Saat William mendecak kesal, Evelina tidak sengaja mendengarnya. Dengan kesal Evelina pun menghampiri suaminya itu dan berkata."Apa maksud dari decakan mu itu William?"
Dengan acuh tak acuh William menjawab. "Tidak ada." Setelah itu William berbalik pergi mengabaikan tatapan tajam Evelina yang melihat ke arahnya. Melihat sikap William yang mulai berubah tidak seperti biasanya, Evelina menghela nafas pelan. "Huhh~ aku harap semuanya berjalan dengan lancar." Keesokan paginya, William berangkat ke Istana bersama Isbel dengan alasan pekerjaan. Padahal sebenarnya, di Istana saat ini tidak ada yang perlu diurus oleh seorang Grand Duke. "Evelina, aku akan pergi bersama Isbel." "Kemana?" "Ke Istana." "Bukankah hari ini Istana tidak ada pertemuan atau semacamnya." Saat itu William terkejut karna Evelina tahu soal jadwalnya. Dan dengan penuh kecurigaan memenuhi hatinya, ia pun bertanya kepada Evelina seperti bertanya kepada seorang kriminal. "Bagaimana kau tahu soal jadwalku di Istana? Apa kau memata-matai ku?" Tanya William dengan tatapan tajam. "Aku Istrimu. Tentu saja segala kegiatanmu di Istana aku memperhatikannya. Terlebih lagi, aku adalah Nyonya di Mansion ini. Jadi, segala informasi tentangmu, aku berhak mengetahuinya." Dengan wajah kesal William mulai berkata."Tck! Hari ini ada pertemuan mendadak jadi kami harus pergi." "Baiklah jika begitu, semoga perjalananmu aman sampai ke Istana." Setelah mengatasi Evelina yang terus menanyainya. William dan Isbel akhirnya berhasil pergi dari Mansion dengan alasan pekerjaan mendadak. Mereka berdua tidak tahu, saat itu Evelina tengah melihat mereka dengan pandangan yang seolah tahu segalanya. "Kalian pikir aku tidak tahu apapun? Bersantai dan bersenang-senanglah. Nikmati waktu kalian yang tersisa, karna begitu semua persiapanku selesai, hari itu akan menjadi hari yang memalukan bagi kalian." Di pusat kota, William dan Isbel yang katanya akan bekerja ternyata sedang mengunjungi salah satu butik terkenal yang sudah Isbel impikan sejak dulu. Di sana, dengan mesranya mereka berdua memilih gaun dan juga mencobanya layaknya pengantin baru. Bahkan pegawai butik berpikir, mereka yang berstatus rekan kerja itu adalah sepasang suami Istri. "Yang Mulia Grand Duke. Ini pertama kalinya saya melihat anda membawa Grand Dhucess kemari," Ujar salah satu pelayan butik. Alasan pegawai itu tidak tahu soal Grand Dchuess adalah, karna dia seorang rakyat biasa. Di Utara, tidak ada satu pun rakyat biasa yang tahu wajah Grand Dhucess mereka. Hal itu terjadi karna saat pertama kali Evelina datang ke Utara, William menutup wajah Evelina dan tidak membiarkannya menyapa rakyat Utara dengan alasan saat itu musim dingin dan ia takut Evelina akan kedinginan jika Evelina keluar dari kereta kuda. "Itu...dia bukan Grand Dhucess," Sahut William ragu-ragu. "Apa?! Maafkan kelancangan saya Yang Mulia Grand Duke, saya pikir anda bersama Grand Dhucess karna anda terlihat sangat menyayanginya." Mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh pegawai toko itu, baik William ataupun Isbel spontan tertegun. Dan pegawai toko yang Menyadari dirinya baru saja berbicara sembarangan, ia langsung menutup mulutnya dengan wajah yang mulai memucat. "Aku hanya ingin mengajak