Share

episode 6

“Aduh...!” Pekik Tari.

“Mbak enggak kenapa-kenapa?”

Tari tidak menghiraukan pertanyaan dari pria itu, dia lebih memilih untuk pergi dari kedai bakso tersebut.

Rencana yang ingin makan bakso di tempat menjadi gagal oleh ular Dara, dia merusak semuanya dan hampir mencelakai dirinya.

“Ah s14l! Kenapa harus ada pria itu sih, padahal sedikit lagi Aku akan mempermalukan dia di tempat umum.” kesal Dara.

Dengan menghentakkan kakinya kini ia pun pergi meninggalkan kedai bakso itu. Dengan muka yang di tekuk dia berjalan menuju rumah yang kebetulan tidak jauh dari kedai bakso tersebut.

“Kamu kenapa Ra? Kok mukanya cemberut gitu, ada apa?” tanya Bu Ati yang melihat anak perempuannya yang pulang sambil menampakkan wajah yang di tekuk.

“Itu Bu, Aku kesal sama Mbak Tari.“ seru Dara.

“ kesal kenapa? Emangnya kamu ketemu sama Tari di mana?”

“Di kedai bakso cuangki yang ada di depan kompleks Bu” ujar Dara, “Aku lihat mbak Tari yang sedang membeli bakso di situ, terus Aku samperin dan Aku nagih janji yang pernah mbak Tari buat.” sambungnya lagi.

Bu Ati nampak berpikir sejenak, berusaha untuk mengingat janji apa yang telah Tari buat untuk putri kesayangannya itu.

“Oh janji yang mau di beliin hp baru itu kan?” tebak Bu Ati, “terus bagaimana tuh, dia mau membelikan kamu kan?” sambungnya.

Dengan wajah yang cemberut, Dara menggelengkan kepalanya.

“Maksud kamu, Tari tidak mau membelikan kamu hp baru? Dan dia melupakan janjinya?”

Dara mengangguk dengan lesu, padahal jika Tari mau membelikan hp tersebut, dia akan memamerkan itu semua kepada teman-teman sekelasnya.

Melihat Dara sedih, Bu Ati menjadi naik pitam. Ia akan pergi ke rumah mantan calon menantunya untuk menagih janji yang Dara maksud.

“Bu, mau ke mana?” Dara melihat bingung ke arah Bu Ati yang tengah bersiap-siap untuk pergi.

“Kita ke rumah si Tari!” ujar Bu Ati kesal.

“Mau ngapain Bu? Percuma ke sana juga, dia tidak akan mau menepati janjinya. Karena Mbak Tari itu tidak jadi menikah dengan Kak Aji Bu.” jelas Dara.

“Tidak bisa! Kalau sudah janji ya harus di tepati!” kekeh Bu Ati.

Sedangkan Tari, ia sudah sampai di rumah. Dengan muka yang di tekuk dapat menambah kesan menggemaskan pada wajah cantik yang ia miliki.

“Tuan putri, kenapa mukanya cemberut?”

Wanita yang sedang badmood itu, kini melihat ke arah sumber suara dan beberapa menit kemudian ia tersenyum manis seakan sudah lupa dengan kejadian di kedai tadi.

Itulah Tari, wanita cantik yang berusia 25 tahun itu gampang menyembunyikan segala kesedihannya di depan semua orang.

“Ka Ali, sejak kapan sudah berada di sini?” tanya Tari.

“Baru sampai kok“ ujar Ali, “Aku mau ngajak kamu ke suatu tempat. “ sambungnya.

“Wah...! Ke mana tuh?” tanya Tari dengan antusias.

“Ada deh! Yuk berangkat sekarang."

“Ayok, tapi Aku bilang sama Ibu dulu ya Kak?” ijin Tari.

Ali tersenyum dan mengangguk, kemudian Tari menghampiri sang Ibu yang sedang ada di halaman belakang.

Kebetulan Bu Asti sedang duduk bersama dengan Pak Irwan, pasangan yang sudah tidak muda lagi itu terlihat sedang mengobrol bersama.

“Bu, Aku mau pergi dulu ya sebentar." ujar Tari.

“Mau pergi ke mana Nak? Sama siapa?”

“Sama Kak Ali Bu."

“Loh, ada Nak Ali? Kok Ibu enggak tahu.”

“Katanya dia baru sampai Buk, ya udah Tari berangkat dulu ya Assalamualaikum?” pamit Tari kemudian dia mencium tangan kedua orang tuanya.

