Share

Malam Harinya

Author: Dita SY
last update Last Updated: 2025-06-12 16:08:42

"Aku pakai baju ini cocok ngga Mas?" Febby menunjukkan pakaiannya pada Andi yang tengah menyisir rambut klimisnya dan merapikan kumis tipis di bawah hidung.

Pria yang wajahnya lumayan tampan kalau tersenyum itu menatap istrinya dari atas sampai bawah. Saat ini Febby menggunakan blouse lengan panjang putih transparan dengan rok hitam panjang.

Rambutnya yang panjang dan sehat, digulung seperti konde ditambah riasan tipis dan lipstik ombre yang tidak terlalu menor.

Harus diakui, wajah Febby tanpa make-up saja sudah cantik jelita. Mau pakai baju apapun Febby tetap cantik dan itu tidak berubah meski sudah dua tahun dia menikah dengan Andi.

Alasan itu yang membuat Andi mengejarnya dulu, bahkan rela bersaing dengan banyak pria. Beruntung, dialah pemenang hati Febby yang berhasil mendapatkan perawan wanita muda itu.

Usia mereka terpaut cukup jauh, namun Febby dengan tulus menerima Andi, meski suaminya itu dari keluarga biasa saja. Pekerjaan Andi pun tidak berubah sejak dulu, hanya karyawan swasta.

"Mas, jawab dong. Aku pantas ngga pakai baju ini?" ulang Febby, bertanya pada suaminya yang justru hanya memandang tanpa berkedip sangking terpesonanya.

"Kamu cantik pakai baju apa aja. Ngga pakai baju lebih cantik," canda Andi tanpa senyuman dan tawa. Namun sukses membuat Febby tersipu malu.

"Bisa aja kamu Mas," ucapnya mengulum senyum. "Jadi pakai ini aja kan? Apa ngga keliatan seksi? Bajunya transparan."

Andi menggeleng. "Badan kamu bagus, untuk apa malu pakai baju seksi? Kalau badan kamu burik, baru malu."

"Ya, ngga gitu juga Mas. Aku takut kamu marah kalau aku pakai baju seksi."

"Ngga," sahut Andi, cuek. Dia kembali melanjutkan kegiatan merapikan kumis dan jenggot tipis.

Sementara, Febby bersiap-siap memakai sepatu high heels pemberian mertuanya dua tahun lalu.

Karena jarang keluar rumah dan diajak ke pesta, semua baju dan sepatunya awet tersimpan di dalam lemari.

Entah kenapa, malam ini dia ingin berpenampilan cetar membahana. Biasanya, meskipun dia datang ke pesta pernikahan saudara Andi, dia hanya memakai baju batik couple dengan suaminya.

"Yuk Mas, aku udah siap," ajak Febby melangkah mendekati suaminya yang masih sibuk dengan kumis tipis.

"Kamu duluan aja ke mobil, aku mau buang air besar dulu."

Febby mengerutkan kening. "Bukannya dari tadi Mas."

"Baru terasa mau berak. Tadi cuma sakit perut. Masa aku berak di rumah Dirga, ngga lucu."

"Ya udah kamu buang air dulu. Aku tunggu di mobil."

"Jangan lupa bawa bingkisan titipan Ibu." Andi menunjuk kotak cukup besar yang ada di atas meja.

Kotak berisi makanan khas Surabaya, tanah kelahiran Andi yang dikirim oleh Ratih tadi siang.

"Aku nunggu di mobil," ucap Febby setelah mengambil kotak tersebut. Ia melangkah keluar dari kamar. Sedangkan Andi, masuk ke kamar mandi.

Baru masuk ke mobil, Febby sudah ditelepon oleh ibu mertuanya.

"Aku dan Mas Andi udah mau ke rumah Dokter Dirga Bu. Baru aja mau pergi."

"Oh, ya udah. Ibu cuma mau nanya itu. Bagus kalau kalian udah mau ke sana. Hati hati ya. Jangan lupa sampaikan salam Ibu untuk dia dan istrinya."

"Iya Bu. Nanti aku sampaikan." Keduanya mengakhiri telepon.

Di dalam mobil suaminya, Febby menatap wajahnya di cermin sambil tersenyum, menatap kagum pada kecantikannya.

"Masa sih aku jauh lebih cantik daripada istrinya Mas Dirga," gumam Febby, tak sabar bertemu dengan istri mantan kakak kelasnya itu.

Tidak sampai sepuluh menit, Andi datang dan masuk ke mobil. Pria dingin itu duduk di kursi kemudi.

"Ngga ada yang ketinggalan?" tanya Andi celingak celinguk memastikan tidak ada yang terlupa.

"Ngga ada Mas, semuanya udah aku bawa," jawab Febby yakin. "Oh iya, tadi Ibu nelpon aku."

"Dia bilang apa?"

"Katanya jangan lupa titip salam buat Dokter Dirga dan istrinya."

