Beberapa hari setelah kejadian itu Jessica mencoba bangkit dari hidupnya, dia mencoba melamar ke perusahaan Yeonsang Group karena dia mendengar kabar dari temannya bahwa di perusahaan itu ada lowongan kerja, tak mau menyia-nyiakan kesempatan Jessica segera mengirimkan lamaran kerja.
Wajahnya sangat senang dan penuh semangat dia sangat yakin kalau dia bisa memulai hidup yang lebih baik lagi dan diterima di perusahaan itu.
Sejak orang tua Jessica meninggal dia berfikir untuk hidup mandiri tanpa mengandalkan orang lain, sekarang usianya sudah menginjak angka 21 tahun. Sejak orang tuanya meninggal Jessica di urus oleh teman dekat Ibunya karna keluarga Jessica tidak ada yang mau mengurusnya.
Beruntung warisan dari orang tua Jessica cukup untuk membiayai sekolah dan kebutuhan hidupnya meski dia harus lebih irit dalam mengatur keuangan. Beberapa hari setelah dia mengirimkan CV Jessica mendapatkan panggilan interview, 3 hari kemudian Jessica mendapatkan kabar bahwa ia diterima bekerja di perusahaan Yeonsang Group, wajahnya sangat berseri dan penuh semangat mendengar hal itu.
Jessica menatap cermin memoles wajahnya dengan sedikit makeup, menyemprotkan parfum ke lengan dan belakang telinganya lalu menggunakan blazer yang dia siapkan semalam, tak lupa dia menggunakan lipstik agar wajahnya tidak terlihat pucat. Jessica tersenyum puas melihat dirinya di cermin sambil memakaikan jam tangan kesayangannya.
"Ayo semangat kamu pasti bisa Jessica!" gadis itu menyemangati dirinya sendiri sambil tersenyum di cermin, hari ini Jessica terlihat sangat ceria dan penuh semangat lalu dia segera bergegas.
..
Matanya berbinar melihat gedung tinggi nan kokoh di hadapannya itu 'Yeonsang Group' terpampang jelas, harapannya menjadi kenyataan. Jessica melangkahkan kakinya memasuki gedung itu untuk yang kedua kalinya setelah interview kemarin.
Berjalan dengan anggun dan wajahnya tersenyum tipis, Jessica terlihat cantik sekali hari ini hingga tak jarang orang yang melihatnya dengan terkagum, namun ia lupa untuk menanyakan dimana letak ruangannya, Jessica melihat ke sekeliling mencari orang untuk ditanyai.
Seseorang menghampiri Jessica yang terlihat kebingungan, menatap gadis itu dengan tatapan tidak percaya. Dia bertemu kembali dengan seseorang yang dia cari.
"Jess..Jessica.." ucap seorang laki-laki di belakang Jessica, gadis itu pun menoleh mendengar ada seseorang yang memanggilnya.
Jessica terkejut, ekspresi wajahnya berubah seketika ketika melihat laki-laki itu.
"Ka-kamu ngapain disini?" tanya Jessica, wajah Jessica berubah menjadi sinis menatap laki-laki itu.
"Aku bekerja disini Jess, kamu sendiri ngapain disini?" jawab laki-laki itu.
Jessica tak mengerti mengapa akhir-akhir ini bayak bertemu dengan kesialan, berawal dari memergoki pacarnya yang selingkuh, tiba-tiba bangun di apartemen pria asing, dan sekarang ia bertemu dengan laki-laki yang sangat dia hindari yaitu mantan kekasihnya ketika dia masih duduk di kelas 2 SMA.
"Bukan urusan mu," jawab Jessica dengan ketus, dia segera meninggalkan laki-laki itu, laki-laki yang dulu mencampakannya. Setelah dia pikir-pikir kenapa dia selalu bertemu dengan laki-laki berengsek.
Laki-laki itu menatap punggung Jessica yang sudah menjauh pergi, mulai mengingat kembali kenangan bersama gadis itu, gadis yang dulu mencintainya sekarang dia bertemu lagi dengan gadis itu setelah beberapa tahun tidak bertemu.
Laki-laki itu tersenyum tipis.