rekan kerjaku untuk membeli gaun karna dia sudah bekerja keras dengan sangat baik," Ujar William memberi alasan. Pelayan itupun mulai menunduk malu. "O-Ohh! Begitu rupanya, saya sudah sangat lancang dengan pemikiran seperti itu. Mohon ampuni saya Grand Duke." "Tidak masalah. Grand Dhucess sendiri adalah orang yang lembut, beliau pasti tidak akan memasukkan kata-katamu tadi ke dalam hati," Sela Isbel seraya tersenyum manis. Mendengar kata hiburan dari Isbel, pegawai butik itu tampak mulai lega. Saat itu mereka tidak menyadari ada seseorang yang tengah mengawasi dari luar butik. "Apa mereka benar-benar hanya sekedar rekan kerja?!" Batin orang yang sedang mengintip itu. Dilain sisi, Evelina yang sibuk mengurus bisnis baru yang akan ia bangun, tidak tahu suaminya tengah berselingkuh dengan rekan kerjanya di sebuah butik. Saat itu, Evelina begitu sibuk berbicara dengan seorang bangsawan yang akan menjadi partner bisnisnya. Dalam pembahasannya, Evelina berencana membangun sebuah bangunan tempat berkumpul para Lady dan bangunan itu bernama Cafe. "Apa bisnis yang bernama Cafe ini akan benar-benar populer?" Tanya klien. "Ya! Aku yakin itu pasti akan berhasil." "Atas dasar apa anda seyakin itu Grand Dhucess?" Bukannya menjawab, Evelina malah bertanya balik."Apa yang paling populer dan paling sering dilakukan para Lady?" Setelah berpikir keras, si Klien menjawab."Bergosip tentunya." "Oleh sebab itu, tempat dimana seorang Lady bisa bersantai menikmati teh juga dessert yang mereka mau, bukankah akan menjadi suatu usaha yang sangat menarik minat." "Apakah benar begitu?" "Tentu saja, Cafe kita akan dibangun sebagai tempat untuk seperti itu. Masing-masing ruangan akan dihiasi interior layaknya ruangan pesta, dan hanya pelanggan tertentu yang bisa memasuki Cafe. Tamu itu akan kita sebut sebagai tamu VIP." "Bukankah itu akan menghabiskan banyak dana?!" saat itu lagi-lagi Evelina tidak menjawab pertanyaan Kliennya. Tapi senyum dan kepercayaan diri yang tinggi dapat Klien lihat di mata Evelina, yang dimana hal itu membuat keraguannya tadi seolah sirna. "Sepakat! Saya akan membeli bangunan sebelah jalan di samping toko bunga dan membangun Cafe. Semoga kerja sama kita membuahkan hasil Grand Dhucess," Ujar Klien seraya mengulurkan tangannya. "Ya. Ini pasti berhasil," Sahut Evelina yang langsung meraih dan menjabat tangan Kliennya. Setelah urusannya dengan klien yang akan menjadi partner bisnisnya selesai, Evelina memutuskan kembali ke Mansion Northern mengingat ia memiliki pekerjaan yang belum ia selesaikan. Dan sesampainya Evelina di Mansion, ia melihat suaminya Grand Duke William dan rekan kerjanya Lady Isbel sudah kembali. Tapi yang berbeda adalah, kereta kuda yangsemula kosong kini penuh dengan kotak hadiah. "Apa kau membeli semua itu untukku William?" Tanya Evelina. Melihat cara Evelina menatap dirinya, William tiba-tiba merasa gugup. "T-Tidak Evelina, ini...hadiah untuk Isbel karna hari ini dia membantuku bekerja lebih banyak dari biasanya. "Ohh! Seperti itu, baiklah. Pelayan! b Bawa semua ini ke kamar Lady Isbel!" "Baik Grand Dhucess," Sahut para pelayan yang langsung bergegas membereskan barang-barang. Melihat betapa acuh tak acuhnya Evelina terhadap dirinya. Tanpa sadar