Home / Romansa / Ah! Enak Mas Dokter / Undangan Makan Malam.

Share

Undangan Makan Malam.

Author: Dita SY
last update Last Updated: 2025-05-24 11:05:06

"Besok pagi kalian harus ke praktek Dokter Dirga. Malam ini kalian diundang makan malam sama dia." Ratih berbicara di dalam telepon, menghubungi anak.

"Iya Bu. Aku dan Febby udah tahu. Ibu udah berapa kali mengingatkan itu." Andi menyahut kesal di dalam telepon saat ibunya menghubungi.

"Ibu kan cuma ngingetin kamu. Abis kamu itu kan sering banget ninggalin istri kamu sendiri. Yang harus diperiksa itu bukan cuma Febby, tapi kamu juga."

"Iya, nanti aku ikut periksa juga. Udah ya Bu. Aku baru aja bangun tidur. Mau mandi dan sarapan."

"Istri kamu mana? Biasanya Febby yang nerima telepon dari Ibu. Tapi tadi nomornya ngga aktif."

"Dia lagi bikin sarapan. Mungkin hapenya lagi dicas."

"Ya udah kalau begitu. Pokoknya kalian jangan lupa ke rumah Dokter Dirga. Nanti Ibu kirim alamatnya sama kamu."

"Hem, aku ngga akan lupa. Ngga usah kirim alamat, dia masih tinggal di rumah orang tuanya kan?"

"Ya ngga dong. Dirga sama istrinya udah pindah ke rumah mereka yang baru. Mangkanya dia bikin syukuran untuk mendoakan rumah baru mereka."

"Oh!" sahut Andi datar. Lagi-lagi dia merasa tersaingi dengan kesuksesan orang terdekat. Di kantor, temannya selalu pamer pencapaian. Dan sekarang, sepupunya sendiri.

Sedangkan dia, masih saja menjadi karyawan biasa yang hanya mendapat mobil kantor. Itu pun sering dibawa ke bengkel.

"Kali ini kamu harus bisa membuat istri kamu hamil. Kamu tahu kan, Febby itu pewaris satu-satunya kekayaan orang tuanya di kampung. Dia punya tanah, sawah, kontrakan dan tempat usaha. Belum lagi ternak sapi dan kambing. Kalau dia dapat semua itu, kalian pasti bisa beli rumah mewah di Kota."

"Hem, aku tahu soal itu Bu. Ibu tenang aja, aku pastikan Febby bisa hamil."

"Bagus Nak. Ibu tunggu kabar baiknya."

Andi mengakhiri pembicaraan dengan ibunya saat Febby masuk ke kamar yang memang tidak ditutup.

"Sarapan udah siap Mas." Febby melangkah mendekati ranjang, mengambil ponsel yang berada di balik bantal.

Ponselnya tidak aktif sejak semalam karena baterainya habis.

"Tadi Ibu nelpon kamu, tapi hape kamu ngga aktif," ujar Andi, menatap wajah lesu istrinya.

Tanpa kata, Febby hanya menunjukkan layar ponsel yang mati total.

Andi mengangguk paham. "Layani aku dulu. Aku pengen," pintanya.

Febby menghela panjang.

"Jangan ada penolakan! Dari kemarin kamu nolak aku terus!" desis Andi yang sudah tak tahan ingin melampiaskan nafsunya setelah kemarin ditolak oleh Febby.

"Sarapan dulu Mas."

Andi menarik lengan Febby, hingga tubuh wanita langsing itu terjatuh ke atas ranjang.

"Apa-apaan sih kamu! Bisa ngga kamu layanin aku seperti biasa! Gimana kita mau punya anak kalau kamu ngga mau berhubungan dengan aku."

Febby menghela napas dalam-dalam. Terpaksa melayani suaminya meski dalam hati tidak ikhlas. Ia naik ke atas tempat tidur dan duduk.

Andi tersenyum mesum, perlahan membuka pakaian istrinya satu per satu. "Gitu dong. Aku ngga akan marah kalau kamu ngga ngelawan."