"Oh, kirain apa." Andi menghidupkan mesin, melajukan mobilnya meninggalkan rumah.

Sepanjang jalan keduanya hanya diam, Andi fokus pada pandangan di depan. Sedangkan Febby sibuk memastikan dandanannya sudah sempurna.

Tidak sampai satu jam, mereka tiba di rumah mewah Dokter Dirga.

Andi menghentikan mobil di depan pintu pagar hitam yang menjulang tinggi itu. Memastikan dia tidak salah alamat.

"Ini benaran rumah Dokter Dirga, Mas?" tanya Febby mengagumi arsitektur rumah bergaya Eropa Modern dengan cat hitam putih itu.

"Iya, ini rumahnya. Alamatnya sama seperti yang diberikan Ibu. Rumah cat hitam putih. Nomor dua puluh dua. Paling sudut," jawab Andi mengeja alamat yang dikirim ibunya.

Febby menganggukkan kepala. "Berarti benar ini rumahnya. Besar ya Mas. Bagus, dan mewah."

Andi menghela napas berat. Lagi-lagi dia kalah saing dengan saudara sepupunya. Bahkan teman-temannya dulu.

Salah satu alasan dia malas menghadiri reoni sekolah, karena dia tidak memiliki apapun untuk dibanggakan kecuali istrinya.

Anak, dia tidak punya!

"Turun," ucap Andi membuka sabuk pengaman di pinggang.

Febby melepas sendiri sabuk pengamannya. Berharap Andi yang melepas? Sampai pagi pun tidak akan pernah terjadi.

Keduanya turun berbarengan dari mobil, membiarkan mobil terparkir di luar pagar.

Andi meraba pagar hitam itu, mencari lubang kecil yang biasanya ada di sana.

"Cari siapa?" tanya seorang satpam yang mengeluarkan kepalanya dari lubang pagar.

"Cari Dokter Dirga. Kami diundang makan malam sama beliau," jawab Febby ramah.

"Saya Andi, sepupu Dirga," sambung Andi.

"Oh, tunggu sebentar," angguk satpam itu lalu membuka pintu pagar.

"Siapa Pak?" tanya seseorang yang berdiri di ambang pintu rumah mewah itu.

"Katanya tamunya Bapak, Bu. Sepupu sama istri Pak Dirga," jawab satpam.

"Oh, Mas Andi ya? Sama Febby?" Seorang wanita berjalan masuk ke rumah, memanggil suaminya. "Mas, tamu kamu udah datang tuh."

Dirga yang tengah berdiri di depan lemari kaca dekat ruang tamu, merapikan kemeja putihnya sambil tersenyum simpul melihat pantulan dirinnya di cermin. 'Selamat datang di rumahku. Febby.'

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sunti Sumiwati
ceritanya bagus
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ah! Enak Mas Dokter   Pamit ke Jakarta

    Dring! Suara ponsel memecah keheningan kamar, sekaligus mengusik kemesraan dua insan yang tengah dimabuk asmara. Benda pipih hitam yang teronggok di atas meja samping tempat tidur itu berdering. Dari layar yang menyala terlihat jelas satu nama memanggil__Bella. "Hape kamu bunyi, Mas," ucap Febby pada Dirga yang baru saja ingin mencium bibirnya. Ia memalingkan wajah ke arah meja. Menghela napas panjang, Dirga menegakkan posisi duduk, melihat ke arah layar ponsel. "Katanya kamu ganti kartu, kok masih ada yang tahu nomor hape kamu?" tanya Febby menelisik. "Telepon dari Bella, dia tahu nomor hape aku," jawab Dirga meraih ponsel dan menerima telepon dari sang sahabat sesama Mantan Dokter Kandungan. "Ga, kamu ada di mana?" tanya Bella setelah Dirga menerima telepon darinya. "Aku ada di rumah," jawab Dirga seraya menatap Febby lekat. "Oh syukurlah."

  • Ah! Enak Mas Dokter   Permintaan Lilian

    Kedatangan Anugrah ke Klinik Kecantikan Anggun, membuat Janda satu anak itu kaget. Apalagi ayahnya datang bersama putri semata wayang_Lilian. Permintaan yang lolos dari bibir mungil cucunya, menyulut emosi Anugrah yang sampai saat ini sangat membenci Dirga. "Kalau ngomong pelan-pelan dong, Pa. Kasihan Lilian." Anggun memeluk anaknya erat, mengusap pucuk kepala gadis kecil itu lembut. Tangisan Lilian pecah di pelukan sang ibu. Bukannya meminta maaf, atau menunjukkan penyesalan, Anugrah justru menarik lengan cucunya dengan kasar. "Kamu dan Mami kamu sama saja. Kenapa sih kalian ngga bisa move-on dari laki-laki bernama Dirga itu? Memang kamu pikir dengan kamu datang ke sini, kamu bisa bertemu mantan Papi tirimu itu?" Karena ketakutan, Lilian mengeratkan pelukannya di tubuh Anggun. Ia membenamkan wajah dan menangis pilu. Anggun menghela napas panjang, menatap ayahnya lirih, "Udah dong Pa, jangan ma

