Plak!!Baru saja Ali sampai dan membuka pintu, tiba-tiba ia di sambut dengan sebuah tamparan keras dari Pak Widodo.Pria yang memiliki kulit sawo matang itu langsung menengok ke arah sang ayah dan memegang pipi kanannya, ia tidak mengerti kenapa ayahnya malah menampar pipinya tanpa ada sebuah alasan.“Dasar anak tidak tahu diri!” Sentak Pak Widodo dengan wajah merah padam.“Apa maksud Ayah?” tanya Ali yang belum paham.“Tidak usah berlaga tidak tahu! Kamu apa kan Lisda?”Dugaan Ali tidak meleset sama sekali, ia sudah menduga Lisda pasti mengadu kepada Pak Widodo, entah apa yang ia adukan sampai-sampai Pak Widodo begitu marah kepadanya.“Aku tinggalkan dia di jalan.” Ucap Ali, meskipun berbohong pasti ayahnya sudah tahu dari Lisda. Maka dari itu ia lebih memilih untuk mengatakan yang sebenarnya.Pak Widodo menggeleng, ia tidak percaya anaknya bisa melakukan hal sebodoh itu kepada calon istrinya.“Di mana otak kamu Ali! Kamu tega meninggalkan calon istrimu di tengah jalan. Kamu tidak be
“Apa maksudmu?”Tari dan Ali menoleh ke arah sumber suara itu, terlihat jika ada Lisda yang tengah berdiri di belakang Ali.“Li-lisda, dari mana kamu tau kalau aku ada di sini?” “Kamu tidak perlu tau! Yang jelas sedang apa kamu di sini?” Lisda menghampiri Ali dan...Plak!Satu tamparan keras mengenai pipi mulus Tari yang membuatnya sedikit terhuyung ke belakang.“Dasar wanita murahan!” hina Lisda dengan memandang rendah Tari.“Jaga mulutmu, Lis! Tari tidak murahan, jangan asal bicara kamu!” sentak Ali yang sudah tidak tahan dengan sikap Lisda yang sangat keterlaluan.“Untuk yang ke sekian kalinya kamu membela dia dari pada aku, Mas!” pekik Lisda.Wanita cantik yang bertubuh semampai itu menatap Tari yang sedang merasakan sesak di dada, karena mendapat hinaan dan tamparan dari Lisda.“Ini untukmu,” Ujar Lisda yang memberikan sebuah undangan pernikahan untuk Tari.“Mudah-mudahan setelah kita menikah, kamu tidak akan berani untuk mendekati Mas Ali lagi.” Tambahnya.Saat Tari akan mengam
Terlihat sepasang pengantin yang tengah bahagia, ketika duduk berdua di depan Pak Penghulu untuk segera melaksanakan ijab kabul."Bagaimana? Mas Aji sudah siap?" tanya pak Penghulu sebelum berjabat tangan dengan Aji."Sudah, Pak, Saya sudah siap." ujar Adi dengan mantap."Bismillahirrahmanirrahim, Saya nikahkan dan saya kawinkan Tri Maharani Binti Irwan dengan maskawin seperangkat alat shalat, dan uang tunai sebesar enam puluh juta dibayar tunai,""Saya terima nikah dan kawinnya, Tari Maharani Binti Irwan, dengan maskawin berupa seperangkat alat Shalat dan uang tunai senilai enam puluh juta rupiah dibayar tunai." ujar Aji“Bagaimana para saksi? Sah?"“Sah...!”“Tunggu dulu!”Terdengar suara seseorang yang menghentikan ijab kabul tersebut.Semua orang memandang wanita berparas cantik itu, ia berjalan membelah semua orang yang sedang berkerumun menyaksikan acara ijab kabul Tari dan juga Aji.Wanita cantik yang belum diketahui namanya itu sedang menangis sambil memegang benda kecil yang b
Aji yang mendengar itu langsung menggelengkan kepalanya, dia tidak mau menalak wanitanya itu.“Tidak...! Aku tidak akan pernah mau menalak kamu Tari!” pekik Aji pun menghampiri Yasmin yang masih tergugu, kemudian dia menyuruh Yasmin beserta ibunya agar pergi meninggalkan pesta pernikahannya.“Pergi...! dan bawa juga ibumu dari sini, kedatangan kalian di sini hanya menghancurkan acaraku saja." usir Aji.Yasmin menatap Aji dengan berurai air mata, ada penyesalan yang tumbuh pada dirinya, setelah mendengar ucapan yang keluar dari mulut pria yang sudah menodainya.Rayuan manis Aji s’lalu terngiang-ngiang, bahwa ia akan segera menikahinya jika Yasmin mau memberikan bagian yang paling berharga di hidupnya.Tari semakin muak ketika melihat perlakuan kasar Aji terhadap Yasmin, kemudian ia menghampiri wanita yang tengah hamil muda itu.“Cukup Aku yang kamu sakiti Mas! Lihat dia? Dia ini sedang mengandung anakmu!” ujar Tari, “sekarang, kalian pergilah dari sini! Aku mau istirahat." sambungnya.
