Share

Kenapa Bisa?

Author: Dita SY
last update Last Updated: 2025-08-25 08:00:22

Mendapat telepon dari Agung tentang keadaan Sisca di rumah sakit. Malam itu juga Fandi dan Dirga berangkat ke Jakarta.

Sepanjang perjalanan, Fandi terus menghubungi adik iparnya, mengkhawatirkan keadaan Agung dan Innaya yang masih berada di tengah perjalanan.

"Tunggu sebentar ya, Gung. Kami udah mau sampai. Kalian jangan pindah kemana-mana dulu," kata Fandi di dalam telepon.

"Iya Kang, saya sama Innaya masih ada di pinggir jalan. Kebetulan di sini ada warung yang masih buka. Kami numpang duduk di warung," jawab Agung di ujung sambungan.

Fandi menghela napas lega. "Kalau udah sampai, nanti Akang telepon kamu lagi."

"Iya Kang, hati-hati di jalan. Maaf ngerepotin Akang. Saya ngga tahu mau minta tolong sama siapa lagi selain Akang."

"Ngga usah ngomong begitu, Gung. Udah kewajiban Akang bantu kamu. Kamu dan Innaya 'kan adik ipar Akang. Ngga usah sungkan, apalagi menyangkut keponakan Akang."


Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
FrismaMungil
lumayan lah dr pd g up
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ah! Enak Mas Dokter   Kelumpuhan otak?

    Telepon diterima~ "Ada apa Dok?" tanya dokter Antoni dari ujung sambungan telepon. "Dok, bisa ke ruang ICU sebentar. Saya butuh bantuan Anda," jawab Barta. "Baik Dokter." Telepon diakhiri oleh Barta, dan tak berapa lama Dokter Ahli Saraf masuk ke ruangan. "Dok, pasien yang semalam dioperasi oleh Dokter Gunawan baru saja sadar," kata Barta pada Dokter Ahli Saraf. Dokter bernama Antonio itu mendekati bed rumah sakit, melihat keadaan Sisca. "Dokter Gunawan, apa sudah datang Dok?" "Belum Dok, beliau masih berada di perjalanan ke rumah sakit," jawab Barta. Dokter tersebut memeriksa keadaan Sisca. Sama seperti yang dilakukan oleh Barta, Dokter tersebut meminta Sisca memberikan respon terhadap sentuhan dan mengikuti gerakan tangannya. "Sejak sadar tadi, pasien belum berbicara, Dok," kata Barta menjelaska

  • Ah! Enak Mas Dokter   Kondisinya

    Melihat Hengky masuk ke ruangan, Barta membulatkan kedua mata lebar lalu melangkah mendekati pria brewok itu. Barta memegang lengan Hengky dengan kasar. "Anda dilarang masuk!" desis sang Dokter seraya menatap keluar ruang ICU, meminta perawat membawa pria itu keluar. "Saya suaminya Dok. Istri saya sudah sadar. Saya ingin melihat dia," sewot Hengky, menepis tangan Barta yang memegang lengannya. Ia menatap ke arah Sisca yang membuka mata, namun tak menyadari keberadaannya di dalam kamar. Seorang perawat mendekati Hengky, "Tolong jangan mengganggu Dokter Barta menangani pasien, Pak." Ia memegang lengan Hengky, namun kembali ditepis oleh pria itu. Hengky mengerutkan kening, menatap istrinya yang melamun, menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong. "Istri saya kenapa Dok?" Barta mendengus, "Saya akan memeriksanya, tolong keluar sebentar!" "Saya ingin mengetahui keadaan Istri saya!" sewot Heng

  • Ah! Enak Mas Dokter   Ijinkan Saya Melihatnya!