____
Melihatnya lagi disini aku teringat saat dulu dia selalu tersenyum kepadaku tapi aku selalu mengabaikannya, apa dia lebih bahagia sekarang? Tentu saja bodoh dia bahagia tidak bersamaku, laki-laki yang tidak pernah menghargainya. Bahkan aku sendiri menyesali perbuatanku yang telah mencampakannya.
Tapi bagaimanapun juga aku cukup bahagia bisa melihatnya lagi, gadis itu semakin cantik sekarang. Memang benar adanya kalau perempuan semakin cantik ketika dia sudah menjadi mantan, hingga tak sadar aku sedari tadi tersenyum melihatnya meski sudah pergi sekalipun.
Aku dulu meninggalkan Jessica karena aku pikir dia akan mengganggu ujianku nanti untuk masuk universitas impianku, tetapi aku menyesalinya setelah dia benar benar pergi dari hidupku. Aku berpikir aku sangat jahat kepadanya karena aku mengejarnya lalu aku mencampakannya.
Ingin sekali aku meminta maaf kepadanya, namun aku tidak pernah bertemu lagi dengannya. Bahkan aku mencari sosial medianya tapi hasilnya nihil, aku tidak dapat menemukannya lagi.
..
Jam kerja telah berakhir, aku memutuskan untuk segera pulang meninggalkan tempat ini, langit terlihat mulai mendung aku bergegas ke parkiran untuk mengambil mobilku yang aku parkir disana. Aku tidak sengaja melihat Jessica yang sedang berdiri mungkin sedang menunggu bis atau taxi di seberang jalan sana, aku segera menghampirinya dan membunyikan klakson mobilku.
"Jess ayo naik biar aku antar," aku menawarkan diri untuk mengantarnya pulang karna aku lihat langit sudah sangat mendung dan gerimis.
"Duluan saja, aku mau pulang pakai bis," tolak jessica, dia masih kepadaku wajahnya bahkan enggan menatapku.
Aku turun dari mobilku untuk membujuknya agar mau pulang bersamaku, mungkin ini kesempatan untuk berbicara kepadanya.
"Jess sekarang sudah mau hujan, ayolah naik biar aku antar," aku memohon kepada Jessica. Akhirnya dia mau mendengarkanku karena saat itu hujan segera turun.
"Nah biar aku antar, sekarang kamu mau pergi kemana?" tanyaku kepada Jessica dengan sangat bersemangat, aku tersenyum menatapnya meski dia hanya menunduk.
"Aku mau pulang."
"Yauda kita pulang, alamatmu dimana?" tanyaku dengan lembut.
"Apartemen Sky City," jawab Jessica singkat, dia segera memalingkan wajahnya.
"Okay princess."
Aku melajukan mobilku menuju apartemennya, bibirku tersenyum betapa bahagianya aku bisa bertemu dengannya lagi dan mengantarnya pulang hari ini, bila perlu aku bisa mengantar jemputnya setiap hari kalau dia mengijinkan.
"Jess besok aku jemput juga ya sekalian? soalnya kita searah," ucapku dengan sedikit awkard karena sedari tadi Jessica hanya terdiam dan memalingkan wajahnya.
"Aku turun disini aja!" ucap Jessica secara tiba-tiba, apa dia tidak suka mendengar ucapanku barusan? Apa aku salah bicara. Aku segera menepikan mobilku di tempat aman.
"Jess.." ucapku, aku menatap matanya.
"Cukup! Aku gak mau kamu datang lagi di kehidupanku kak Hansen! Apa kamu belum puas mencampakanku?! Berhentilah mempermainkanku. Sudah jelas dulu kau memintaku untuk tidak hadir di kehidupanmu lagi, lalu kenapa sekarang kamu mencoba mendekatiku lagi, padahal dulu menatapku saja kamu tak sudi!"
Aku melihat matanya mulai memerah, Jessica mengatakannya dengan penuh sesak.
"Aku minta maaf Jess, aku tau aku salah aku minta maaf aku merasa bersalah setelah kejadian itu aku ingin meminta maaf tapi kamu menghilang begitu saja," ucapku frustasi, aku tak tahan lagi sudah lama aku ingin mengatakan ini kepadanya.
Aku melihat Jessica meneteskan air matanya dia menangis tersedu sekarang, aku segera memeluk Jessica berharap bisa meredakannya.
