Share

episode 7

“Nih!” Ujar Tari sambil memberikan cek senilai sepuluh juta rupiah.

Seketika mata gadis yang masih berumur sembilan belas tahun itu membelalak lebar, ia hampir kehilangan kesadarannya karena habis mendapatkan durian runtuh dari Tari.

Tari yang melihat itu tidak mau kehilangan kesempatannya untuk segera pergi bersama dengan Ali.

“Ayok Kak, kita pergi dari sini.” ajak Tari.

Aji dan Tari langsung pergi melesat dari hadapan Bu Ati dan juga Dara. Di tengah perjalanan, Ali sangat penasaran dengan cek yang di berikan oleh Tari, nilainya yang cukup fantastis membuat Ali sedikit protes dan tidak terima, kenapa tari mau memberi uang kepada Bu Ati dan Juga Dara, padahal sikap mereka berdua sangat tidak terpuji.

“Dek, kamu jadi orang kok baik banget sih! Sekali-kalilah Dek, kasih mereka pelajaran jangan malah dikasih duit malah keenakan nanti." protes Ali.

“Apaan sih Kak, kenapa kakak malah protes? Bukannya dukung Aku." seru Tari.

“Enggak kali ini kakak tidak akan dukung kamu!” ketusnya.

“Lah, kenapa bisa gitu? jadi sekarang kakak sudah tidak kasihan lagi nih sama Aku?” ujar Tari sambil mengerucutkan bibirnya.

Ali yang sejak tadi kesal karena sikap Tari yang terlalu baik kepada orang, akan tetapi dalam sekejap perasaan kesalnya itu berubah menjadi gemas.

Bukan Tari namanya yang tidak bisa merubah mood seseorang, seperti yang di alami oleh Ali saat ini.

“Sudah, enggak usah cemberut kayak gitu! Senyum dong, kan tujuan kakak membawa kamu itu untuk have fun.” ujar Ali.

*

*

Sementara Dara dan Bu Ati sedang merasakan kebahagiaan yang luar biasa, karena habis mendapatkan cek yang bernilai sangat tinggi bagi kedua wanita itu.

“Bu, kita kaya Bu.” ujar Dara dengan full senyum.

“Tuh kan, apa kata Ibu. Rencana kita pasti berhasil, kamu sih enggak mau percaya sama Ibu." seru Bu Ati.

“Iya Bu, sekarang Dara percaya sama Ibu. Nanti kita Shopping yuk Bu? Mumpung lagi banyak duit." ajak Dara.

Aji yang mendengar ada kegaduhan di depan rumah langsung keluar.

“Ada apa sih rame-rame?” tanya Aji.

“Ini loh Kak, Aku abis dapat durian runtuh,” seru Dara dengan girang.

“Mana duriannya? Kok gak ada?”

Dara menepuk jidatnya, dia tidak habis pikir dengan sang Kakak yang tidak mengerti maksud dari peribahasa yang ia ucapkan.

“Maksudku, Dara abis dapat rejeki nomplok Kak!” kesal Dara.

“Hahaha! Rejeki nomplok dari mana? Jangan kebanyakan menghayal kamu.”

“Nih lihat!”

Dara langsung menunjukkan cek yang di beri oleh Tari, Aji yang melihat itu langsung membulatkan matanya dengan sempurna.

Dia mengambil cek itu dengan tangan yang bergetar, matanya tidak mampu untuk berkedip.

“I-ini beneran?” tanya Aji.

“Beneran dong, Masa bohong.” seru Dara.

“Dari mana kamu mendapatkan cek ini?” tanya Aji.

“Dari Kak Tari dong.”

“Ta-tari! Kok bisa?”

Aji mulai curiga dengan keaslian cek itu, setaunya jika Tari tidak akan begitu mudahnya memberikan uangnya apalagi dengan nominal yang begitu besar.

“Bisa dong, kan dulu dia pernah berjanji sama Aku, kalu dia akan membelikan aku hp baru.” jelas Dara.

“Tapikan kalu dia jadi nikah sama kakak Dar, sekarang kan kakak sama dia nikahnya enggak jadi.”

“Terserah ah, pokoknya besok Dara sama Ibu mau pergi belanja” tukas Dara.

Tidak mau mendengar perkataan dari Aji lagi, gadis cantik itu langsung mengambil cek yang ada di tangan sang Kakak dan berlalu pergi.

Selepas kepergian Dara, Aji duduk termenung di teras depan rumah. Ia memikirkan cek pemberian dari Tari.

*

*

Di tempat lain, Tari dan Ali sedang makan di sebuah restoran ala Timur Tengah.

