"Abah, sini hape aku!" Wajah Sisca panik saat sang ayah merampas kasar ponsel dari tangannya. Ia berusaha merebut kembali benda pipih hitam itu, namun ayahnya menyembunyikan di dalam saku celana.
Mendengus kesal, Agung berbisik kasar pada anaknya, "Jangan main hape. Kamu tahu 'kan pernikahan ini privat! Kalau sampai Uwak kamu dan Emak kamu tahu kamu ngambil foto Febby dan suaminya. Mereka bisa marah. Abah malu karena ngga bisa jagain kamu. Udah gede tapi kelakuan kayak bocah!" "Aku ngga ngambil foto kok, Bah. Aku cuma ngecek ada chat masuk atau ngga. Aku aja ngga kepikiran mau ngambil foto Teh Febby sama Akang Dirga." Agung melirik sinis, "Kamu pikir Abah bodoh? Abah lihat dengan mata kepala sendiri kalau kamu ngambil gambar Teteh kamu sama suaminya. Emang Abah buta!" Sisca terdiam, sadar ia tidak akan bisa melawan ayahnya yang galak. Jalan satu-satunya hanya mengalah dan menunggu acara selesai agar dia bisa mengambil ponseSetelah berbicara panjang lebar di halaman belakang, Dirga kembali menemui kedua orang tuanya di ruang tamu. Sedangkan Febby beristirahat di kamar. "Istri kamu kemana, Ga?" tanya Dewanto pada anaknya. "Febby istirahat, Pa. Kecapean." Dewanto mengangguk pelan. "Wajar kalau cepet cape, dia bawa dua bayi di perut," imbuh Ratna. Dirga hanya manggut-manggut sambil menatap layar ponsel, melihat postingan Andi, mencari tahu apapun yang kemungkinan ada hubungannya dengan Sisca. "Bener, satu anak aja udah bikin lelah. Apalagi dua," kekeh Fandi ikut bicara. "Mangkanya jadi suami harus bisa menghargai istri," imbuh Ratna. "Bener banget," angguk Inneke setuju. Diam-diam Sisca mengetik layar ponsel di sela-sela percakapan orang-orang itu. Ia mengirim chat pada Anggun yang berisi .... Sisca [Anak yang dikandung Febby, kembar] Anggun [
Sisca tersenyum culas saat mendengar tawaran dari Anggun. Penawaran menggiurkan yang bahkan tak pernah dia dengar sebelumnya. "Kasih aku jawaban sekarang!" pinta Anggun menunggu jawaban. Saat hendak membuka mulut memberi jawaban, Sisca dikejutkan dengan suara langkah kaki mendekati dapur. Disusul suara Febby yang terdengar manja. Dengan cepat Sisca menyembunyikan ponsel ke dalam saku lalu pura-pura menyibukkan diri membersihkan wastafel. "Kamu mau ke mana, Mas?" Febby menghentikan langkah kaki Dirga di depan pintu dapur. "Mau ngambil minum," jawab Dirga, memutar tubuhnya menghadap Febby. "Kamu mau minum juga?" Ia tersenyum manis. Febby menggeleng dengan wajah cemberut, melirik ke arah dapur yang dia ketahui ada Sisca di sana. "Emang udah ada air minum di rumah ini? Rumah ini 'kan baru. Di meja tadi ada kok air gelasan. Kenapa ngga minum itu aja?" Dirga menyadari istrinya curiga,
Perjalanan berakhir. Setelah mobil mereka masuk ke dalam komplek perumahan Pesona Indah. Dirga menghentikan laju kendaraan di depan rumah bergaya mini-malis dengan cat yang sama seperti rumah Fandi di Bandung. Kedua suami-istri itu turun dari mobil, melangkah memasuki rumah. Di dalam, Fandi, Inneke dan kedua besannya sudah menunggu di ruang tamu, pun dengan kedua orang tua Sisca dan anak mereka. Saat tiba di ruang tamu, pandang mata Sisca langsung tertuju pada Dirga dan Febby yang melangkah masuk sambil bergandengan tangan. 'Ish! Gandengan tangan terus kayak orang mau nyebrang,' gumam Sisca dalam hati. "Pindah ke sini, Neng," kata Innaya pada anaknya, meminta wanita muda itu berpindah ke sofa di pojok. Sementara sejak tadi Sisca justru duduk di tengah-tengah Fandi dan Inneke. Sisca menggeleng, menolak permintaan ibunya. Namun saat melihat mata Agung melotot, ia tak bisa melakukan apapun.