Selesai meloloskan semua pakaian Febby, ia mulai mengeluarkan senjata pamungkas yang berukuran tidak terlalu besar.

"Kamu di atas," pinta Andi, berbaring sambil mengusap pisang ambonnya. Tangannya meremas paha Febby, meminta untuk cepat-cepat dimasukan.

Wanita pemilik bulu mata lentik itu mendesah pelan saat pisang suaminya masuk ke dalam liang kenikmatannya.

"Ah! Enak," racau Andi sambil meremas dua gunung kembar istrinya.

"Bikin aku puas ya Mas," pinta Febby sambil mengigit bibir bawahnya.

"Aku mau keluar!"

Kedua mata Febby membulat. Baru beberapa detik masuk, suaminya sudah mencapai klimaks.

"Kok jadi lebih cepet dari biasanya Mas?" protes Febby, menyesal dia mau melayani suaminya kalau lagi-lagi dia tidak merasa puas.

"Ah! Aku udah keluar!" erang Andi saat cairan kental itu menyembur keluar.

Febby mendengus kesal, buru-buru dia cabut pisang yang sudah letoy itu. "Belum ada satu menit Mas. Aku belum puas."

"Mangkanya kalau suami minta, langsung dikasih. Aku kan udah nahan dari kemarin. Wajar kalau cepet."

"Emang ada hubungannya? Biasanya juga kalau langsung dikasih. Ngga sampai lima menit." Febby turun dari ranjang, memakai pakaian satu per satu.

"Biasanya kan dua tiga menit. Masih mending daripada sekarang."

Febby melirik kesal. "Coba kamu minum jamu Mas. Siapa tahu ada perubahan."

"Jamu merek apa sih yang ngga pernah aku minum? Kamu juga sering bikinin jamu untuk aku. Kalau emang udah dari sananya begini, mau gimana lagi?"

Mengembus napas panjang, Febby hanya diam sambil merapikan pakaiannya. Sementara Andi bergegas ke kamar mandi.

"Kamu sarapan duluan aja. Aku masih lama. Mau menyelesaikan pekerjaan dulu di kamar," kata Andi sebelum masuk ke kamar mandi.

Febby tak menyahut, ia keluar dari kamar lalu menutup pintu kamar.

"Harusnya aku bisa nerima suamiku apa adanya, tapi kalau terus begini. Aku merasa ngga sanggup lagi menjalani rumah tangga ini," gumam wanita muda itu sambil mengusap dadanya.

Seharusnya sejak awal dia tahu, seumur hidup itu bukan waktu yang singkat. Menyesal dia menjatuhkan pilihan pada Andi, laki-laki yang mengambil perawanya. Namun tidak pernah memberi kepuasan batin selama dua tahun menikah.

Kecewa yang dirasakan Febby, tak berlangsung lama, karena dia sadar Andi tetaplah suaminya.

Saat di ruang makan, Febby menyiapkan cemilan untuk suaminya agar semangat bekerja meski di hari libur.

Ia membawa nampan berisi kopi dan kue, mengantarnya ke kamar.

Saat membuka pintu, ia melihat suaminya sedang fokus dengan laptop di atas meja.

"Mas makan cemilan dulu," kata Febby meletakkan cemilan ke atas meja.

Andi bergeming, tetap fokus pada layar laptop.

"Nanti malam, kita jadi makan malam di rumah Dokter Dirga?" tanya Febby membuka pembicaraan.

"Jadi," sahut Andi datar.

"Bawa bingkisan ngga?"

"Ngga usah, mereka udah kaya."

Febby manggut-manggut. "Dokter Dirga itu sepupu kamu ya? Aku baru tahu."

Andi melirik sesaat. "Kamu kenal sama dia?"

"Hem, kenal dekat sih ngga, tapi dia mantan kakak kelas aku."

"Oh."

Sikap Andi kembali dingin setelah nafsunya tersalurkan.

"Dia udah nikah lama ya Mas? Kok anaknya udah gede?" tanya Febby, penasaran.

