"Malam ini malam yang aku tunggu." Dirga berbisik mesra di telinga Febby, membuat wanita cantik itu memejamkan kedua mata, menikmati hembusan hangat napas suaminya. Di atas ranjang empuk dengan wewangian menyejukkan indera penciuman, keduanya memulai malam pengantin, meski bukan lagi malam pertama mereka. Dirga yang tak sanggup menahan hasrat kelelakian, mengungkung tu-buh Febby dan mengecup bibir manis istrinya. Puas menikmati bibir merah itu, kecupan sang Dokter turun ke bawah. Menikmati buah ranum kecoklatan yang kenyal. Suara desahan mulai terdengar memenuhi ruang kamar sepi dengan pencahayaan temaram. Febby terbuai dalam sentuhan nakal suaminya. Berbeda saat ia bercinta dengan Andi. Bukan hanya tak menikmati, bahkan ia sama sekali tidak pernah mendesah. "Ehm! Mas!" Febby menggigit bibir bawah pelan, menikmati lumatan Dirga di atas da-da yang menjulang tinggi. Satu tangan meremas rambut hit
Dirga baru saja menerima telepon dari Agung yang menjelaskan isi di dalam ponsel milik Sisca.Ia berjalan ke pintu kaca pembatas kamar dan halaman belakang yang langsung memperlihatkan pemandangan kolam renang mini.Dengan suara berbisik, takut mengganggu istirahat Febby, Dirga berbicara dengan Agung."Jadi gimana Pak? Ada chat apa saja di dalam hape anak Anda?" tanya Dirga pada paman istrinya itu."Abah kurang paham sama pembicaraannya Den Ganteng. Ada sebagian chat yang dihapus. Terus dari daftar riwayat panggilan juga kosong. Ngga ada panggilan keluar sama masuk."Dirga menghela napas panjang. Pandang matanya masih tertuju pada Febby yang berbaring di atas ranjang. "Coba saya lihat hapenya. Nanti saya ke sana ngambil hape itu.""Oh, iya Den. Nanti Aden Ganteng aja yang periksa sendiri. Sementara Abah simpan hapenya.""Pastikan hape itu aman ya, Pak.""Siap Den, pasti, tapi .... ""Tapi apa Pak?"
Brak! Sisca melempar beberapa barang ke arah pintu hingga menimbulkan suara nyaring yang memenuhi ruang kamar sunyi. Sambil menangis dan berteriak kencang, wanita muda itu terus menghempaskan barang-barang ke atas lantai dan ke segala arah. "Abah jahat!" teriak Sisca, terduduk lemas di atas kasur lantai setelah puas menangis. "Kenapa aku terlahir di keluarga ini kalau aku hanya disiksa terus seperti ini. Kenapa?" Bulir bening mengalir kian deras, meratapi nasibnya terlahir sebagai anak dari Agung_tukang gorengan yang galak dan egois. Sejak kecil dia tidak pernah merasakan kebahagiaan seperti Febby, yang dikelilingi oleh orang-orang tersayang. Nasibnya berbeda jauh. Jika Febby hanya belajar di rumah setelah pulang sekolah, Sisca harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk membantu kedua orang tuanya berjualan sambil mendorong gerobak. Bahkan, setelah mereka sama-sama dewasa, nasib baik
Setelah berbicara panjang lebar di halaman belakang, Dirga kembali menemui kedua orang tuanya di ruang tamu. Sedangkan Febby beristirahat di kamar. "Istri kamu kemana, Ga?" tanya Dewanto pada anaknya. "Febby istirahat, Pa. Kecapean." Dewanto mengangguk pelan. "Wajar kalau cepet cape, dia bawa dua bayi di perut," imbuh Ratna. Dirga hanya manggut-manggut sambil menatap layar ponsel, melihat postingan Andi, mencari tahu apapun yang kemungkinan ada hubungannya dengan Sisca. "Bener, satu anak aja udah bikin lelah. Apalagi dua," kekeh Fandi ikut bicara. "Mangkanya jadi suami harus bisa menghargai istri," imbuh Ratna. "Bener banget," angguk Inneke setuju. Diam-diam Sisca mengetik layar ponsel di sela-sela percakapan orang-orang itu. Ia mengirim chat pada Anggun yang berisi .... Sisca [Anak yang dikandung Febby, kembar] Anggun [
Sisca tersenyum culas saat mendengar tawaran dari Anggun. Penawaran menggiurkan yang bahkan tak pernah dia dengar sebelumnya. "Kasih aku jawaban sekarang!" pinta Anggun menunggu jawaban. Saat hendak membuka mulut memberi jawaban, Sisca dikejutkan dengan suara langkah kaki mendekati dapur. Disusul suara Febby yang terdengar manja. Dengan cepat Sisca menyembunyikan ponsel ke dalam saku lalu pura-pura menyibukkan diri membersihkan wastafel. "Kamu mau ke mana, Mas?" Febby menghentikan langkah kaki Dirga di depan pintu dapur. "Mau ngambil minum," jawab Dirga, memutar tubuhnya menghadap Febby. "Kamu mau minum juga?" Ia tersenyum manis. Febby menggeleng dengan wajah cemberut, melirik ke arah dapur yang dia ketahui ada Sisca di sana. "Emang udah ada air minum di rumah ini? Rumah ini 'kan baru. Di meja tadi ada kok air gelasan. Kenapa ngga minum itu aja?" Dirga menyadari istrinya curiga,
Perjalanan berakhir. Setelah mobil mereka masuk ke dalam komplek perumahan Pesona Indah. Dirga menghentikan laju kendaraan di depan rumah bergaya mini-malis dengan cat yang sama seperti rumah Fandi di Bandung. Kedua suami-istri itu turun dari mobil, melangkah memasuki rumah. Di dalam, Fandi, Inneke dan kedua besannya sudah menunggu di ruang tamu, pun dengan kedua orang tua Sisca dan anak mereka. Saat tiba di ruang tamu, pandang mata Sisca langsung tertuju pada Dirga dan Febby yang melangkah masuk sambil bergandengan tangan. 'Ish! Gandengan tangan terus kayak orang mau nyebrang,' gumam Sisca dalam hati. "Pindah ke sini, Neng," kata Innaya pada anaknya, meminta wanita muda itu berpindah ke sofa di pojok. Sementara sejak tadi Sisca justru duduk di tengah-tengah Fandi dan Inneke. Sisca menggeleng, menolak permintaan ibunya. Namun saat melihat mata Agung melotot, ia tak bisa melakukan apapun.