William langsung meraih tangan Evelina dan menahan Evelina yang hendak pergi. "Apa ada sesuatu yang kau butuhkan William?" Tanya Evelina dengan wajah datar. "T-Tidak ada, aku hanya...hanya ingin mengatakan terimakasih karna membantu Isbel." Seraya melirik ke arah Isbel, Evelina menjawab."Tidak masalah. Bukankah sudah tugasku sebagai Grand Dhucess untuk memperlakukan Tamu di mansion Northern dengan sebaik mungkin. Apalagi dia adalah rekan kerjamu. Jadi wajar bagiku untuk membantunya agar merasa nyaman selama menginap di Mansion." Meski perkataan Evelina terdengar seperti seorang Nyonya rumah yang perhatian pada tamunya. Tapi di telinga Isbel, itu terdengar seperti Evelina tengah menegaskan pada dirinya, bahwa keberadaannya disini hanyalah sebagai tamu dan rekan kerja, tidak lebih dari itu.Kembali ke saat ini... "Jadi....alasan saya tidak bisa mengingat anda, karna anda menggunakan sihir pada saya?" tanya Evelina. "Ya, maafkan aku soal hal itu Evelina. Aku melakukannya semata-mata demi menjaga semuanya tetap aman." "Lalu bagaimana anda berhasil merebut tahta, Yang Mulia?" "Aku kembali ke Barat saat aku sudah berusia lima belas tahun. Saat itu Selir tertinggi sudah melahirkan. Sayangnya, anak itu adalah seorang anak perempuan. Awalnya Selir tertinggi tidak mempermasalahkannya, tapi karna aku yang kembali setelah dikabarkan mati, hal itulah yang memicu kemarahan Selir tertinggi." "Karna ia melahirkan seorang anak perempuan?" tanya Evelina. "Ya. Tidak seperti Romagna yang bisa menaikkan pewaris baik itu perempuan atau pun lelaki tergantung performanya. Di Barat, pewaris perempuan bisa naik tahta, hanya jika tidak ada pewaris laki-laki yang akan menjadi Kaisar. Tapi tekad ingin menjadi penguasa membuat Selir tertinggi gelap mata sampai ia melakukan pemberontakan
Setelah diselamatkan oleh Evelina terakhir kali, selama empat hari Lyrius tinggal di Istana Putri tanpa diketahui keberadaannya oleh Kaisar dan Permaisuri Romagna. "Apa namamu Lilius?" tanya Evelina. "Lyrius, namaku Lyrius bukan Lilius," jelas Lyrius untuk yang kesekian kalinya. "Humph! Itu kalna yidahku pendek. Jadi aku kecuyitan menyebut namamu," bantah Evelina sambil menggembungkan pipinya dan memalingkan wajahnya. "Hahaha begitu ya. Maafkan aku Putri kecil," bujuk Lyrius. "Baikyah. Kalna aku baik hati, aku akan memaafkanmu." Saat itu, Evelina pikir ia bisa menyembunyikan Lyrius di Istananya selamanya. Namun sayangnya harapan itu sirna. Di hari keenam Lyrius tinggal di Istana Evelina, akhirnya Kaisar mengetahui keberadaan anak lelaki asing yang saat ini tengah disembunyikan oleh putri kecilnya. Tak ingin membuang waktu lagi, sang Kais
Cerita Kaisar.... dua puluh tahun lalu saa Kaisar baru berusia lima tahun, sang Permaisuri menghembuskan nafas terakhirnya. Raja yang sangat bersedih atas kepergian Permaisuri yang ia cintai terlarut dalam kesedihan sampai tidak memperhatikan Selir tertingginya menyiksa sang Pangeran Mahkota. "Karna Yang Mulia sedang sakit, pemerintahan Kekaisaran ada di tanganku," ujar Selir tertinggi. "Baik Yang Mulia Selir," ucap para mentri dan pejabat Kekaisaran yang sudah disuap oleh sang Selir. Selama pemerintahan berada di bawah Kuasa sang Selir, Pangeran Mahkota banyak menerima perlakuan yang tidak layak baik dari para pejabat sampai para pelayan. Pangeran pikir penderitaannya itu hanya akan berlangsung beberapa waktu saja, oleh sebab itu sang Pangeran terus bersabar dan dengan tenang ia menerima semua perlakuan lancang Pelayan padanya. Sampai Selir tertinggi berbuat hal melewati batas dengan mengirim sang Pangeran Mahkota yang baru ber