"Iya dia udah nikah. Mungkin baru beberapa tahun. Aku ngga ingat pastinya. Yang jelas dia itu nikah sama janda yang punya anak satu. Istrinya Dokter Kecantikan."

Wanita muda itu membulatkan kedua mata lebar. "Oh, istrinya janda." Sambil manggut-manggut. "Istrinya Dokter kecantikan ya? Pasti dia cantik banget."

Andi kembali melirik, "Masih cantikan kamu. Ya ... aku cukup pintar memilih pasangan dibandingkan dia."

Febby tersenyum malu-malu. Akhirnya ada yang bisa dibanggakan di dirinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (7)
goodnovel comment avatar
Zuriana Abdul Rahman
cerita yg menarik
goodnovel comment avatar
Lestari Anggun S
bagus aku suka
goodnovel comment avatar
lia Amelia
mantap ceritanya seruu banget
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ah! Enak Mas Dokter   Bertemu Dirga

    Dari samping mereka, jarak sepuluh meter, Barta memandang dengan wajah cemas. Takut Andi mengacaukan semuanya. Bisa mati mereka semua.Sekian menit diam, Andi mengatakan, "Iya Mas, aku lagi nggak enak badan, tapi nggak apa-apa kok. Meskipun tenggorokan aku sakit, tapi bagian itu aku nggak sakit."Mendengar suara Andi yang dibuat-buat seperti wanita, Adrian dan Barta tersenyum kagum. Bagus!Adrian menunjukkan jari jempol pada Andi."Ayo Mas, kita cari tempat sepi," ajak Andi, merangkul lengan pria gendut itu. "Ayoo, gass Sayang." Pria itu bersemangat, melangkah berbarengan bersama Andi ke tempat yang sepi. Sementara Adrian masih berada di tempatnya sambil celingak-celinguk mencari pintu ruang bawah tanah."Cantik! Ayo, kenapa kamu diam saja di sana?" seru anak buah Marco yang tadi memilih Adrian. "Eh, iya, Mas. Maaf ya." Adrian pun kembali ke mangsanya yang sudah menunggu.Tepat di sampingny

  • Ah! Enak Mas Dokter   Si Cantik Andi

    Andi menelan ludah keras. Wajahnya terlihat panik saat pria gendut di depannya semakin mendekat. Sambil mengusap perut buncit, pria itu menatap Andi terus menerus. "Sayang, ayo puasin Mas. Mas udah nggak sabar pengen digoyang sama kamu. Masukin punya Mas ke punya kamu." Andi bergidik ngeri saat mendengar kata-kata tidak pantas yang keluar dari mulut si gendut. Apalagi tatapan mesum itu, membuatnya mual. Ia mengusap bulu-bulu halus di tubuhnya yang meremang. Rasanya seperti didekati Genderuwo penghuni pohon besar. Andai ia wanita sungguhan, ia merasa sudah ditelanjangi di depan umum. Ingin rasanya menendang senjata milik pria gendut itu. Paling ukurannya hanya sebesar minyak angin, pikirnya. Membayangkan saja rasanya ingin muntah. "Kenapa diam Sayang? Kamu takut ya sama Mas?" goda si gendut. Andi mendelik jijik, ingin rasanya mencabik dan mengeluarkan isi perut pria itu menggunak

  • Ah! Enak Mas Dokter   Berhasil Masuk

    Sebelumnya~"Kalian sudah siap?" Adrian berdiri di depan enam orang wanita berpenampilan seksi.Dua di antaranya wanita setengah jadi, tetapi wajah mereka tak kalah cantik dari wanita asli. Polesan make-up berhasil membuat wajah mereka terlihat seperti wanita sesungguhnya."Siap!" Ke-enam orang itu berseru dengan semangat.Mereka siap menjalankan missi berbahaya kali ini, dan yakin akan berhasil.Setelah memastikan penampilan mereka sempurna, Adrian meminta Sasa_wanita paling cantik di antara tiga lainnya untuk berjalan lebih dulu."Kamu harus benar-benar meyakinkan mereka," ucap Adrian pada wanita berkulit putih mulus itu. "Buat kedua laki-laki itu lengah."Adrian menunjuk dua orang pria bersenjata yang berdiri di depan gerbang markas.Dua pria itu terlihat fokus memperhatikan sekitar sambil memegang senjata panjang. Sasa menatap ke arah yang ditunjuk. "Siap Pak," angguknya, kemudian melangkah dengan