"Jess.. Aku benar benar minta maaf, kali ini ijinkan aku untuk menjagamu dan menebus kesalahanku."
__
Langit semakin gelap dan hujan semakin deras, Jessica menangis dipelukan Hansen. Hatinya terasa sangat sakit mengingat pahitnya hidup yang dia lalui, mulai dari kehilangan kedua orang tuanya, kehilangan orang tua agkatnya dan hatinya di patahkan oleh laki-laki yang sangat dia cintai. Mengapa mereka tega meninggalkan Jessica yang sangat kesepian.
Jessica sampai di apartemennya diantar Hansen, Hansen hanya mengantar Jessica sampai di loby saja karena Jessica menolak diantar masuk. Jessica masuk ke lift dan menekan tombol liftnya, sedangkan Hansen hanya melihat Jessica dari loby memastikan Jessica baik-baik saja.
Jessica masuk ke apartemennya, dia duduk di balkon menatap langit gelap tanpa bintang, langit itu terlihat seperti hidupnya sekarang. Gelap dan sepi, matanya terlihat sangat sembab sekarang karena menangis sedari tadi.
Disisi lain ada seorang laki-laki yang menatap langit yang sama, menunggu pesan masuk dari seseorang yang dia cintai.
Sudah hampir seminggu kekasihnya itu tidak mengabarinya, Bahkan tidak merespon atau menjawab pesan dan telfonnya.
"Ah sial, kalo kau sudah tidak mencintaiku lebih baik katakan saja! Jangan membuatku menunggu seperti orang bodoh!"
Laki-laki itu melempar ponselnya dengan frustasi, perasaannya tak karuan karna diabaikan oleh kekasihnya. Wajahnya terlihat kacau lalu lalu laki laki itu bergegas pergi
Dibawah derasnya hujan laki-laki itu mengendarai mobilnya pergi ke suatu tempat, berharap dia bisa menenangkan pikirkannya.
Mobilnya melaju dengan kecepatan diatas rata-rata, hingga tak sadar beberapa meter di depannya ada lampu merah. Dia kaget lalu menginjak rem dan tak sengaja menabrak orang yang sedang menyebrang jalan.
'Brugh!'
"Awhhh..."
Seseorang terjatuh tersungkur ke aspal jalan yang basah, laki-laki itu langsung keluar dari mobilnya, wajahnya sangat panik karena tidak hati-hati sampai membahayakan orang lain.
"Kamu gak kenapa-napa? Apanya yang sakit, maaf saya salah saya benar benar tidak sengaja, ada yang luka? Biar saya antar ke klinik terdekat." tanya laki-laki dengan wajah yang sangat panik.
"Saya gak kenapa-napa cuma luka... Loh kamu?!" ucap seseorang yang tak sengaja ia tabrak.
"Kamu kan yang kemarin ketemu saya di bar? Kamu tidak kenapa-napa? Maaf saya tidak sengaja."
Laki-laki itu bertemu dengan Jessica, ia tak sengaja menabrak Jessica yang sedang menyebrang dibawah derasnya hujan.
Jessica mencoba berjalan dengan tertatih karena kakinya sedikit terluka dan terkilir, laki-laki itu membukakan pintu mobilnya, baju Jessica terlihat basah.
"Ayo masuk nanti kamu sakit kehujanan."
Mau tak mau Jessica masuk ke mobil itu dibantu laki-laki yang menabraknya yang tak lain adalah laki-laki yang ia temui di bar dua minggu yang lalu yang belum diketahui namanya, karna payungnya hilang terbawa angin kencang ketika dia terjatuh tadi.
Dengan baju yang basah kuyup Jessica masuk ke mobil itu,
"Saya antar kamu pulang ya, baju kamu basah kuyup kamu pake jaket saya dulu," ucap laki-laki itu lalu memberikan Jessica jaket miliknya, ia tak tega melihat gadis itu kedinginan.
"Saya antar kamu kemana? Oh iya saya belum tau nama kamu loh, nama kamu siapa?" tanya laki-laki itu kepada Jessica, Jessica menatapnya.
"Jessica, antar saya ke Sky City," jawab Jessica singkat, dia sedikit meringis kesakitan karena kakinya.
"Ohh Jessica, saya Albert, saya minta maaf ya."
