya, bingung dengan perkataan temannya i