Perjalanan berakhir. Setelah mobil mereka masuk ke dalam komplek perumahan Pesona Indah. Dirga menghentikan laju kendaraan di depan rumah bergaya mini-malis dengan cat yang sama seperti rumah Fandi di Bandung. Kedua suami-istri itu turun dari mobil, melangkah memasuki rumah. Di dalam, Fandi, Inneke dan kedua besannya sudah menunggu di ruang tamu, pun dengan kedua orang tua Sisca dan anak mereka. Saat tiba di ruang tamu, pandang mata Sisca langsung tertuju pada Dirga dan Febby yang melangkah masuk sambil bergandengan tangan. 'Ish! Gandengan tangan terus kayak orang mau nyebrang,' gumam Sisca dalam hati. "Pindah ke sini, Neng," kata Innaya pada anaknya, meminta wanita muda itu berpindah ke sofa di pojok. Sementara sejak tadi Sisca justru duduk di tengah-tengah Fandi dan Inneke. Sisca menggeleng, menolak permintaan ibunya. Namun saat melihat mata Agung melotot, ia tak bisa melakukan apapun.
"Abah, sini hape aku!" Wajah Sisca panik saat sang ayah merampas kasar ponsel dari tangannya. Ia berusaha merebut kembali benda pipih hitam itu, namun ayahnya menyembunyikan di dalam saku celana. Mendengus kesal, Agung berbisik kasar pada anaknya, "Jangan main hape. Kamu tahu 'kan pernikahan ini privat! Kalau sampai Uwak kamu dan Emak kamu tahu kamu ngambil foto Febby dan suaminya. Mereka bisa marah. Abah malu karena ngga bisa jagain kamu. Udah gede tapi kelakuan kayak bocah!" "Aku ngga ngambil foto kok, Bah. Aku cuma ngecek ada chat masuk atau ngga. Aku aja ngga kepikiran mau ngambil foto Teh Febby sama Akang Dirga." Agung melirik sinis, "Kamu pikir Abah bodoh? Abah lihat dengan mata kepala sendiri kalau kamu ngambil gambar Teteh kamu sama suaminya. Emang Abah buta!" Sisca terdiam, sadar ia tidak akan bisa melawan ayahnya yang galak. Jalan satu-satunya hanya mengalah dan menunggu acara selesai agar dia bisa mengambil ponse
Sejak kepulangan dari Bogor, kondisi kesehatan mental Lilian semakin memburuk. Ia terus menangis dan menolak berkomunikasi dengan siapapun.Anggun tengah berjuang keras untuk bisa mengembalikan Lilian seperti dulu. Meski harus mengorbankan waktu dan tenaga ekstra.Kesabarannya benar-benar diuji. Ia harus berjuang seorang diri untuk menyembuhkan anak semata wayang.Saat ini di ruang psikiater, Anggun tengah mendampingi anaknya menjalani pengobatan dengan Dokter Profesional.Tak lagi sempat mengurus Klinik, bahkan memegang ponsel pun ia tak memiliki waktu."Jadi gimana keadaan anak saya, Dok?" tanya Anggun menatap Lilian lirih.Gadis kecil itu hanya diam seperti patung. Jangankan berbicara, menatap ke arahnya saja enggan."Saya resepkan obat. Tolong diberikan tepat waktu. Jangan sampai kondisinya memburuk. Lilian sangat butuh pengobatan khusus dan dampingan orang tua agar kondisinya bisa membaik.""Baik, Dok," sah
Melihat kedatangan calon suami Febby, dengan cepat Sisca melangkah menuju ruang tamu sambil membawa nampan di kedua tangan. Menyunggingkan senyuman manis, Sisca mendekati Tamu dan Tuan Rumah itu lalu berjongkok di dekat meja panjang. Ia meletakkan satu per satu gelas berisi minuman di atas meja kaca. "Silakan diminum," ucap Sisca dengan senyuman manis sambil melirik ke arah Dirga yang terus memandangi kamar Febby. 'Ganteng juga. Beruntung banget Teh Febby bisa dilamar sama cowok ganteng. Mantan suaminya ganteng, calonnya lebih ganteng lagi. Jangan-jangan Teh Febby pakai pelet?' gumamnya dalam hati. Dewanto dan Ratna menatap ke arah Sisca dan Bu Ida. Mereka sudah sering melihat Bu Ida, namun baru pertama kalinya melihat wanita muda itu. "Neng Geulis ini namanya Sisca, Bu Ratna. Pak Dewanto. Dia keponakan istri saya," ucap Fandi memperkenalkan. Dewanto dan Ratna manggut-manggut. Akhirnya terjawab sudah rasa pen
~Paginya~ Hatchi! Hatchi! Febby terbangun dari tidur dengan keadaan kurang enak badan. Ia membuka mata, melihat Sisca ada di samping. Tubuh sepupunya itu terbungkus selimut tebal. "Sis, kamu yang naikin suhu AC ya?" tanya Febby pada sepupunya itu. "Kamu kenapa tidur di sini? Ngga pulang ke rumah?" "Hmm, berisik Teh. Aku kurang tidur semalam," sahut Sisca jengkel. Bukannya bangun, wanita muda itu merapatkan selimutnya. "Aku kedinginan Sis. Kamu naikin suhu AC 'kan?" "Apaan sih Teh, berisik banget. Udah tidur lagi. Masih pagi buta juga." Febby mendengus kesal, "Kamu ngapain atuh tidur di sini, bukannya pulang ke rumah. Kamu 'kan dicariin sama Abah Agung." Sisca berdecak, "Teteh ngusir aku? Iya?" Menghela napas panjang, Febby hanya diam. Sisca memutar tubuhnya, menatap Febby dan membuka selimut. "Ngga boleh aku tidur di sini?"
Kabar tentang lamaran Dirga membuat Febby menangis haru. Akhirnya semua kerumitan kisah cinta mereka berakhir. Sebentar lagi dia akan menyandang status sebagai seorang istri untuk kedua kalinya. Istri dari cinta pertama yang akhirnya dipertemukan kembali. "Aku bahagia mendengar kamu akan melamarku, Mas," ucap Febby di dalam telepon. Setelah berbicara panjang lebar tentang lamaran. Malam harinya Febby dan Dirga kembali melanjutkan pembicaraan tentang pernikahan mereka. "Aku juga bahagia, karena semuanya sudah berakhir. Kamu dan aku akan secepatnya bersatu." Febby tersenyum simpul. Rona merah terlihat jelas di kedua pipi. Tak sabar ingin secepatnya menjadi istri Dirga Dewanto_pria pujaan hati. "Bagaimana keadaan kandunganmu, hem?" tanya Dirga disela lamunan Febby yang membayangkan akan segera menjadi istri Dokter Kandungan itu. "Baik. Anak kita sehat." Lamunannya buyar, ia kembali fokus pada pemb