Laki-laki yang bernama Albert itu menggendong Jessica ala bridal style karna Jessica tidak bisa berjalan dengan baik, Jessica mengalungkan tangannya, dia Menenggelamkan wajahnya ke dada Albert karena merasa malu. Ini kedua kalinya Jessica di gendong Albert setelah kejadian Jessica pingsan di bar kemarin.
Albert mengantar Jessica hingga masuk ke dalam, dia menurunkan Jessica di sofanya dengan perlahan.
"Kamu ada kotak p3k tidak? Biar saya bantu bersihin luka kamu, tapi habis itu kamu ganti baju soalnya kamu sudah basah kuyup nanti sakit, setelah itu saya antar ke klink."
Jessica mengangguk lalu menatap Albert.
"Ada di laci itu," ucap Jessica sambil menunjuk ke sebuah laci dekat kamarnya.
Albert lalu mengambil kotak p3k, membersihkan luka Jessica. Lututnya sedikit memar karena tergores aspal tadi lalu di bersihkan oleh Albert secara lembut, Jessica hanya diam terpaku.
"Sudah selsai, sekarang kamu ganti baju ya," kata Albert setelah selsai mengobati dan memasang hansaplas ke lututnya Jessica, Jessica mengangguk dan mencoba berdiri, jalannya masih tertatih menahan sakit.
"Pelan-pelan kaki kamu masih sakit itu."
Albert dengan gemas menggendong Jessica lagi membawanya ke kamar Jessica.
"Ihh turunin aku, kakinya kan cuma sakit enggak lumpuh, aku masih bisa jalan."
Jessica memberontak, tapi tenaga Albert cukup kuat menahan Jessica yang bergerak-gerak seperti cacing.
Albert menurunkan Jessica di kasurnya Jessica dengan hati-hati, dia menatap gadis itu yang cemberut karena tidak mau di gendong, gemas sekali Albert malah terkekeh melihat ekspresi Jessica.
"Mau ganti baju sendiri apa saya yang gantiin?" canda albert, yang membuat mata jessica langsung melotot melotot.
"APA KAMU BILANG? DASAR COWOK MESUMM!!"
Jessica melempar bantal miliknya ke wajah Albert.
__
Hangat sinar mentari pagi mengisi seluruh ruang tidur Adisty, terdapat lengan Albert yang tengah memeluk erat tubuh Adisty, mereka masih tertidur pulas. Dering ponsel Albert terdengar sangat nyaring, waktu menunjukkan pukul 07.15.Albert segera terbangun untuk mematikan alarm dan segera melepaskan pelukannya, matanya menatap wajah Adisty yang masih tertidur. Terlihat sangat cantik dan menggemaskan, pikirnya."Mau bagaimanapun, ternyata aku masih menyimpan perasaan ini untukmu, Adisty." gumam Albert.Sebelum Albert pulang, ia sempat membuatkan sarapan untuk Adisty yang sudah menjadi kebiasaanya bersama gadis itu yang tak lupa meninggalkan secarik kertas bertuliskan, ' Jangan lupa sarapan wanita cantikku' yang membuat Adisty selalu tersenyum setelah membacanya.Sesampainya di rumah ponsel Albert berdering, Hansen menelponnya."Kamu dimana?" tanya Hansen."Di rumah, kenapa?" Albert bertanya balik."Di rumah siapa? Saya semalam ke rumah kamu, bahkan tadi saya ke rumah kamu tapi kamu tidak
"Ada siapa disana, Hansen?" teriak Jessica dari kamarnya. 'kenapa lama sekali,' batin Jessica."Bukan siapa-siapa!" Jawab Hansen."Jessica! Aku mau bicara! Tolong keluar, Aku mau menjelaskan sesuatu kepadamu!" teriak Albert. Hansen merasa kesal dengan sepupunya itu, apa Albert masih tidak mengerti apa yang baru saja dia katakan padanya."Minggir! Aku mau bertemu Jessica!" "Aku tak mengijinkannya!" tegas Hansen."Kau pikir kau siapa menghalangiku! cepat menyingkir lah selagi aku masih berbaik hati padamu, Hansen!"ucap Albert yang sedang mencoba masuk, namun sialnya Hansen tetap menahan dirinya.Albert melayangkan tinju kepada wajah Hansen, dia sangat kesal sekarang dengan tingkah sepupunya itu."Hansen!" teriak Jessica melihat Hansen tersungkur lemas. "Apa yang kamu lakukan, Albert!"Je-Jessica? Aku tak sengaja memukul Hansen, dia menghalangiku terus" ujar Albert.Sedangkan Jessica segera mebantu Hansen berdiri, "Apa yang kamu lakukan disini!" teriak Jessica kesal melihat Albert."Ak