  • Ah! Enak Mas Dokter   Dua Nyawa Hilang

    Di dalam ruangan sempit, pengap dan gelap ... Dirga duduk bersandar ke dinding dengan tubuh yang semakin melemah.Seluruh tenaganya terkuras habis setelah memindahkan Anggun ke sudut ruang di bawah tangga.Dengan napas terengah-engah, Dirga menatap wanita masa lalunya itu yang tak lagi bernyawa. "Aku membunuhnya." Ia menatap kedua tangan yang pucat. Masih tak percaya ia membunuh seseorang dengan tangannya sendiri.Menarik napas panjang, Dirga mencoba menerima kenyataan itu, bahwa ia adalah pembunuh.Saat ini yang ia harapkan hanya kebebasan, bertemu dengan keluarga, dan menyelamatkan anak pertamanya.Apapun akan dilakukan.Di ruangan gelap itu, tiba-tiba ponsel di tangannya menyala. Ia terhenyak, sempat berpikir yang menghubungi adalah Marco. Namun, keterkejutan itu sirna saat ia melihat satu pesan yang masuk dari Kepolisian. [Pak Dirga, kami sudah mengirim bantuan ke sana. Tolong jangan berpindah posisi. Sebentar lagi Dokter Barta dan Detektif Adrian akan menyelamatkan Anda]Memba

  • Ah! Enak Mas Dokter   Rencana Pertama

    Andi dan timnya tiba di pintu masuk pelabuhan. Mobil Avanza hitamnya dihentikan oleh salah satu anggota Polisi bersenjata api. Pria berkumis tipis itu membuka kaca jendela dan berbicara dengan Polisi tersebut. Setelah berbicara panjang lebar, Andi dan keempat wanita bayaran itu turun dari mobil dan melangkah ke arah bangunan kosong yang berada tak jauh dari parkiran.Di sana, sepuluh anggota Polisi bersenjata api lengkap sedang mengawasi sekitar. Salah satu dari mereka mendekati Andi saat tim yang ditunggu itu datang. "Silakan masuk, Anda dan wanita-wanita ini sudah ditunggu di dalam." Polisi berpakaian preman itu membawa Andi, memasuki gedung yang sudah lama kosong.Dinding-dinding bangunan terlihat sangat suram. Cat-catnya mengelupas dan terlihat jamur menempel di lapisan dinding tersebut.Bau apek dan pengap, mengganggu indera penciuman mereka. Belum lagi, udara lembab dan lantai yang licin, membuat mereka kesulitan melangk

  • Ah! Enak Mas Dokter   Missi Besar

    Nila menghela napas pasrah saat pria bertato menaikan roknya ke atas, dan melebarkan kedua kakinya."Mas, jangan kasar." Dengan tatapan memohon, Nila memelas."Sstttt, sudah basah Sayang," kekeh pria itu, menyentuh belahan di bawah sana menggunakan jari dan menariknya. "Wangi, kamu pintar merawatnya Sayang."Bulir bening mengalir, membasahi wajah Nila yang pucat pasi. 'Mas Andi, tolong .... 'Seakan Malaikat maut sudah menunggu di sampingnya, ia yakin akan mati malam ini. Mati di usia muda."Aku masukan ya." Pria itu mengarahkan tombaknya ke belahan di bawah sana.Namun belum sempat memasukan senjata besar berurat itu ke dalam terumbu karang milik Nila, tiba-tiba seorang wanita memanggil wanita itu.Kelima pria menoleh ke asal suara secara berbarengan."Nila! Lo di sini. Lo dipanggil sama Mami. Cepet ke sana! Mami lagi tantrum tuh, kayaknya dia kehilangan duit!" seru Sasa. Nila tersenyum lega. Buru-bur

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status