    "Iya Pa, nanti aku jelaskan. Tolong ya Pa." "Oke, baik. Papa akan membantu. Kamu tenang aja, nanti Papa hubungi Bramanto." "Makasih Pa." Dirga mengakhiri telepon lalu mencari tempat duduk yang jauh dari Hengky dan Harda, karena muak mendengar pembelaan mereka. Entah mengapa, Agung seolah berada di pihak Juragan Tanah itu. Seolah takut akan sesuatu. 'Apa mungkin Pak Agung punya hutang? Atau .... ' Dirga menghela napas panjang, tak dapat menerka apapun. Dring! Suara deringan ponsel di tangan terdengar, Dirga tersenyum dan langsung menerima telepon dari Kesayangan. "Mas," kata Febby lembut. "Sayang, kamu ngga tidur?" "Aku cuma tidur sebentar, aku khawatir sama keadaan Sisca. Dia gimana Mas? Apa terjadi sesuatu sama Sisca?" "Kamu tenang aja, Sisca sudah menjalani operasi dan operasi berhasil. Sekarang

  • Ah! Enak Mas Dokter   Mencurigakan

    ~~~Sebelumnya di Rumah Sakit Umum~~~ Fandi dan Dirga mendekati Harda dan Hengky, berbicara empat mata pada ayah dan anak itu. Fandi duduk di sebelah Harda, sedangkan Dirga berdiri di samping ayah mertuanya. Di dekat sudut kursi tunggu, Hengky hanya diam sambil menundukkan kepala dengan wajah sedih. Diam-diam Dirga memperhatikan suami dari sepupu istrinya itu, yang terus meratapi kesedihan. Di sebelah Hengky, dua wanita paruh baya terus menguatkan pria brewok itu. Tidak seperti Agung yang langsung percaya penjelasan Hengky dan Harda. Sang Dokter merasa adanya kejanggalan dari semua yang terjadi. "Gimana kronologinya, Nak Hengky?" tanya Fandi pada pria yang duduk di sebelah Harda. "Anak saya lagi terpukul Pak Fandi, dia pasti sulit menjelaskan tentang kronologinya. Tadi dia sudah mengatakan pada saya dan Agung di dalam telepon, kalau Sisca jatuh di kamar mandi," jawa

  • Ah! Enak Mas Dokter   Tangisan Hengky

    Rumah Sakit Umum tempat Sisca dioperasi terlihat ramai. Beberapa kali mobil ambulans datang membawa korban kecelakaan lalu lintas. Orang-orang berlari dan berlalu lalang tanpa henti. Pemandangan yang biasa terjadi di rumah sakit itu, namun baru pertama kali dilihat oleh Hengky. Pria brewok itu duduk di kursi tunggu dengan wajah cemas, pucat. Kedua tangan saling menggenggam di atas pangkuan. Sesekali pandang matanya tertuju pada ruang operasi, tempat istrinya ditangani. Namun belum ada tanda-tanda Dokter keluar dari dalam sana. Keringat dingin mulai membahasi kening, tangan dan kaki. Bibirnya gemetar dengan kedua kaki bergerak tak terkendali. 'Gimana kalau Sisca meninggal?' batinnya ketakutan. Deg! Pandang matanya tertuju pada sosok laki-laki paruh baya yang berjalan cepat dikawal dua orang wanita di belakang. Hengky berdiri, menatap laki-laki itu dengan kedua mata

  • Ah! Enak Mas Dokter   Kenapa Bisa?

    Mendapat telepon dari Agung tentang keadaan Sisca di rumah sakit. Malam itu juga Fandi dan Dirga berangkat ke Jakarta. Sepanjang perjalanan, Fandi terus menghubungi adik iparnya, mengkhawatirkan keadaan Agung dan Innaya yang masih berada di tengah perjalanan. "Tunggu sebentar ya, Gung. Kami udah mau sampai. Kalian jangan pindah kemana-mana dulu," kata Fandi di dalam telepon. "Iya Kang, saya sama Innaya masih ada di pinggir jalan. Kebetulan di sini ada warung yang masih buka. Kami numpang duduk di warung," jawab Agung di ujung sambungan. Fandi menghela napas lega. "Kalau udah sampai, nanti Akang telepon kamu lagi." "Iya Kang, hati-hati di jalan. Maaf ngerepotin Akang. Saya ngga tahu mau minta tolong sama siapa lagi selain Akang." "Ngga usah ngomong begitu, Gung. Udah kewajiban Akang bantu kamu. Kamu dan Innaya 'kan adik ipar Akang. Ngga usah sungkan, apalagi menyangkut keponakan Akang."

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status