  • Ah! Enak Mas Dokter   Memberi Kesaksian

    Tiba di Jakarta pada siang hari. Febby didampingi Pengacara Gunawan, beserta kedua orang tuanya dan calon mertua. Siap memberikan kesaksian pada Polisi tentang kasus yang menyeret nama Dirga Dewanto. Setelah dipersilahkan masuk, Febby melangkah seorang diri ke ruang interogasi. Sementara pendampingnya menunggu di luar. Duduk di depan Komandan Kepolisian bernama Bramanto Wiyana yang didampingi anggota Polisi lain, Febby mulai memberi pengakuan tentang hubungan terlarangnya dengan Dirga Dewanto. Beberapa pertanyaan dijawab satu per satu oleh Janda Muda itu dengan lancar. Hingga pertanyaan selanjutnya mengarah ke hal pribadi. "Apa benar Anda selingkuh dengan Dokter Kandungan Anda sendiri dan melakukan hubungan itu hingga Anda mengandung?" tanya anggota Polisi yang duduk di depan mesin tik sambil menatap ke arah Febby. "Anda dengan kesadaran penuh melakukan hubungan terlarang itu?" Febby mengangguk pelan, "Iya, s

  • Ah! Enak Mas Dokter   Ditangkap Polisi

    Polisi berhasil menemukan posisi Andi di Bandung, tim mereka meringkus Duda itu yang tengah berada di dalam mobil bersama seorang wanita muda. Salah satu Polisi yang mengamankan Andi bertanya dengan nada dingin, "Siapa wanita itu?" Tangannya menggenggam erat lengan Andi yang disilang ke belakang. "Apa perlu kita bawa wanita itu juga, Dan?" tanya anggota Polisi lain. Andi menggeleng cepat, "Jangan Pak, dia bukan siapa-siapa saya. Dia cuma teman yang mau nganter saya ke rumah mantan istri saya. Dia ngga ada hubungannya sama semua ini." Dua anggota Polisi saling tatap dan mengangguk paham. Tidak mungkin mereka membawa orang asing tanpa surat ijin. "Bawa dia ke mobil!" titah Komandan Kepolisian. "Siap, Dan!" Anggota Polisi tersebut membawa Andi ke mobil, mendudukkannya di kursi belakang. Dua mobil Polisi melaju meninggalkan minimarket yang dipenuhi para warga. Mereka tampak menikmati

  • Ah! Enak Mas Dokter   Dijemput Polisi

    Masih di Bandung, Sisca baru saja selesai berdandan. Sengaja dia berlama-lama agar memiliki alasan untuk tidak mengirim foto Febby pada Andi."Buat apa foto Teh Febby? Pasti mau diupload terus dibikin caption sedih. Iih, jijik banget. Udah cerai atuh udah berakhir, ngapain ditangisin lagi," gerutu Sisca sambil berjalan keluar dari rumah.Untung saja di rumah itu dia hanya sendiri, sang ayah baru saja pergi mengantar neneknya ke rumah sakit untuk menjalani kontrol bulanan. Sedangkan ibunya sibuk berbelanja bahan dagang."Sebentar lagi ketemu sama Aa," senyum Sisca, tak sabar ingin secepatnya melakukan kopi darat dengan Andi. Setelah hampir dua bulan mereka menjalin hubungan lewat dunia maya.Seperti janji sebelumnya, Sisca menunggu Andi di depan minimarket yang tak jauh dari jalan Suka Tani. Ia mengeluarkan ponsel dari tas, menghubungi duda tanpa anak itu."Halo A, aku udah ada di depan minimarket Melodi. Aa ada di mana?" tanya Sisca celin

  • Ah! Enak Mas Dokter   Polisi Bergerak

    Saat berada di dapur, kedua calon mertua Febby datang. Mereka saling berkenalan sebelum kembali menyambung pembicaraan serius tentang rencana ke Jakarta pagi ini. "Jadi keputusannya gimana, Pa? Kita jadi ke Jakarta?" tanya Dirga setelah mendengar kabar baik dari ayahnya. "Kita tetap ke Jakarta, Febby harus memberi keterangan lanjutan agar proses hukum yang dilaporkan Andi tidak ditindaklanjuti," jawab Dewanto tegas. Fandi mengangguk setuju dengan ucapan besannya. "Sebelum ke Jakarta, kita sarapan dulu Pak Dewanto." Ia menarik kursi, mempersilahkan calon besannya untuk duduk. Ratna, Dewanto dan Dirga duduk di seberang meja, berhadapan dengan Febby, Inneke dan Fandi. Di atas meja makan sudah tersedia berbagai makanan berat dan ringan, buatan Inneke dan Kesayangan sang Duda. Ratna terkagum melihat hidangan di atas meja, pandang matanya langsung beralih pada Febb

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status