“Wa ’alaikumsalam, hati-hati ya?”

Tari kembali menghampiri Ali, terlihat pria yang lebih dewasa darinya itu sedang fokus melihat layar hp.

“Kak, Ayok.” ajak Tari.

“Iya ayok.”

Wajah Tari begitu senang, dia tahu bahwa Ali akan membawanya ke suatu tempat yang sangat menenangkan baginya.

Ketika Tari dan Ali hendak masuk ke dalam mobil tiba-tiba, Bu Ati berteriak cukup kencang memanggil nama Tari.

“Tari...!” pekik Bu Ati.

Tari menengok dan melihat dengan malas, dia sudah bisa menebak, jika kedatangannya itu ada kaitannya dengan insiden di kedai bakso tadi.

“Tari, mau ke mana kamu?” tanya Bu Ati dengan wajah Masamnya.

“Bukan urusan Ibu!” tegas Tari.

“Ya jelas urusan saya! Karena kamu Istrinya Aji."

Tari tersenyum miring, dia tidak salah dengar? dengan ucapan mantan calon mertuanya, bahwa Tari adalah istrinya Aji.

“Saya bukan istri anak Ibu!” ujar Tari, “apa Ibu lupa? Kalau saya itu sudah bukan istrinya lagi." sambungnya.

“Tapi kan, surat cerainya belum turun dari Pengadilan Agama. Berarti kamu masih menjadi istri dari Aji dan masih menjadi menantu saya.” seru Bu Ati yang tidak mau kalah.

Tari menghela nafas dengan kasar, sungguh sikap dari mantan mertuanya itu sangat menguji kesabarannya.

“Mau Ibu apa sekarang?” tanya Tari, “jika Ibu ke sini hanya untuk mencari masalah, mendingan Ibu pergi!”

Bu Ati yang memang mempunyai riwayat hipertensi, tiba-tiba langsung tersulut emosi mendengar Tari yang mengusirnya.

“Kurang ajar kamu ya! Beraninya kamu mengusir saya!” ujar Bu Ati.

Bu Ati menghampiri Tari dan melayangkan tangannya ke udara, ia ingin menampar pipi Tari namun tangan Bu Ati di tepis oleh Ali.

“Hentikan Bu! Jangan berani main kasar!” geram Ali yang menurutnya sikap Bu Ati sudah kelewatan.

“Kamu tidak usah ikut campur!”

“Jelas saya akan ikut campur, jika Tari dalam keadaan bahaya.” ujar Ali.

“Hahaha...! Emangnya kamu itu siapanya dia? Atau jangan-jangan kamu itu ada main dengan perempuan ini. Makanya dia bersikeras untuk menggugat anak saya!” tuduh Bu Ati.

Seperti ada batu yang menghantam hatinya, sungguh tega Bu Ati menuduhnya seperti itu, padahal dulu setahu Tari jika Bu Ati itu tidak pernah mengucapkan perkataan yang sangat menyakitkan.

Selama ini dugaan Tari itu salah, dia menduga jika sosok Bu Ati itu sikapnya pantas untuk di tiru. Orangnya yang suka berbaur dengan para tetangga dan suka mengikuti pengajian yang di selenggarakan setiap minggunya.

Namun pada hari ini, sikap aslinya telah ia tunjukan. Sikap yang benar-benar tidak terpuji.

“Iya ya, Bu. kok, Aku gak ke pikiran sampai situ." ujar Dara yang mendukung sikap ibunya.

“Jaga ucapan Ibu!” sentak Tari, “ saya tidak ada hubungan apa-apa dengan Kak Ali, kita hanya sebatas teman dari kecil.” jelasnya.

“Halah, gak usah banyak alasan kamu.” seru Bu Ati.

“Ya elah Bu, maling mana ada yang mau ngaku!” ujar Dara.

“Pergi kalian dari sini!” usir Tari.

Dara yang merasa di usir menjadi tidak terima, dia masih bersikukuh untuk menagih janji Tari.

"Enggak usah sok-sok kan ngusir deh, kita ke sini mau mengambil bagianku.” ujar Dara.

“Bagian apa?”

“hpku mana? Pokoknya sekarang juga belikan hp baru sesuai dengan janjimu itu!” seru Dara.

Tari memijit pelipisnya, harus dengan apalagi ia menjelaskan jika Tari tidak akan pernah menuruti kemauannya.

Dia tahu, jika sekarang kemauannya akan di turuti, besar kemungkinan suatu saat nanti Dara pasti akan melakukannya lagi.

“Nih!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status