“Ada yang mencariku Bu? Siapa?” tanya Tari.“Nak Ali, sahabat kamu waktu kecil," ujar Bu Asti.“Kak Ali? Benarkah itu kak Ali Bu?” tanya Tari.Tari terlihat bahagia, ketika mendengar nama Ali yang Bu Asti sebut.Dengan langkah cepat ia menyusuri anak tangga yang berada di rumanya, sementara Ali sedang duduk di sofa menunggu kedatangan Tari sambil memainkan handphone miliknya.“Kak Ali...!” pekik Tari.Ali pun menengok ke arah sumber suara yang telah memanggil namanya, namun tidak yang seperti ia bayangkan.Pria berkulit sawo matang itu membayangkan, jika hari ini Tari akan berpenampilan seperti pengantin pada umumnya, di mana si pengantin wanita akan di rias dengan balutan makeup yang sangat cantik dan juga mengenakan kebaya yang sangat indah.Pria itu melihat Tari dengan raut wajah kebingungan, karena melihat penampilannya seperti orang yang tidak waras.Riasan makeup yang acak-acakan, rambut yang semerawut, dan juga ada jejak air mata yang belum Tari hapus.“Ini kamu Dek?” tanya Ali.
Tiga hari kemudian, sejak kejadian itu Tari sama sekali tidak beranjak dari kamarnya, ia s’lalu berdiam diri di kamar. Bahkan setiap kali teman kerjanya ingin berkunjung ke kediamannya ia s’lalu menolak, alasannya bahwa dirinya sedang tidak enak badan.Kali ini, untuk pertama kalinya ia berdandan sangat cantik dengan taburan makeup yang flawles dan di padukan dengan dres yang berwarna soft blue. Dapat menambah kesan cantik dan ke anggunan pada dirinya.“wah...! hari ini anak Ibu cantik sekali, mau ke mana?” tanya Bu Asti. “Aku mau ketemu sama Pak Andre, Bu. mau mengurusi tentang perceraianku bersama Mas Aji” ujar Tari.Terlihat raut wajah yang murung dari Bu Asti, ia sangat menyayangkan semua hal ini. Bu Asti tidak menyangka kalu Aji tega berkhianat di belakang anaknya, padahal Tari sudah memberikan apa yang ia mau, seperti uang yang nilainya cukup besar.Aji pernah meminta uang untuk modal usaha, ia akan membangun sebuah restoran didaerah Jakarta, sekarang ini usahanya cukup berkemba
“Apa kamu bilang!"Deg!Aji terperanjat ketika mendengar teriakkan yang sangat melengking itu, suara itu seperti sudah tidak asing lagi bagi dirinya.Dengan perlahan, pria yang memiliki rambut ikal itu langsung melihat ke arah sumber suara yang sudah mengagetkannya.Benar saja yang di ucapkan oleh Aji, ternyata wanita yang tadi berteriak itu adalah Bu Nesih, dia adalah adik dari Bu Ati. Orangnya memang terkenal sangat tegas dan bertanggung jawab, jadi tidak heran jika dia terlihat akan sangat marah ketika Aji tidak mau untuk bertanggung jawab atas apa yang telah dia buat.Terlihat wanita yang ditaksir berumur lima puluh tahunan itu sedang berdiri sambil bertolak pinggang.Matanya menatap tajam ke arah Aji, dia sangat marah ketika mendengar kabar bahwa keponakannya telah menghamili anak orang lain.“Beraninya kau mau mempermainkan acara yang sangat sakral ini! saya akan memotong burungmu itu, jika kamu dengan beraninya membatalkan pernikahan!” tegas Bu Nesih.Seketika Aji langsung memeg
“Aduh...!” Pekik Tari.“Mbak enggak kenapa-kenapa?”Tari tidak menghiraukan pertanyaan dari pria itu, dia lebih memilih untuk pergi dari kedai bakso tersebut.Rencana yang ingin makan bakso di tempat menjadi gagal oleh ular Dara, dia merusak semuanya dan hampir mencelakai dirinya.“Ah s14l! Kenapa harus ada pria itu sih, padahal sedikit lagi Aku akan mempermalukan dia di tempat umum.” kesal Dara.Dengan menghentakkan kakinya kini ia pun pergi meninggalkan kedai bakso itu. Dengan muka yang di tekuk dia berjalan menuju rumah yang kebetulan tidak jauh dari kedai bakso tersebut.“Kamu kenapa Ra? Kok mukanya cemberut gitu, ada apa?” tanya Bu Ati yang melihat anak perempuannya yang pulang sambil menampakkan wajah yang di tekuk.“Itu Bu, Aku kesal sama Mbak Tari.“ seru Dara.“ kesal kenapa? Emangnya kamu ketemu sama Tari di mana?”“Di kedai bakso cuangki yang ada di depan kompleks Bu” ujar Dara, “Aku lihat mbak Tari yang sedang membeli bakso di situ, terus Aku samperin dan Aku nagih janji yan