"Siapa perempuan itu?" tanya Jessica."Perempuan yang mana?" Jawab Hansen bingung.Jessica memutar pandangannya melihat mobil yang sangat dia kenal, dalam hatinya terus bertanya siapa perempuan yang bersama Albert itu. sementara Hansen kebingungan dengan sikap Jessica."Kamu lihat siapa?" Mendengar perkataan Hansen, Ia segera mengalihkan pandangannya, "Ah, sepertinya aku salah lihat, Hansen."'Aku harus segera menanyakan ini kenapa Albert' batin Jessica.Albert tidak mempunyai adik perempuan, dia juga tidak mengatakan apapun hari ini. Jadi wajar saja jika Jessica merasa bingung."Kamu sedang memikirkan apa, Jessica?" Hansen menyadari kalau gadis itu sedang memikirkan sesuatu, siapa perempuan yang dia maksud, pikir Hansen."Nanti aku ceritakan."_________________"Kenapa dia tidak menghubungiku" Jessica menatap layar ponsel penuh harap, berharap Albert mengirim pesan untuknya siang ini. Namun sayangnya tak ada kabar apapun dari lelaki itu, membuat Jessica semakin gelisah."Baiklah, d
Albert kini sudah berada di dalam mobil hitam miliknya, ia sengaja memilih waktu saat jam kerja untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkannya terjadi.Ia memakai kemeja berwarna coklat muda dipadukan dengan celana jeans yang terlihat senada namun sedikit lebih gelap yang membuat kulit putihnya terpancar lebih cerah dari biasanya.Sebuah pesan singkat dari Adisty. 'Aku sudah melihat mobilmu, tunggu sebentar.'Albert melihat ke sekelilingnya, mencari keberadaan Adisty yang sudah membuat janji dengannya di depan sebuah minimarket. Namun matanya tidak menemukan adanya tanda-tanda keberadaan Adisty, di mana dia?Laki-laki itu mendesis kedinginan setelah merasa pipi sebelah kirinya mengenai sesuatu yang terasa menusuk kulitnya.“Halo, kau sudah lama menunggu?”Ternyata itu Adisty.Ia menyodorkan Abert sebuah minuman dingin di tangan sebelah kanannya, “Ini untukmu, sebagai ucapan terima kasih karena sudah ma
'Halo, si cantik yang ‘lumayan’ pintar berbohong! Karena besok adalah hari terakhir kita masuk kerja, bagaimana kalau nanti biar kujemput kau di tempat biasa?' sebuah pesan singkat dari Hansen.Jessica mengerjapkan matanya berkali-kali, sebuah pesan dari ponselnya membuatnya kembali teringat dengan perkataan sahabatnya tadi pagi.“Pasti Ivy hanya sedang membuatku geer, lihat saja, ia begitu mudah menggoda seorang perempuan seperti ini!”Belum sempat jemarinya membalas, terdengar sebuah bunyi pesan masuk dari pemilik nama yang sama.'Tidak ada jawaban berarti setuju, bukan? oke, anggap saja begitu. Aku menunggumu pukul delapan di halte bus, tolong jangan terlambat apalagi mengatakan bahwa kau sudah hampir sampai di kantor, ya!'Jessica mengela nafasnya, bagaimana bisa seorang Hansen yang dulu terlampau cuek kepadanya mendadak berubah menjadi sangat posesif seperti ini?Jessica mengerti, bahwa berurusan dengan Hansen ki
Jessica mengaduk-aduk jus alpukat miliknya, masih memikirkan perkataan Ivy beberapa jam lalu yang sempat membuatnya hampir tidak percaya. Namun, melihat ekspresi Ivy yang terlihat sangat serius dan tidak berniat untuk berbohong itu terlihat menguatkan seluruh kenyataannya. “Ada apa, Jessica?” tanya Albert yang sedari tadi memperhatikan Jessica seperti orang yang sedang banyak pikiran. Jessica menggeleng cepat, “Ti-tidak, aku tidak apa-apa.” “Tetapi kau terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu.” ucapnya mengutarakan apa yang ia rasakan. “Adakah sesuatu yang mengganggu pikiranmu?” Lagi-lagi Jessica menggeleng, “Tidak, Albert. Aku hanya... sedikit pusing karena kerjaan di kantor yang cukup menumpuk.” elaknya. “Sungguh? aku tidak percaya bahwa masih ada kantor yang memberi pekerjaan sama banyaknya pada hari sabtu, kurasa sebaiknya kau pindah dari sana,” saran Albert, tidak ingin membuat kekasihnya itu kelelahan apalagi sampai sakit.