Keesokan harinya, sidang pun dimulai. Di ruang sidang yang penuh dengan bangsawan-bangsawan kelas tinggi, sekali lagi Evelina dan William berdiri berhadapan dalam rangka sidang perceraian. Tapi tidak seperti sebelumnya dimana William berusaha mempertahankan Evelina dan menimbulkan banyak perdebatan di depan hakim. Kali ini, sidang berjalan dengan sangat lancar dan cepat karna William langsung menyetujui perceraian yang diajukan oleh Evelina. "Karna Grand Duke William Northern setuju dengan perceraian, maka mulai saat ini, hubungan Grand Duke William Northern dan Grand Dhucess Evelina Northern telah terputus." Tok... Tok... Tok... Begitu hakim menotok palu, senyum indah terukir dengan sangat jelas di wajah Evelina. Dan William yang melihat itu sontak tertegun. Awalnya William merasa sedih dan sedikit kesal karna ia harus melepaskan Evelina tepat setelah ia menyadari per
Kembali ke saat ini... Setelah William mendengar detail cerita Evelina, dengan kepala tertunduk ia meminta maaf kepada Evelina. Sayangnya, hati Evelina sudah mati saat itu. Dan dengan acuh tak acuh Evelina berbalik pergi meninggalkan William dengan kata maafnya. "Aku tahu semua ini sudah terlambat," gumam William. Karna Evelina sudah pergi, pelayan mansion pun menuntun William menuju pintu keluar karna William berniat pergi. Setelah itu, William langsung kembali ke mansion Northern untuk memperbaiki suasana hatinya. "Selamat datang kembali Grand Duke," sambut para pelayan Northern. "Siapkan secangkir kopi untukku dan antarkan ke ruang kerjaku!" titah William. "Baik, Grand Duke." baru saja William akan mendinginkan kepalanya di ruang kerjanya, ia malah bertemu dengan alasan pusingnya, yaitu Isbel. Mengingat dirinya tidak dalam emosi yang stabil untuk menghadapi Isbel, William pun melangkah cepat melewati Isbel dan langsung masuk ke ruang kerjanya tanpa menyapa Isbel terlebih da
Flashback saat Evelina diculik... "Ini sudah dua hari, kemana orang yang menculikku itu. Dia tidak pernah telrihat lagi," ujar Evelina dalam posisi terikat. Dengan wajah yang sudah sangat pucat dan tubuh yang melemas, Evelina merasa berkunang-kunang dan perutnya terasa sangat lapar. Saking laparnya, Evelina mulai merasa dunia di sekitarnya berputar. Dan tepat sebelum Evelina jatuh pingsan, sosok pria yang tampak mengkhawatirkannya muncul sambil berlari kencang ke arahnya. "Lyrius," gumam Evelina. Saat itu juga, Evelina kehilangan kesadarannya. Dan begitu ia membuka mata, ia sudah berada di sebuah kamar mewah dengan pelayan-pelayan berdiri di sekitarnya. Saat itu, nampak raut senang para pelayan menyambut siumannya Evelina kemudian salah satu di antara mereka terlihat buru-buru keluar dari kamar. Dengan tubuh yang masih terasa berat, Evelina pun mencoba bangun dari berbaringnya. "Ukhh! Kepalaku sakit sekali," ujar Evelina. "Grand Dhucess, silahkan makan dulu. Anda sekarang