"Abah, sini hape aku!" Wajah Sisca panik saat sang ayah merampas kasar ponsel dari tangannya. Ia berusaha merebut kembali benda pipih hitam itu, namun ayahnya menyembunyikan di dalam saku celana. Mendengus kesal, Agung berbisik kasar pada anaknya, "Jangan main hape. Kamu tahu 'kan pernikahan ini privat! Kalau sampai Uwak kamu dan Emak kamu tahu kamu ngambil foto Febby dan suaminya. Mereka bisa marah. Abah malu karena ngga bisa jagain kamu. Udah gede tapi kelakuan kayak bocah!" "Aku ngga ngambil foto kok, Bah. Aku cuma ngecek ada chat masuk atau ngga. Aku aja ngga kepikiran mau ngambil foto Teh Febby sama Akang Dirga." Agung melirik sinis, "Kamu pikir Abah bodoh? Abah lihat dengan mata kepala sendiri kalau kamu ngambil gambar Teteh kamu sama suaminya. Emang Abah buta!" Sisca terdiam, sadar ia tidak akan bisa melawan ayahnya yang galak. Jalan satu-satunya hanya mengalah dan menunggu acara selesai agar dia bisa mengambil ponse
Sejak kepulangan dari Bogor, kondisi kesehatan mental Lilian semakin memburuk. Ia terus menangis dan menolak berkomunikasi dengan siapapun.Anggun tengah berjuang keras untuk bisa mengembalikan Lilian seperti dulu. Meski harus mengorbankan waktu dan tenaga ekstra.Kesabarannya benar-benar diuji. Ia harus berjuang seorang diri untuk menyembuhkan anak semata wayang.Saat ini di ruang psikiater, Anggun tengah mendampingi anaknya menjalani pengobatan dengan Dokter Profesional.Tak lagi sempat mengurus Klinik, bahkan memegang ponsel pun ia tak memiliki waktu."Jadi gimana keadaan anak saya, Dok?" tanya Anggun menatap Lilian lirih.Gadis kecil itu hanya diam seperti patung. Jangankan berbicara, menatap ke arahnya saja enggan."Saya resepkan obat. Tolong diberikan tepat waktu. Jangan sampai kondisinya memburuk. Lilian sangat butuh pengobatan khusus dan dampingan orang tua agar kondisinya bisa membaik.""Baik, Dok," sah
Melihat kedatangan calon suami Febby, dengan cepat Sisca melangkah menuju ruang tamu sambil membawa nampan di kedua tangan. Menyunggingkan senyuman manis, Sisca mendekati Tamu dan Tuan Rumah itu lalu berjongkok di dekat meja panjang. Ia meletakkan satu per satu gelas berisi minuman di atas meja kaca. "Silakan diminum," ucap Sisca dengan senyuman manis sambil melirik ke arah Dirga yang terus memandangi kamar Febby. 'Ganteng juga. Beruntung banget Teh Febby bisa dilamar sama cowok ganteng. Mantan suaminya ganteng, calonnya lebih ganteng lagi. Jangan-jangan Teh Febby pakai pelet?' gumamnya dalam hati. Dewanto dan Ratna menatap ke arah Sisca dan Bu Ida. Mereka sudah sering melihat Bu Ida, namun baru pertama kalinya melihat wanita muda itu. "Neng Geulis ini namanya Sisca, Bu Ratna. Pak Dewanto. Dia keponakan istri saya," ucap Fandi memperkenalkan. Dewanto dan Ratna manggut-manggut. Akhirnya terjawab sudah rasa pen