Jessica menoleh dan mendapati seseorang yang sangat dikenalinya, “Astaga, Ivy! Kau hampir membuat jantungku lepas!”Wanita cantik berambut cokelat terang dengan tubuh yang sedikit lebih tinggi dari Jessica itu tertawa puas, “Kaget karena ada yang mengetahui isi hatimu?” sarkasnya.“Sepertinya obat dari dokter tidak cukup membuatmu manjadi lebih waras,” balas Jessica malas, ia memutuskan untuk segera kembali di tempatnya.Ivy merupakan satu-satunya teman perempuan Jessica di kantor ini, karena Jessica sendiri tidak begitu ingin banyak berbasa-basi dan mengenal lebih jauh para kaum sebangsanya yang terkenal begitu heboh dan cukup glamour di sini.Syukurlah ternyata masih ada satu perempuan waras yang sepemikiran dengan Jessica, sehingga di sinilah keduanya berada.Mereka memang tak begitu lama saling mengenal, namun mengingat keduanya mempunyai beberapa kesamaan membuat Jessica maupun Ivy ternyata jauh lebih
Dapat kulihat kini perempuan itu tengah menoleh ke kanan dan ke kiri dengan tatapan was-was, tampaknya ia terkejut setelah membaca pesan dariku. Aku tertawa kecil melihat perubahan ekspresi pada wajahnya, Jessica memang bukanlah seseorang yang pandai berbohong. Pesan dariku hanya berhenti sampai tanda dibaca, aku segera melepaskan sabuk pengamanku dan turun dari dalam mobil untuk menghampiri Jessica. “Di mana sebuah kantor yang kau maksud?” sindirku halus yang berhasil membuatnya menoleh dengan raut tak enak kepadaku. Ia memutar kedua bola matanya malas, “Aku sedang berbicara kepadamu, Jessica,” tegurku dengan nada tegas. “Lalu, di mana apartemen yang kau maksud, Hansen?” serangnya balik dan berhasil membuatku tertawa karena nada ketus yang Jessica tunjukkan kepadaku. Melihat raut wajah Jessica yang tak sama sekali berubah apalagi tertawa membuatku merasa tidak enak, “Kau marah?” tanyaku hati-hati. “Menurutmu?” Aku menggaru
Aku membuka kedua mataku setelah mendengar sebuah dering pesan masuk, dengan segera kuambil ponselku yang terletak di sebelah nakas tempat tidurku. Isi pesan dan si pengirim pesan itu berhasil menciptakan sebuah lengkungan indah di bibirku. Ya, itu adalah sebuah pesan dari Albert. 'Selamat pagi, Jessica. Hari ini aku sedang free, bagaimana kalau pukul lima kutunggu kau di stasiun kereta?' Isinya memanglah bukan berupa pesan-pesan manis layaknya remaja yang sedang kasmaran, namun rasanya sangat berbeda dari biasanya. Terlebih, ketika mengingat bagaimana kita menghabiskan malam dengan penutup yang sangat manis. Ah, rasanya ingin sekali bisa kembali memutar waktu dan menghentikannya tepat saat itu. Aku menggerakan jemariku satu persatu, mulai merangkai kalimat di layar ponselku untuk membalas pesan dari Albert. 'Kau ingin pergi naik kereta bersamaku?' Tak butuh waktu lama, suara dering pertanda pesan masuk kembali berbunyi.