Keduanya tapak kelihatan sedang tertawa bersama, sambil menceritakan sesuatu yang sangat lucu.

“Hahah...kamu benar-benar jahil banget sih Dek." ujar Ali yang terus tertawa.

“Enggak kok Kak, itu belum seberapa.” seru Tari.

“Pasti sekarang mereka sedang merasakan kebahagiaan yang sangat luar biasa,” ujar Ali.

“Iya, lagian sayang dong. Aku memberi uang segitu banyaknya, memang cari duit enggak capek.” seru Tari.

“Ya udah, kita pesan makanan yuk," ujar Ali, “oh ya, sehabis ini kamu mau ke mana lagi Dek?” tanya Ali.

“Aku mau ke Danau kak." ujar Tari dengan pandangan kosong.

Masih ada pancaran yang Ali lihat dari sorot mata Tari, ia mengerti. Tari tidak akan mudah untuk melupakan laki-laki yang kini telah mengkhianati dirinya.

Tiga tahun lamanya Tari dan Aji menjalin hubungan asmara, sehingga banyak tempat yang mereka singgahi. Seperti saat ini, Tari dan Ali sedang makan bersama di sebuah restoran yang di mana banyak kenangan bersama dengan Aji.

“Kamu kenapa sedih Dek?” tanya Ali yang melihat Tari berubah moodnya.

“Enggak kenapa-kenapa kok Kak” seru Tari yang memancarkan senyum indahnya.

“Ya sudah Ayok makan."

Demi menghormati Ali, Tari pun mulai memakan hidangan yang telah di pesan.

Walaupun terasa sulit untuk menelan akan tetapi, Tari terus memaksakan supaya makanan itu bisa tertelan.

Cairan bening yang berada di kelopak matanya pun kini meleleh, semakin ia memaksa untuk menelannya, maka tenggorokan Tari semakin menolaknya.

“Sini peluk!” ujar Ali, “maafin kakak ya? Kakak sudah kurang ajar mengajar kamu ke tempat ini." sambungnya.

Ali tahu, bahwa membawa Tari ke tempat ini adalah hal yang sangat menyakitkan baginya. Bagaimana tidak, tempat inilah yang menjadi saksi ketika Tari di lamar oleh kekasih hatinya yaitu Aji.

“Enggak kok Kak, bukan salah kakak. Akunya saja yang cengeng, yang belum bisa melupakan semua kenangan yang ada di tempat ini.” jelasnya.

“Ya sudah, kalau begitu sekarang makan dulu. Nanti kita pergi ke Danau” usul Ali, “sini Kakak hapus air matanya, orang cantik itu enggak boleh sedih.” sambungnya lagi.

Ada debaran yang berbeda ketika Ali menatap dan menghapus air mata di wajah cantik Tari.

Sejak kecil mereka memang sudah bersahabat lama, Ali yang pertama kali melihat Tari saat di depan gang kompleks. Waktu itu usia Tari baru menginjak sepuluh tahun, dan Ali baru berusia dua puluh tahun.

Di gang tersebut, Tari sedang menangisi kucing kesayangannya yang mati karena di tabrak oleh pengendara motor. Dia terus menangis meraung sambil memeluk kucing yang penuh dengan darah.

Ali yang melihat itu merasa tidak tega, karena ia mengingat adik perempuannya yang telah meninggal. Ia menghampiri Tari kecil sambil membawa lolipop di tangannya, dengan sekuat tenaga Ali membujuk Tari agar tidak menangis lagi.

Beberapa menit kemudian, tangisan Tari pun terhenti dan di situlah mereka mulai akrab dan suka bertemu, kemudian mereka berjanji untuk menjadi sahabat dari kecil hingga sekarang.

Seiring berjalannya waktu, Tari kecil pun tumbuh menjadi dewasa. Ia tumbuh menjadi wanita yang cantik, baik, dan lemah lembut.

Pria yang berjanji akan menjadi sahabatnya itu, kini malah mempunyai perasaan yang tumbuh lebih dari sekedar sahabat. Akan tetapi, ia simpan dengan rapat-rapat dan tentunya Tari tidak mengetahui itu semua.

“Kak Ali!”

Ali yang asyik melamun tiba-tiba di kagetkan oleh suara Tari yang memanggil namanya.

“Eh iya, ada apa?” tanya Ali.

“Kakak melamun, mikirin apa?”

“Ah enggak kok, yuk kita pergi sekarang.” ajak Ali.

Namun, ketika Tari dan Ali akan meninggalkan restoran itu tiba-tiba ada seseorang yang datang dan menuduh Tari yang bukan-bukan.

“Dasar wanita murahan!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status